Produksi Madu di Banyuwangi Terus Merosot, Terdampak Cuaca Tak Menentu dan Produk Palsu

Peternak madu Wongsorejo Banyuwangi, mengeluhkan terus merosotnya hasil panen madu mereka setiap tahunya. Bahkan tahun 2023 hasil panen mereka berada di posisi terendah yaitu hanya menghasilkan 200 kilogram madu per reetnya

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 16 Jun 2023, 22:11 WIB
Peternak madu Wongsorejo melakukan panen madu di kawasan hutan randu. (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Liputan6.com, Banyuwangi Peternak madu Wongsorejo Banyuwangi, mengeluhkan terus merosotnya hasil panen madu mereka setiap tahunnya. Bahkan 2023 hasil panen mereka berada di posisi terendah, hanya menghasilkan 200 kilogram madu per reetnya.

Founder Komunitas Beekeepeer’s Banyuwangi, salah satu komunitas Budidaya lebah madu Wongsorejo, Budi Amboyna mengatakan, pada panen madu pertama Juni ini, petarnak madu hanya bisa menghasilkan 200 kilogram, padahal pada tahun sebelumnya bisa menghasilkan madu sekali panen per reetnya mencapai 400 hingga 600 kilogram madu.

“Sekarang panen madu peternak sangat hancur, benar-benar hancur, kita panen ini ada di sekitaran 200 kilogram per reetnya, padahal sebelumnya ada di kisaran 400 kilogram. Semakin tahun semakin merosot,”ujar Budi, Jumat (16/6/2023).

Kata Budi, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi terus menurunnya hasil panen madu saat ini. Yang pertama yaitu akibat faktor alam yang cuacanya tidak menentu menjadi penyebab utama. Sedangkan yang kedua, yaitu kurangnya modal peternak, sehingga berdampak pada pemberian pakan yang berkurang. Dan yang terkahir, banyaknya muncul madu palsu.

“Alam faktor utama mempengaruhi menyusutnya hasil panen, namun pakan yang menyusut juga ikut andil. Untuk itu, kami saat ini masih kebingungan modal untuk meningkatkan  jumlah produksi madu kami. Karena kalau seperti ini, maka tidak menutup kemungkinan kami akan gulung tikar,” paparnya.

Ditambah lagi, kata Budi, terus munculnya peredaran madu palsu yang membanjiri pasaran. Sehingga madu palsu ini sangat merusak baik kualitas maupun harga madu di pasaran.

“Orang membeli madu asli Rp 200 ribu mikir bahkan tidak mau, karena apa, karena ada madu palsu yang lebih murah. Masyarakat tidak berfikir semua madu dianggap asli, padahal tidak, ini yang membuat kita terkadang kehabisan modal karena terpaksa madu kita harus lari ke tengkulak dengan harga yang lebih murah," jelasnya.

Sementara itu, salah seorang pembudidaya lebah madu asal Wongsorejo Zaini mengatakan, jadi pembudidaya lebah madu harus benar- benar siap dengan resiko dan kendalanya. Seperti di antaranya cuaca buruk yang mengakibatkan bunga bergururan. Hal itu membuat gagal panen madu.


Habiskan 12 Ton Gula

Proses panen madu di kawasan hutan randu Wongsorejo Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Selain itu dalam pembudidaya lebah juga terdapat musim paceklik atau tidak musim bunga, yang berlangsung selama 6 bulan. Dengan 220 kotak lebah, Zaini bisa menghabiskan 12 ton gula untuk 6 bulan, sebagai pengganti nektar lebah dari bunga.

“Biasanya saya memberikan makan dua hari sekali supaya mencegah ratu lebah kabur bila tidak diberi makan,” ucapnya.

Di Banyuwangi, terdapat beberapa musim bunga, di antaranya bunga Randu, Vernonia, Mangga, Karet, Kopi hingga Kesambi, yang menghasilkan varitas rasa madu yang berbeda-beda dengan musim mekar yang berurutan mulai Agustus hingga Desember.

Meskipun Banyuwangi menjadi salah satu kota penghasil madu terbesar di Jawa Timur, sayangnya, Banyuwangi tidak memiliki branding atas penghasil madunya.

 

Infografis 5 Khasiat Madu untuk Perawatan Kecantikan. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya