Misinformasi Kesehatan, Pihak Industri Obat Harus Ikut Lakukan Edukasi di Media Sosial

Hoaks dan misinformasi terkait kesehatan yang sangat krusial dan berpengaruh terhadap keputusan seseorang.

oleh Anasthasia Yuliana Winata diperbarui 13 Jun 2023, 20:00 WIB
Pembacaan hasil dari kapsul endoskopi akan dilakukan oleh dokter dengan menggunakan komputer. Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta - Internet dan media sosial membuka gerbang akses informasi bagi masyarakat. Ketika penasaran akan suatu hal, masyarakat dapat mencari informasi di internet.

Hal ini kian membantu kehidupan aktivitas dan kehidupan sehari-hari. Namun, terkadang juga menghambat aktivitas karena adanya informasi yang mengandung hoaks dan disinformasi. 

Terlebih hoaks dan misinformasi terkait kesehatan yang sangat krusial dan berpengaruh terhadap keputusan seseorang. Maka dari itu, Budi Utami, Akademisi dan Pakar Media dari Universitas Tarumanegara mengatakan bahwa pelaku usaha atau pembuat kebijakan kiranya dapat menangkal hoaks atau misinformasi tentang obat (kesehatan) dengan memberikan edukasi yang tepat di media sosial.

“WHO menyebutkan pada masa COVID-19, selain pandemi, hal yang menjadi ancaman lain adalah infodemic yakni kesalahan informasi yang terus berkembang di masyarakat dan diyakini benar, padahal itu salah. Untuk itu sebagai pembuat kebijakan dan pelaku usaha, kita bisa menangkal informasi salah dengan membuat konten edukasi yang benar di media sosial,” kata Budi Utami menjelaskan dilansir dari antaranews.com.

Kemudian, Budi Utami menyampaikan, pihak yang memproduksi obat berperan penting untuk terlibat menangkal hoaks menggunakan media sosial. Paparannya didasari oleh  Indonesia menempati lima besar negara yang banyak menyebarkan informasi hoaks.

“Banyak juga produk-produk kesehatan yang sebenarnya promosi produk, tetapi untuk meyakinkan masyarakat, dia akan coba menyebut sudah teruji di Amerika misalnya, atau testimoni tokoh, padahal kita tidak tahu kebenarannya. Ini perlu diwaspadai,” imbuhnya.


Tentang Iklan Programatik

Tak hanya itu, Budi Utami juga menyampaikan keresahannya terhadap iklan programatik yang muncul tiba-tiba saat mengakses media sosial. 

“Pernah nggak misal kita merasa sakit di bagian perut, lalu kita browsing, dua jam berikutnya ada iklan obat sakit perut, itulah iklan programatik. Namun, karena itu sesuai dengan yang kita butuhkan, jadi kita nikmati dan klik, itu yang kita mesti coba bendung, karena misinformasi banyak terjadi lewat situ,” 

Mengatasi misinformasi dan hoaks ini, hendaknya pihak industri obat dapat melakukan clearness dengan menjelaskan informasi yang benar pada masyarakat dengan konten di media sosial. 

Informasi yang tepat dapat dilakukan dengan penyampaian melalui tenaga kesehatan (dokter atau bidan), pihak farmasi (apoteker), atau media luar ruang dan informasi (pusat layanan kesehatan).


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya