Liputan6.com, Jakarta - - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mampu melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 2,12 triliun melalui pola kerja baru, yakni dengan mengendalikan belanja.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja dengan dengan Komisi XI DPR RI terkait Pengantar RKA dan RKP Kementerian Keuangan Tahun 2024, Senin (12/6/2023).
Advertisement
"Dengan berbagai langkah-langkah organisasi dan perbaikan birokrasi mampu melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 2,12 triliun melalui pola kerja baru. Ini dari mulai mengendalikan belanja," kata Menkeu.
Adapun belanja yang dimaksud adalah mengendalikan belanja perjalanan dinas, pembayaran belanja pegawai secara terpusat, implementasi ruang kerja yang dibagi dan juga konsolidasi pengadaan laptop melalui e-katalog dan digitalisasi dari proses bisnis.
"Kita juga terus melakukan kolaborasi antar unit dan kebijakan negatif gross pegawai penggunaan sarana prasarana yang makin optimal dan bisa di-share. Jadi tidak lagi ada ruang rapat yang di Kavling untuk 1 direktur namun bisa di-share, ini semuanya memberikan lebih banyak inklusivitas kebersamaan, namun juga efisiensi," ujarnya.
Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan, sejak 2019 hingga 2023 tren belanja dari birokrasi di Kementerian Keuangan justru mengalami penurunan pada saat anggaran belanja secara total meledak tinggi karena adanya pandemi. Hal itu dikarenakan disiplin dan efisiensi anggaran di Kementerian Keuangan.
Disisi birokrasi di Kementerian Keuangan juga diefisienkan, termasuk ketika Kementerian Keuangan ditunjuk menjadi host berbagai even internasional seperti G20, maupun sebagai tim ad hoc seperti Satgas BLBI.
"Kita lihat birokrasi di Kemenkeu Kita coba efisienkan, termasuk pada saat kita harus menjadi Host dari berbagai event internasional yang sifatnya satu kali seperti G20 dan berbagai tim ad hoc seperti Satgas BLBI, yang juga dalam hal ini membutuhkan dukungan anggaran," ujarnya.
Dengan demikian, kata Menkeu, pihaknya terus mendukung berbagai agenda, baik yang di domestik dan berbagai inisiatif strategis maupun agenda-agenda yang sifatnya regional dan global seperti G20.
Kemenkeu Blokir Ratusan Perusahaan yang Tidak Bayar PNBP
Sebelumnya, Kementerian Keuangan terus menyisir daftar perusahaan yang menunggak pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari berbagai sektor.
Pada tahap pertama, Kementerian Keuangan telah memblokir 126 perusahaan yang wajib bayar di tahun 2022 dengan nilai Rp 137,67 miliar.
“Ditahap 1 Agustus 2022 kita memblokir 83 yang wajib bayar. Di bulan Oktober ditambah ada 43 dan akhirnya pada tahun 2022 itu Rp 137,67 miliar,” kata Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, di Jakarta, Kamis (8/6).
Penyisiran yang sama juga dilanjutkan tahun ini. Kali ini menyasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM.
Puspa membeberkan di KLHK sudah ada 150 wajib bayar yang terjaring dan harus menyelesaikan utangnya. Dari jumlah tersebut sudah ada 60 wajib bayar yang melakukan pembayaran PNBP.
“Yang telah menyelesaikan wajib bayar ada 60 dengan nilai Rp 390 miliar. Jadi kita tunggu saja sisanya,” kata Puspa.
Sementara itu, di Kementerian ESDM terjaring 169 wajib bayar PNBP. Dari jumlah tersebut sudah ada 18 wajib bayar sudah melakukan kewajibannya dengan nilai Rp 35,78 miliar. “Jadi target kita untuk tahun 2023 saja ada 150 wajib bayar untuk KLHK dan 169 dari ESDM,” kata dia.
Advertisement
Aturan Sebelumnya
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 58/2023 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, menggantikan beleid sebelumnya yakni PMK No. 155/2021.
Dalam beleid tersebut ada 7 perubahan yang salah satunya terkait dengan penghentian layanan dan implementasi automatic blocking system (ABS). Penghentian layanan dapat diinisiasi oleh instansi pengelola PNBP atau unit eselon I Kemenkeu.
ABS dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian piutang negara lainnya, selain PNBP. Sementara itu, pembukaan blokir dapat dilakukan segera jika ditemukan bukti atau dokumen pelunasan atas kewajiban PNBP.
Adanya sistem ini memaksa perusahaan untuk melunasi kewajiban PNBP yang selama ini belum dibayarkan. Sebab jika tidak dilunasi, maka perusahaan tersebut tidak dapat melakukan kegiatan ekspor.