Ada Pemda Anggarkan Pengembangan UMKM Rp 2,5 Miliar, Tapi Rp 1,9 Miliar Dipakai Perjalanan Dinas

Jokowi menegaskan, pelaksana program seharusnya menggunakan anggaran untuk langkah-langkah konkret. Misalnya, terkait pemberdayaan UMKM bisa menggunakan anggaran untuk penguatan secara teknis.

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Jun 2023, 12:50 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menemukan ada penggunaan anggaran yang tidak optimal. Salah satunya kedapatan menggunakan judul pengembangan UMKM. (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menemukan ada penggunaan anggaran yang tidak optimal. Salah satunya kedapatan menggunakan judul pengembangan UMKM. Namun, ternyata rincian penggunaannya dinilai tidak konkret.

Dia menyebut, ini adalah penggunaan anggaran di tingkat kabupaten. Kendati begitu, Jokowi enggan membuka kabupaten mana yang dimaksudnya tadi.

"Pengembangan UMKM, di APBD ada ini, ngga usah saya sebutkan kabupaten mana. Total anggarannya Rp 2,5 miliar. Rp 1,9 miliar untuk honor dan perjalanan dinas," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Menurutnya, penggunaan anggaran ini lebih banyak yang alokasikan bagi perjalanan dinas dan sejenisnya. Hal ini menjadi temuan yang sama dalam penggunaan anggaran program penurunan stunting dengan anggaran Rp 10 miliar.

"Ke situ-situ terus udah, itu nanti sisanya yang Rp 600 juta itu nanti juga masih muter-muter aja, pemberdayaan, pengembangan, istilah yang absurd ndak konkret," kata dia.

Dia menegaskan, pelaksana program seharusnya menggunakan anggaran untuk langkah-langkah konkret. Misalnya, terkait pemberdayaan UMKM bisa menggunakan anggaran untuk penguatan secara teknis.

"Langsung aja lah, itu modal kerja untuk beli mesin produksi, untuk marketing, kalau pengembangan UMKM ya mestinya itu, untuk pameran, jelas," paparnya.

 


Pembangunan Balai

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Pembentukan Tim Transformasi Sepak Bola Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat, 7 Oktober 2022. (Dok Biro Pers Sekretariat Presiden RI)

Selain itu, Jokowi mencatat ada proyek lainnya yang ternyata penggunaan anggarannya tidak tepat. Misalnya pembangunan balai penyuluhan pertanian di salah satu kabupaten yang Jokowi enggan sebut namanya.

"Saya lihat lagi di sebuah kabupaten, pembangunan balai penyuluhan pertanian, ini jelas lho, pembangunan balai, ini senyum-senyum saya lihat berarti sebetulnya di BPKP udah ngerti semua sepertinya. Sekarang kita orientasinya harus hasil kalau mau bersaing sama negara lain," kata dia.

"Pembangunan balai, untuk merehab dan membangun balai, jelas. Anggarannya Rp 1 miliar. Kecil ini, kecil pun saya lihat. Mestinya kalau 1 miliar, Rp 900 juta untuk rehab, mestinya. Tapi setelah dicek bener, Rp 734 juta itu honor, rapat, dan perjalanan dinas. Rp 734 juta. Artinya, 80 persen. Ini udah ngga bisa lagi bapak ibu sekalian," bebernya.

Jokowi menegaskan, ini jadi salah satu tugas berat BPKP untuk mengawasi penggunaan anggaran tersebut.

"Ini lah tugas BPKP, sekarang harus orientasi hasil, arahkan daerah pusat BUMN kementerian lembaga arahkan ke arah konkret biar produktif," ungkapnya.

 


Anggaran Stunting

Anak balita menangis saat ditimbang di Puskesmas, Kaduhejo, Pandeglang (14/9). Dengan puluhan penduduk mengalami gizi kurang, gizi buruk dan beberapa anak sudah divonis stunting, ini menjadi gambaran bagaimana sulitnya mencegah stunting. (Foto:Istimewa)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkap banyak penggunaan anggaran di pemerintahan yang tidak optimal. Malahan beberapa anggaran seperti untuk penurunan stunting tak lebih banyak pada program konkret.

Ada beberapa penggunaan anggaran yang kedapatan tidak optimal. Jokowi mencontohkan mengenai penggunaan anggaran untuk program penurunan stunting sebesar Rp 10 miliar.

Namun, dalam temuannya, hanya Rp 2 miliar yang dibelanjakan untuk produk pangan berprotein yang bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat.

"Bicara anggarannya, banyak yang gak bener, contoh ada anggaran stunting Rp 10 miliar, saya coba cek lihat betul untuk apa Rp 10 miliar itu. Jangan dibayangkan ini dibelikan telor susu protein sayuran. Coba dilihat detil. Minggu lalu saya baru saja cek," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"(Anggaran) Rp 10 miliar untuk stunting. Saya cek, perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa apa bla bla bla Rp 2 miliar. Yang benar-benar beli telur ngga ada Rp 2 miliar. Kapan stunting mau selesai kalau caranya seperti ini?," sambungnya.

Dia meminta, agar anggaran itu efektif, perjalanan dinas dan lainnya dipatok lebih kecil dari anggaran yang digunakan belanja produk konsumsi masyarakat. Sehingga, dampaknya bisa lebih konkret.

"Kalau Rp 10 miliar itu anggarannya, mestinya yang lain-lain itu Rp 2 miliar, Rp 8 miliar itu (dibelikan) telur, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting. Konkret nya seperti itu," ujar dia.

Infografis penurunan angka stunting di Jawa Tengah yang berdasarkan perhitungan elektronik - Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM). (Sumber: Pemprov Jateng)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya