Liputan6.com, Seoul - Diperkirakan sekitar 16.000 lansia Korea Selatan meninggal selama lima tahun terakhir di tengah penantian panjang untuk reuni dengan anggota keluarga mereka di Korea Utara, yang terpisah akibat Perang Korea 1950-1953.
Data yang disebut berasal dari Kementerian Unifikasi itu diungkapkan oleh politikus Korea Selatan dari Partai Demokrat, yang merupakan oposisi utama, Yang Kyung Sook pada Minggu (11/6/2023).
Advertisement
Seperti dilansir kantor berita Yonhap, Rabu (14/6), acara reuni keluarga terakhir diadakan pada tahun 2018.
Sejak tahun 2000, kedua Korea telah mengadakan 21 acara reuni, namun kegiatan itu ditangguhkan menyusul hubungan yang membeku pasca KTT tanpa kesepakatan antara Korea Utara dan Amerika Serikat (AS) di Hanoi pada tahun 2019.
Hingga akhir Mei 2023, dari 133.680 pemohon yang telah mendaftar untuk reuni keluarga, sebanyak 92.534 orang telah meninggal atau terhitung 69,2 persen.
Reuni Keluarga Adalah Persoalan Mendesak
Isu keluarga yang terpisah akibat perseteruan dua Korea menjadi semakin mendesak lantaran semakin banyak lansia yang meninggal tanpa memiliki kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang mereka cintai di Korea Utara.
Untuk itu, Yang Kyung Sook menekankan perlunya memprioritaskan identifikasi apakah sanak keluarga di Korea Utara masih hidup dan mengonfirmasi alamat mereka melalui pembicaraan dengan Pyongyang.
"Kedua Korea harus melakukan upaya sesegera mungkin untuk menyelenggarakan acara reuni keluarga yang terpisah berdasarkan rasa kemanusiaan," imbuhnya.
Advertisement