Jungkir Balik Brand Kecantikan Vegan Lokal Hindari Jebakan Sustainable Lipstick

Banyak brand kecantikan belakangan gencar mengklaim mendukung prinsip keberlanjutan alias sustainability, tetapi jika ditelisik lebih lanjut, komitmen mereka di lapangan masih dipertanyakan. Lalu, bagaimana dengan BASE, brand kecantikan lokal yang mengusung prinsip vegan dan clean beauty?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 14 Jun 2023, 19:17 WIB
Ratih Permata Sari, CPO dan co-founder BASE. (dok. BASE)

Liputan6.com, Jakarta - Idealisme kerap dianggap tak bisa selalu sejalan dengan realita. Kompromi pun kerap diambil sebagai jalan tengah. Namun, prinsip itu terkesan jauh dari BASE, brand kecantikan vegan lokal, yang fokus pada clean beauty dan semangat keberlanjutan lingkungan alias environmental sustainability.

"Banyak banget yang sekarang hanya sustainable lipstick. Ramai-ramai recycle, tapi sebenarnya hanya ngumpulin sampah doang," kata co-founder BASE, Ratih Permata Sari, dalam acara Media Talks & Gathering BASE yang diselenggarakan di Little Talks Urban Forest Cipete, Jakarta, Selasa, beberapa waktu lalu.

Bukan hal mudah mewujudkan misi mereka menjadi label kecantikan vegan lokal pertama sepenuhnya. Tapi, Ratih, rekannya Yaumi Fauziah Sugiharta, dan tim BASE meyakini bahwa usaha mereka bisa tetap berjalan beriringan dengan alam. Hal itu harus dimulai bersamaan antara penyediaan produk yang sesuai dan meningkatnya minat konsumen pada barang-barang ramah lingkungan.

"Kita punya kekuatan untuk speak up dan menyampaikan demand kepada pemerintah. Saat ini, kebijakan di Indonesia masih money-oriented [dan tidak terlalu memerhatikan alam]. Kita ingin meningkatkan awareness soal vegan dan sustainability (gaya hidup berkelanjutan) di Indonesia)," Ratih menekankan hal itu.

Sebagai produsen, BASE ingin berperan tidak hanya untuk memproduksi dan menjual barang, tetapi juga mengedukasi pasar. Semakin tinggi kesadaran konsumen atas pentingnya memilih produk yang ramah lingkungan, semakin besar pula kemampuan mengubah skena industri kecantikan, khususnya di Indonesia.

Ratih menuturkan langkah itu dimulai dengan menetapkan empat pilar pengembangan produk. Pertama adalah safety yang berarti dari sisi formulasi, produk mereka aman digunakan oleh konsumen dan lingkungan. Tapi, itu saja tak cukup sehingga membutuhkan pilar kedua, yakni efikasi. Hal itu dimaknai bahwa produk yang dihasilkan harus menghasilkan fungsi dan manfaat yang diharapkan dengan diperkuat bukti uji klinis. 

"Kita enggak mau jual janji, makanya kita lakukan uji klinis untuk membuktikan ingredient itu udah efektif atau belum," kata Ratih.


Sustainability dan Transparansi di Semua Lini Produksi dan Distribusi

Ratih Permata Sari, CPO dan co-founder BASE. (dok. BASE)

Selanjutnya, BASE menetapkan sustainability sebagai pilar ketiga. Ratih menuturkan, "Ketika menjalankan bisnis ini, kita komitmen jangan sampai ikut andil dalam kerusakan lingkungan. Sampah kimia dan fisik nyatanya dihasilkan paling banyak dari industri FMCG."

Prinsip keberlanjutan itu dipegang sejak menyeleksi bahan baku yang akan dipakai. Ratih menyebut pihaknya hanya memilih suplier yang memiliki sertifikasi dari ECOCERT, yakni lembaga yang mengeluarkan sertifikat yang menjamin bahwa kandungan yang digunakan memenuhi kriteria organik dan natural dengan praktik sustainability tinggi. Kalau pun memerlukan bahan kimia, pihaknya memilih yang berlabel hijau.

"Sekarang berjalan di seluruh Indonesia, cover sudah banyak banget," katanya.

Keberlanjutan juga diterapkan terkait pengurangan emisi karbon yang dihasilkan perusahaan. Bahkan kalau bisa, mereka menghindari emisi karbon dengan menggunakan bahan baku yang diproduksi secara berkelanjutan dan emisi karbon seminimal mungkin. Meski begitu, tak dinafikkan masih ada emisi karbon yang tak bisa dihindari mengingat sebagian besar produk dijajakan secara online.

"Pasti harus dikirim, ada transportasi yang harus digunakan. Kalau terlanjur, kita pakai carbon offset untuk hilangkan jejak karbonnya," tutur Ratih.

Pada tahun ini, tepatnya 3 Juni 2023, pihaknya menggandeng Indonesia Biru Foundation menanam 200 pohon mangrove di Lombok Barat sebagai bagian dari menghilangkan jejak karbon. Meski begitu, belum ada angka pasti berapa carbon offset yang sudah dilakukan oleh BASE sejak diluncurkan pada 2019.

Pilar terakhir yaitu transparansi. Ini terkait dengan informasi sumber bahan, kemurnian komposisi, serta prinsip dan proses pemasok dan produsen. "Misalnya kita pakai phytochemical dari apel. Sourcing apelnya gimana, pengolahan tanah sudah sustainable, atau harvesting-nya sudah fair belum," ia menjelaskan.


Menggunakan Bioteknologi dan Metode Ekstraksi

Salah satu produk andalan BASE, tabir surya. (dok. Instagram @itsmybase/https://www.instagram.com/p/CsDQKrvSOrD/?hl=en/Dinny Mutiah)

Ratih mengatakan proses produksi mereka menggunakan bioteknologi demi mendukung prinsip clean beauty yang diyakini. Clean beauty yang dimaksud BASE adalah mengedepankan keamanan dengan selektif memilih bahan baku. "Di BPOM ada seratus lebih bahan baku yang dilarang. Kalau refer BPOM Eropa, ada lebih dari 1000 yang dilarang. Ada irisannya yang sama dan berbeda. Kita selalu refer jurnal terbaru," cetusnya.

Tanaman dipilih sebagai bahan baku utama karena mengandung banyak nutrisi yang banyak sekali yang diserap dari tanah. Dari satu daun saja, kata Ratih, kandungan fitokimiawinya banyak sekali dan masing-masing memiliki manfaat ganda.

Ia mencontohkan produk sunscreen mereka yang menjadi salah satu produk andalan. Alih-alih hanya fokus pada satu bahan aktif yang dihasilkan dari senyawa kimia sintetis, pihaknya memanfaatkan ekstrak wortel. Di dalam sayuran itu terkandung lebih dari 30 fitokimia.

"Dari 30, kita fokus tiga di antaranya. Ada betakaroten yang helpful to enhance skin complexion. Terus, vitamin A yang enggak hanya bagus buat mata, tapi juga meningkatkan cell turn over rate. Vitamin A itu bahan dasar retinol. Ketiga, flavonoid berfungsi memperbaiki tekstur kulit," Ratih menerangkan seraya menambahkan pihaknya menggunakan metode ekstraksi dikombinasikan bioteknologi untuk mendapatkan hasil paling maksimal.

Setelah produk tabir surya jadi, pihaknya melakukan uji klinis untuk membuktikan efikasinya pada kulit manusia dan juga kondisi lingkungan. Jangan sampai tabir surya yang diproduksi malah menimbulkan kerusakan pada koral saat seseorang menyelam.

Karena itu, siklus perbaikan tidak pernah terputus. BASE membuka ruang bagi konsumen menilai produk mereka atau memberi saran atas produk mereka yang sudah eksis atau mengusulkan produk baru. Saat ini, BASE memiliki 22 SKU yang terdiri dari produk perawatan kulit dan kosmetik dekoratif.


Jalan Tengah Terkait Harga

Yaumi Fauziah Sugiharta, founder dan CEO BASE. (dok. BASE)

Ratih mengakui bahwa teknologi produksi yang diterapkan tak murah. Belum lagi bahan baku organik yang memakan biaya. Namun, hal itu tak bisa dikompromikan karena berkaitan dengan kualitas produk yang ditawarkan kepada konsumen.

Di sisi lain, ia menyadari bahwa mayoritas konsumen, khususnya di Indonesia, masih sensitif pada harga. Karena itu, menyiasatinya adalah dengan memodifikasi kemasan. Pihaknya juga aktif menggelar survei pasar untuk membantu menentukan posisi harga yang pas dengan target konsumen mereka.

"Kita kembali ke konsumen, mau produk apa dan berapa harga yang pantas didapatkan sehingga dapat titik tengah untuk kualitas yang efektif dan harga terjangkau untuk konsumen," sambung dia.

Yaumi Fauziah Sugiharta, founder dan CEO BASE mengakui meski terkesan mempersulit diri sendiri dengan standar yang dimiliki, ia percaya akan ada hasil dari usaha keras mereka. Sejauh ini, pengembangan produk terus berjalan dengan jenis yang terus berkembang, dari awalnya hanya skincare, menjadi kosmetik dekoratif. Mereka juga berencana masuk ke kategori wewangian.

"Terlihat persulit diri sendiri tapi kami ingin give the best," ucapnya.

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya