Kisah Pejuang PKH yang Sukses Hidup Mandiri Usai Terima Bantuan Kemensos

Agalinda Seo dan Maximus Nahak (42) termasuk dalam daftar penerima bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2018 silam.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 16 Jun 2023, 11:11 WIB
Keluarga yang tinggal di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kupang Nusa Tenggara Timur ini termasuk dalam daftar penerima bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2018 silam. (Foto:Liputan6/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta Agalinda Seo (40) atau akrab disapa Linda berdiri di belakang etalase menunggu pembeli yang datang.

Pelbagai kebutuhan tersedia di warung miliknya dari kebutuhan pokok sampai makanan ringan atau snack. Produk-produk seperti minyak, gula, dan mie instan tersusun rapi di dalam lemari berbahan kayu.

Warung terletak di samping rumah. Dia dan suami, Maximus Nahak (42) serta dua anaknya tinggal di RT 03, RW 01 Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Keluarga ini termasuk dalam daftar penerima bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2018 silam.

"Bantuan berupa uang Rp 725 ribu tiap tiga bulan sekali," kata Linda saat ditemui, Jumat (16/6/2023).

Linda menggunakan sebagian uang untuk membayar keperluan sekolah, sisanya disisihkan untuk ditabung. Berkat bantuan dari pemerintah, Linda mengaku bebannya sedikit berkurang.

"Itu sangat meringankan sekali khususnya buat biaya sekolah anak," ujar Linda.

Seiring berjalannya waktu, biaya hidup keluarga semakin besar, sementara penghasilan suami tak menentu. Suami Linda, Maximus pekerja serabutan di hotel.

Dia dipanggil jika ada permintaan untuk mencuci atau masak. Sehingga, upah tergantung event yang diselenggarkaan di hotel-hotel daerah Kupang.

"Semakin banyak event, semakin banyak uang masuk. Tapi, paling sering di bawah Rp 1 juta pe rbulan," ujar Linda.

 


Terima Bantuan dari Kemensos Rp 10 Juta

Keluarga yang tinggal di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kupang Nusa Tenggara Timur ini termasuk dalam daftar penerima bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2018 silam. (Foto:Liputan6/Ady Anugrahadi)

Linda pun memutar otak mencari pemasukan tambahan. Bermodalkan uang Rp1,2 juta, dia memulai merintis usaha warung kecil-kecilan pada tahun 2020 silam.

"Itu modal kita sendiri," ujar dia.

Setahun berjalan, Dinas Sosial Provinsi NTT memberikan bantuan berupa uang tunai sebesar Rp10 juta. Uang itu dipakai untuk menambah pasokan barang-barang di warung.

Tak terasa, warung kini semakin besar. Bahkan, Linda mampu meraup penghasilan Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per-hari. Belum lagi, pendapatan dari jahit-menjahit pakaian.

Karenanya, Linda memutuskan untuk berhenti menerima bantuan PKH atau dikenal dengan nama graduasi. Bukan tanpa alasan, Linda merasa sebaiknya bantuan dialihkan ke orang lain yang lebih membutuhkan.

"Kehidupan sekarang jauh lebih baik. Saya mau kasih ke orang lain yang membutuhkan supaya mereka juga busa seperti saya," ujar Linda.

 


Pejuang PKH Lainnya yang Kini Sudah Bisa Hidup Mandiri

Sama halnya dengan Linda. Medi Wasti Maria Sau juga penerima bantuan PKH. Dia berjuang seorang diri menghidupi lima anaknya sejak ditinggal suaminya pada tahun 2015 lalu.

Selama itu, Medi menerima bantuan berupa uang tunai sejumlah Rp 7.880.000 yang dicairkan secara bertahap sejak 2018 silam. Adapun, uang diberikan empat kali dalam setahun. 

"Perbulannya tahap dapat Rp 1.970.000. Itu saya gunakan untuk kebutuhan anak sekolah, lunasi SPP dan sebagainya," ujar dia.

Berkat bantuan pemerintah, berhasil menyekolahkan tiga dari lima anaknya sampai ke jenjang srata satu dan diploma.

Kini, Medi memilih untuk berhenti menjadi penerima PKH. Pasalnya, ia mengaku sudah bisa hidup mandiri. "Sekarang penghasilan sudah jauh lebih baik. Anak-anak juga sudah pada besar-besar," ujar Medi

Infografis Cara Aman Pesan Makanan via Online dari Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya