Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan penggunaan sistem pemilu proporsional tertutup di Pemilu 2024. Putusan terhadap uji materil sistem pemilu proporsional terbuka itu dibacakan hari ini, Kamis (15/6/2023).
Meski MK memutuskan menolak permohonan tersebut, ketua majelis hakim menyatakan terdapat perbedaan pendapat hakim atas kasus itu. Pendapat yang berbeda itu berasal dari Hakim Arief Hidayat.
Advertisement
Berdasarkan pernyataannya, Arief mengaku mengusulkan sistem pemilu proporsional terbuka terbatas.
Walau demikian, Arief Hidayat menolak bila disebut inkonsistensi karena melontarkan pendapat tersebut. Dia menuturkan, pokok yang ingin disampaikannya adalah agar sistem pemilu tersebut dapat memenuhi kebutuhan manusia dan mewujudkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang hidup.
“Perubahan sistem pemilu merupakan upaya agar hukum adapatif dan peka terhadap perkembangan zaman dan perubahan masyarakat,” jelas Arief Hidayat saat membacakan alasan dissenting opinion-nya di Gedung MK Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Menurut dia, usulannya didasari karena Indonesia bukanlah negara yang menganut tradisi hukum common law yang tunduk pada doktrin state decisis atau binding force presedent.
“Setelah lima kali penyelenggaraan pemilu, diperlukan evaluasi perbaikan dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah 4 kali diterapkan, yakni 2004, 2009, 2014 dan 2019,” hakim Mahkamah Konstitusi itu menutup.
Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). MK memutuskan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (15/6/2023).
MK menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Anwar.
Pada putusan Mahkamah Konstitusi ini, terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim konstitusi.
Advertisement
Soal Permohonan Uji Materil Sistem Pemilu
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap sejumlah pasal di UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Pemohon menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai diterapkan pada Pemilu 2024.
Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.
MK Bantah Putusan Bocor
Selanjutnya, sempat terdapat isu mengenai bocornya putusan MK terkait sistem pemilu.
Isu tersebut muncul ke permukaan akibat cuitan mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham) Denny Indrayana yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Atas dugaan tersebut, Fajar Laksono pun telah menyampaikan bantahan.
Advertisement