Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyelesaikan 101 perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan yang telah dinyatakan lengkap (P-21), sampai Juni 2023.
Perkara yang diselesaikan tersebut terdiri dari 79 Perkara Tindak Pidana Perbankan, 17 Perkara Tindak Pidana IKNB, dan 5 Perkara Tindak Pidana Pasar Modal.
Advertisement
Lembaga ini memang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai OJK.
Demikian disampaikan Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJKTongam L. Tobing dalam acara sosialisasi pencegahan tindak pidana sektor jasakeuangan di Medan, Kamis (15/6/2023).
Sosialisasi pencegahan tindak pidana di sektor jasa keuangan kepada pelaku usaha jasa keuangan dan asosiasi jasa keuangan dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman terhadap upaya pencegahan tindak pidana di sektor jasa keuangan oleh OJK.
Tongam menjelaskan, untuk semakin memperkuat kewenangan penyidikan dan guna membangun sistem peradilan pidana yang kredibel, saat ini OJK memiliki 10 Penyidik Polri dan 5 PPNS yang ditugaskan di OJK serta 5 penugasan Jaksa sebagai analis perkara.
Sebelumnya sosialisasi tindak pidana di sektor jasa keuangan digelar bersama Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Utara pada 14 Juni 2023 dan bersama Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Barat pada 20 Maret 2023.
Tongam menambahkan, pelaksanaan tugas Penyidikan OJK telah memperoleh penghargaan sebagai Penyidik Terbaik dari Bareskrim Polri pada 24 November 2022 lalu atas prestasi penegakan hukum di sektor jasa keuangan selama 2022.
OJK menjadi lembaga terbaik dalam penyelesaian kasus untuk kategori Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian/Lembaga.
Melalui langkah-langkah penguatan dan penegakan hukum tersebut, OJK optimis stabilitas sistem keuangan dapat terjaga khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.
Tantangan Terbesar Sektor Keuangan Menuju Indonesia Emas 2045
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan berbagai indikator sukses untuk menuju Indonesia Emas 2045. Salah satunya adalah di sektor keuangan yang harus semakin maju dan beragam.
"Jadi kalau mau bicara indikator sukses, Pada saat 2045 atau menuju 2045 sektor keuangan harus semakin advance, semakin dalam, makin likuid, makin diverse," kata Sri Mulyani dalam acara Sosialisasi UU PPSK di Brilian Club, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Jika melihat ke belakang, kata Sri Mulyani, banyak sekali Undang-Undang yang muncul karena krisis, dengan adanya krisis memaksakan pemerintah untuk merespons dengan perundangan baru.
Misalnya, pada tahun 1997-1998 merupakan krisis keuangan terbesar di Indonesia. Semenjak itu muncul Undang-Undang baru. Kemudian, Undang-undang perbankan diperbarui, karena pada saat itu yang terdampak paling besar adalah perbankan.
Selanjutnya, pada 2008-2009 terdapat krisis keuangan global yang juga berdampak kepada Indonesia, sehingga Pemerintah Indonesia merespon krisis tersebut dengan perbaikan undang-undang.
Advertisement
Saat Krisis....
Sama halnya ketika krisis akibat Pandemi. Pandemi memaksa masyarakat untuk menggunakan digital teknologi di bidang sektor keuangan.
"Waktu kita menghadapi pandemi kita merasakan bahwa sektor digital teknologi itu makin memberikan input yang sangat besar di bidang sektor keuangan," ujarnya.
Namun, dalam praktiknya masih banyak aturan yang tertinggal zaman dengan adanya perkembangan teknologi saat ini.
Sri Mulyani pun menyebut salah satu tantangan terbesar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 adalah sektor keuangan di Indonesia belum mampu berkembang dengan cepat dan masih sangat dangkal.
"Kita sampaikan ke presiden the biggest challenge untuk Indonesia maju menjadi Indonesia Emas. Sektor keuangan di Indonesia yang belum mampu berkembang secara cepat dan masih sangat dangkal. Banyak aturan yang sudah tertinggal zaman dengan adanya teknologi baru itu yang jadi pemikiran awal," pungkasnya.