Kisah Perang Sawiq, Tatkala Pasukan Quraisy Kocar-kacir Diburu Ksatria Muslim

Perang Sawiq terjadi pada bulan Dzulhijah. Semula, kaum Quraisy berniat balas dendam atas kekalahan pada perang Badar. Namun, mereka justru tunggang langgang dikejar pasukan Islam

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jun 2023, 08:30 WIB
Ilustrasi - Pertempuran Islam vs Mongol (Istimewa-Cine Prime)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu peperangan yang penentu nasib kaum muslimin adalah perang Badar. Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan tahun 2 Hijriyah.

Kemenangan besar pasukan muslim membuat kabilah-kabilah di Jazirah Arab tak lagi memandang Islam sebelah mata. Mereka sadar bahwa muslim beranjak menjadi kelompok yang kuat.

Bagaimana tidak, dengan berkekuatan kurang dari sepertiga lawan, pasukan Islam memorakporandakan pasukan Quraisy.

Dalam perang tersebut, kaum Quraisy kehilangan 70 orang, sebagian besar pemuka. Sementara, hanya ada 16 anggota pasukan Islam yang gugur.

Kemenangan ini disambut gembira oleh umat Islam. Kepercayaan diri meningkat dan semangat juang makin berkorbar untuk membela agama Allah.

Di sisi lain, kekalahan yang diterima Quraisy bak jelaga hitam yang bikin malu para pemukanya. Alhasil, mereka dendam kesumat terhadap umat Islam.

Kobaran dendam orang-orang musyrik ini diabadikan dalam firman Allah swt berikut,

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقۡرَبَهُم مَّوَدَّةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّا نَصَٰرَىٰۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنۡهُمۡ قِسِّيسِينَ وَرُهۡبَانٗا وَأَنَّهُمۡ لَا يَسۡتَكۡبِرُونَ

Artinya, “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al-Maidah [5]: 82)

Segera saja, para pemuka Quraisy merencanakan balas dendam. Balas dendam tercepat adalah dengan mengirimkan pasukan untuk membumihanguskan Madinah.

Akhirnya, pecahlah perang Sawiq, yang justru makin mencoreng muka kaum Quraisy. Sebab, alih-alih memperoleh kemenangan gemilang dan membalas dendam, pasukan Quraisy justru tunggang langgang dikejar para ksatria muslim.

Berikut ini kisah perang yang terjadi pada bulan Dzulhijah, tahun 2 Hijriyah.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Perang Sawiq

Al-Khabab bin Al-Mundzir membawa Umat Islam memenangkan peperangan di Perang Badar.

 

Muhamad Abror, dalam ulasannya di NU Online berkisah, salah satu upaya balas dendam yang dilakukan kaum musyrik Makkah adalah dengan melakukan invasi militer jarak dua bulan setelah Perang Badar atau bertepatan bulan Dzulhijah tahun ke-2 Hijriah. Serangan yang dipimpin Abu Sufyan ini kemudian dikenal dengan Perang Sawiq.

Sebelum lebih jauh membahas bagaimana pertempuran ini terjadi, perlu penulis singgung terlebih dulu mengapa Abu Sufyan menjadi dalang utama Quraisy dalam invasi ini. Dikisahkan, sebelum terjadi Perang Badar, rombongan dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan sedang melakukan perjalanan pulang dari Syam ke Makkah. Melihat rombongan itu, Rasulullah mengutus Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid untuk melakukan penyelidikan.

Abu Sufyan yang salah paham mengira umat muslim akan memerangi mereka. Hingga akhirnya ia meminta bala bantuan dari Makkah dan nyata saja kaum Quraisy terprovokasi dengan mengirim sebanyak 1.300 tentara. Berawal dari kesalahpahaman inilah meletus Perang Badar.

Kekalahan kaum musyrik dalam Perang Badar kemudian membuat mereka meradang dan tentu salah satu orang yang paling marah akibat nasib sial ini adalah Abu Sufyan yang dulu menjadi penyebab meletusnya perang pertama umat muslim dan kaum musyrik dalam sejarah dakwah Rasulullah.

Dengan berbekal dendam kesumat, Abu Sufyan menyiapkan pasukan sebanyak 200 tentara untuk melancarkan invasi militer ke Madinah. Ia sendiri sempat bersumpah tidak akan sedikit pun membasahi rambutnya bahkan jika memiliki kewajiban mandi junub sekalipun sebelum bisa menyerang Rasulullah.

Dari jumlah tentara yang di bawah Abu Sufyan saja kita bisa menilai bahwa keputusannya untuk melancarkan serangan militer tidak dipersiapkan dengan matang. Karena hanya balas dendam yang sudah menguasai nafsunya. Logikanya, jika dulu saat Perang Badar dengan jumlah tentara 1.300 saja kalah, apalagi sekarang hanya 200 pasukan.

 


Strategi Konyol Abu Sufyan Berbuntut Malu

Artefak rumah kuno di Arab Saudi, diperkirakan dibangun pada zaman perang Badar. (Foto: Tangkapan Layar YT Aiman Mulyana)

Siasat perang yang dilakukan oleh Abu Sufyan adalah dengan merahasiakan kedatangannya ke Madinah, sehingga umat muslim tidak memiliki persiapan apapun untuk melakukan perlawanan. Bersama pasukannya, Abu Sufyan hanya berhenti di daerah Najib yang berjarak kurang lebih 12 mil dari Madinah.

Di daerah ini Abu Sufyan meminta untuk menginap di rumah Huyay bin Akhtab. Namun karena ketakutan, Huyay menolak persinggahannya.

Abu Sufyan pun mencari tempat peristirahatan lain hingga sampai di rumah Sallam bin Misykam, pemimpin Bani Nadzir. Di rumah itulah Abu Sufyan bersama tentaranya bisa singgah.

Dengan mengambil jarak aman demikian Abu Sufyan dan pasukannya belum diketahui keberadaannya sejauh ini. Abu Sufyan kemudian mengutus beberapa tentara untuk menyusup ke wilayah Al-Aridh, sebuah daerah di Madinah. Di daerah tersebut tentara melakukan kerusuhan dengan membakar kebun kurma dan membunuh orang Anshar serta rekannya yang mereka temui.

Kabar kerusuhan itu sampai ke telinga Rasulullah. Beliau pun segera mengutus tentara untuk melakukan pengejaran. Sayang, mereka sudah mengetahui informasi ini dan berhasil melarikan diri. Sebelum kabur, mereka sengaja meninggalkan bekal berupa sejumlah karung gandum agar tidak membebani saat lari.

Dalam bahasa Arab gandum disebut ‘Sawiq’ yang kemudian dijadikan nama peristiwa. Rasulullah membiarkan Abu Sufyan dan pasukannya kabur, sementara gandum-gandum yang mereka tinggalkan diangkut umat muslim sebagai harta rampasan perang (ghanîmah). (Ibnul Atsir, Al-Kâmil fit Târîkh, 1997: juz II, h. 32)

Tim Rembulan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya