Cara Penyandang Autisme Sembunyi dari Keadaan karena Tekanan Sosial

Apa itu autism masking yang kerap dilakukan penyandang autisme?

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 15 Jun 2023, 18:00 WIB
M. Rafi Athallah Irmawan (17) seorang remaja autis asal Cirebon menunjukkan kebolehannya melukis tema kereta api saat launching pameran lukisan di Stasiun Kejaksan. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Untuk penyandang spektrum autisme, tekanan sosial kerap kali tak tertahankan, apalagi dengan kondisi yang dialami.

Oleh sebab itu, tak jarang penyandang autisme “menyembunyikan” kondisi autisme yang dimiliki. Hal ini disebut juga dengan istilah autism masking, seperti melansir Ameri Disability.

Autism masking kerap digunakan oleh penyandang autisme untuk menyamarkan atau menekan ciri autisme tertentu.

Setiap orang dengan autisme bisa saja merasa tekanan untuk menyembunyikan kondisi, agar bisa beradaptasi dengan ekspektasi masyarakat. Namun, mengutip Psych Central, perilaku autism masking lebih sering dilakukan oleh penyandang autisme yang:

  1. Menyadari adanya stigma sosial atau harapan masyarakat dalam hubungan sosial.
  2. Memiliki pengalaman dengan intimidasi, bullying, atau penolakan dalam hubungan sosial.
  3. Memiliki tujuan atau intensi tertentu, seperti mendapatkan pekerjaan atau menjalani hubungan romantis.

Sering kali, perilaku autism masking dilakukan dengan beberapa cara tertentu, seperti menyamarkan kepekaan terhadap suara atau kesulitan sensorik lainnya.

Tak hanya itu, terkadang autism masking juga dilakukan menyembunyikan tantangan berkomunikasi dengan orang lain.

Beberapa pihak mengungkap bahwa autism masking memiliki manfaat yang menguntungkan bagi penyandang autisme. Misalnya, dapat mendatangkan kesempatan yang lebih baik untuk mereka.

Namun, Kepala Pemasaran di Autism Society of America, Kristyn Roth mengungkap, autism masking justru bisa menghalangi orang lain untuk benar-benar mengenal orang autisme apa adanya. 

“Hal ini juga dapat menyebabkan isolasi, kesepian yang mendalam, dan bahkan peningkatan risiko menyakiti diri sendiri pada orang dengan autisme,” katanya.

Faktanya, banyak studi penelitian menemukan bahaya dari autism masking, seperti stres dan kecemasan, depresi, kelelahan, kehilangan identitas, dan sebagainya.


Cara Mengetahui Seseorang Melakukan Autism Masking

Ilustrasi Pembelajaran Bersama Anak Autis. (Credit: pexels.com/pixabay

Perilaku autism masking bisa jadi sulit untuk dikenali. Sebab, perilaku ini memang bertujuan untuk berbaur dengan orang pada umumnya.

Autism masking mungkin menjadi lebih sulit dalam beberapa situasi. Dalam hal ini, dapat diperhatikan, terkadang percakapan tidak mengalir dengan lancar.

Tak hanya itu, orang dengan autisme mungkin lebih terlihat gelisah. Mereka juga lebih sulit mempertahankan kontak mata dalam percakapan yang lebih panjang.

Autism Masking Lebih Sering Dilakukan Wanita

Autisme sekitar empat kali lebih sering dialami oleh pria daripada wanita. Namun, ternyata autism masking lebih sering dilakukan oleh wanita.

Sebuah penelitian dari University of College London pada 2021 mengungkap, wanita dengan autisme lebih sering melakukan autism masking karena ekspektasi masyarakat yang lebih ditekankan pada wanita.

“Wanita dengan autisme cenderung lebih sadar akan lingkungan sosialnya, ini yang dapat menimbulkan perasaan tidak aman (insecure),” kata seorang perwakilan Autism Society.


Dampak dari Autism Masking

Ilustrasi autisme. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Tampaknya, ada manfaat jangka pendek dari autism masking, termasuk peningkatan penerimaan sosial dan berkurangnya stigma. Namun, autism masking juga memiliki risiko yang lebih berbahaya.

  • Kelelahan psikologis yang diakibatkan oleh menyembunyikan ciri-ciri autisme terus menerus.
  • Kesulitan mengatur emosi karena fokus yang intens dan proses berpikir yang diperlukan untuk melakukan autism masking.
  • Kehilangan identitas.
  • Masalah kesehatan mental. Sebuah penelitian tahun 2017 menunjukkan, autism masking untuk waktu yang lama dapat menyebabkan kecemasan, stres, dan depresi.

Cara Menangani Autism Masking

Gabriel Guerra yang menderita autisme parah dan cerebral palsy berpose di Rio de Janeiro, Brasil, 20 September 2021. Gabriel diberitahu pada usia dini bahwa dia tidak akan pernah bisa bergerak, tetapi ganja obat telah menghentikan kejangnya dan membuatnya bisa berjalan. (CARL DE SOUZA/AFP)

1. Mempraktikkan Penerimaan Diri

Seperti orang pada umumnya, penyandang autisme juga layak untuk diterima dan menerima diri sendiri, dengan keadaan yang sebenarnya. 

Untuk meningkatkan penerimaan diri, penting untuk menyadari kelebihan diri sendiri. Dengan begitu, kepercayaan diri otomatis akan meningkat. 

2. Buat Lingkaran Sosial dengan Penyandang Autisme Lainnya

Selain itu, menempatkan diri di sekitar orang autisme lainnya dapat membantu merasa diakui.

Ini dapat membantu membangun kepercayaan diri dan harga diri. Jadi, pertimbangkan untuk bergabung dengan grup pendukung secara daring atau tatap muka.

Namun, tampaknya lebih berguna untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental untuk menentukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan khusus penyandang autisme.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya