Respons Bos Open AI Sam Altman Saat Nadiem Makarim Tanya Soal Dampak AI Bagi Pendidikan

CEO OpenAI Sam Altman menjawab pertanyaan dari Mendikbudristek Nadiem Makarim, mengenai dampak AI terhadap bidang pendidikan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 14 Jun 2023, 15:34 WIB
Pendiri dan CEO OpenAI Sam Altman kunjungi Indonesia pada Selasa (14/6/2023). Ia juga menemui Mendikbudristek Nadiem Makarim (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Liputan6.com, Jakarta - CEO OpenAI Sam Altman mengatakan bahwa berubahnya dunia pendidikan sebagai dampak dari hadirnya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), adalah sebuah keniscayaan, di mana sektor ini harus bisa merangkul teknologi dan alat-alat yang ada.

Hal itu diungkapkan oleh Altman dalam kunjungannya di Indonesia, saat menanggapi pertanyaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.

Dalam pertanyaannya, Nadiem Makarim mengatakan bahwa, "AI akan mengubah perspektif tentang bagaimana mengevaluasi progres siswa."

"Edukasi akan jelas akan berubah secara dramatis," kata Sam Altman menjawab pertanyaan tersebut di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Menurut CEO OpenAI Sam Altman, berubahnya pendidikan sebagai dampak dari perkembangan teknologi sudah terjadi berkali-kali sebelumnya, dan setiap saat itu terjadi, selalu ada kekhawatiran dari orang-orang.

Altman mencontohkan, saat kemunculan kalkulator hingga mesin pencari atau search engine seperti Google, banyak artikel kala itu juga mengungkapkan kekhawatiran serupa, dengan kehadiran AI saat ini.

"Jawaban dari kedua kasus itu, dan banyak yang lain adalah, Anda merangkul teknologi itu," ujarnya. Menurutnya, dengan alat yang lebih baik, kemampuan, kreativitas, dan potensi manusia yang meningkat, ekspektasi pun juga akan meningkat.

"Dan Anda mengotomatisasi sebagian apa yang bisa dilakukan orang, dan biarkan mereka menggunakan kapasitas kognitif dan kemampuan kreatifnya untuk sesuatu yang baru, lebih kuat, lebih berdampak, dan berharga."

Sam Altman pun menyebut, di bidang pendidikan, potensi dari setiap siswa atau pelajar juga akan meningkat, tingkat belajar juga akan meningkat, dan ekspektasi pada mereka pun juga meningkat.


Ungkap ChatGPT Banyak Dilarang di Sekolah Saat Diluncurkan

Pendiri dan CEO OpenAI Sam Altman kunjungi Indonesia pada Selasa (14/6/2023). Ia juga menemui Mendikbudristek Nadiem Makarim (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Altman melanjutkan, proses-proses seperti menulis tangan masih sangat penting karena ini menjadi salah satu cara untuk mempelajari sebuah hal, serta mengungkapkan apa yang ada di pikiran.

"Namun kita mungkin akan melakukan evaluasi dalam cara yang berbeda, dan mungkin mengajari mereka cara yang berbeda, mengajari cara menghargai proses berpikir tentang ide-ide baru dengan alat yang baru, seperti beroperasi di tingkat yang lebih tinggi."

Lebih lanjut, ia menceritakan saat pertama kali ChatGPT rilis Amerika Serikat, banyak sekolah yang melarang penggunaannya.

Meski begitu, dengan cepat banyak guru yang mengakui bahwa mereka salah dan akan merangkulnya, bahkan mengembangkannya di dalam pembelajaran yang dilakukannya.

"Dan itu sangat berharga untuk banyak pelajar. Orang-orang yang mulai belajar saat ini, saya rasa akan jauh lebih mampu daripada kita semua, karena mereka belajar dengan alat yang baru, beginilah manusia membuat kemajuan."


Tentang OpenAI dan ChatGPT

Tampilan ChatGPT. (unsplash/Rolf van Root)

OpenAI sendiri didirikan pada Desember 2015 oleh beberapa nama terkenal di dunia teknologi, seperti Elon Musk, Greg Brockman, dan Sam Altman.

Kala itu, OpenAI bertujuan mengembangkan kecerdasan buatan yang ramah pada manusia dan mampu membantu menyelesaikan masalah kompleks.

Hasil buah pemikiran dan pengembangan tersebut adalah generative pre-trained transformer atau yang kita kenal sebagai ChatGPT saat ini.

Pada dasarnya, ChatGPT adalah chatbot model mesin pembelajaran yang telah dilatih untuk memahami bahasa manusia dan menghasilkan teks manusia terstruktur dan dapat dimengerti.

 


Cara Kerja ChatGPT

Ilustrasi ChatGPT, chatbot AI generatif yang mampu ciptakan malware canggih. (unsplash/Choong Deng Xiang)

ChatGPT menggunakan pendekatan deep learning untuk menghasilkan teks, dan bekerja dengan cara mempelajari pola bahasa manusia dari berbagai sumber data di internet, termasuk teks yang ada di situs web, buku, artikel, dan dokumen lainnya.

Setelah mempelajari pola bahasa manusia, chatbot ini dapat menghasilkan teks secara otomatis dengan cara memprediksi kata-kata berikutnya berdasarkan kata-kata sebelumnya dalam teks.

Dalam melatih kecerdasan buatan ini, tim pengembang mengambil banyak teks yang diambil dari internet, tapi pengumpulan itu tidak mendapat izin eksplisit dari penulis materi yang dipakai. Hal ini menimbulkan kontroversi, karena berpotensi melanggar hak cipta.

Infografis Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Pengganti BSNP (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya