Dampak Stres Terhadap Tubuh, Mulai dari Asma hingga Komplikasi Kehamilan

Stres yang berkelanjutan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari asma hingga komplikasi kehamilan.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jun 2023, 20:00 WIB
Ilustrasi depresi, stres, social anxiety disorder. (Photo by Liza Summer: https://www.pexels.com/photo/unrecognizable-upset-lady-embracing-knees-sitting-on-chair-6382642/)

Liputan6.com, Jakarta - Semua orang pasti pernah merasa stres, baik karena masalah pekerjaan, percintaan, maupun finansial. Stres merupakan reaksi emosional dan fisik seseorang terhadap tantangan atau tuntutan.

Stres jangka pendek atau akut seperti ketika Anda berdebat dengan seseorang atau menyelamatkan diri dari kebakaran dapat hilang dengan cepat.

Sebaliknya, stres kronis yang konstan dan berkelanjutan (selama beberapa minggu atau bahkan lebih lama) seperti ketika terlilit utang, membuat tubuh terus berada dalam keadaan waspada dan reaktif yang menyebabkan munculnya gejala baik secara fisik maupun psikologis.

Adapun berbagai dampak stres terhadap tubuh menurut Health, antara lain:

1. Asma

Stres dan emosi yang kuat dikenal sebagai pemicu asma. Jika Anda menderita asma, ada kemungkinan bahwa emosi dan stres yang dirasakan dapat memperburuk gejala. Ini karena stres memengaruhi pernapasan seseorang, baik penderita asma atau bukan.

Saat itu terjadi, cobalah praktikkan mindful breathing, berikut langkah-langkahnya:

  • Tarik napas melalui hidung dan hembuskan melalui mulut secara perlahan.
  • Tarik napas panjang (tujuh detik), tahan selama tujuh detik, dan hembuskan secara perlahan (tujuh detik).
  • Fokus pada pernapasan Anda, dan singkirkan pikiran-pikiran lain.
  • Ulangi sebanyak tiga kali.

2. Gangguan Sistem Pencernaan

Ketika Anda stres atau cemas, hormon yang dilepaskan dapat mengganggu sistem pencernaan dan menyebabkan sejumlah masalah gastrointestinal (GI), seperti sembelit, diare, gangguan pencernaan, hilangnya nafsu makan, mual, tukak lambung, kram perut, hingga sindrom iritasi usus besar (IBS).


3. Rambut Rontok

Ilustrasi asma. (Sumber Foto: Huffington Post/ Tom Merton via Getty Images)

Rambut rontok dapat terjadi akibat stres. Setelah stres mereda, rambut akan berhenti rontok. Meskipun demikian, butuh waktu antara enam hingga sembilan bulan agar rambut dapat tumbuh kembali ke volume normal.

Stres dan kecemasan juga dapat berkontribusi pada gangguan yang disebut trikotilomania, di mana seseorang menarik rambutnya berulang kali. Mereka yang memiliki kondisi ini mengaku merasa stres sebelum kemudian mulai mencabuti rambutnya.

4. Nafsu Makan Meningkat

Jika Anda mengalami stres singkat, ini mungkin tidak akan terjadi. Namun, jika Anda stres untuk waktu yang lama, tubuh memproduksi kortisol, hormon yang meningkatkan nafsu makan dan membuat Anda mengonsumsi banyak makanan tinggi gula dan lemak.

Mengonsumsi makanan yang tinggi gula dan lemak jenuh dapat menyebabkan penambahan berat badan. Selain itu, ketika Anda merasa sangat stres dan menghubungkan makanan dengan emosi positif, Anda mungkin makan lebih banyak dibanding saat tidak stres.

Kuncinya adalah mengetahui penyebab stres dan menyiapkan diri untuk kemungkinan stres yang muncul dalam situasi tertentu.

Anda bisa menyiapkan camilan sehat yang tinggi protein dan lemak sehat untuk dimakan saat stres agar terhindar dari camilan tinggi lemak jenuh dan gula. Olahraga juga dapat membantu mengendalikan stres.


5. Masalah Jantung

Sumber: Freepik

Respons kardiovaskular awal tubuh terhadap stres adalah peningkatan denyut jantung. Stres yang berkelanjutan meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, kolesterol tinggi, hingga serangan jantung.

Sebagai contoh, ada banyak orang yang stres akibat pekerjaan—10 hingga 40 persen orang mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaannya, dengan 33 persen di antaranya mengalami stres kronis yang parah.

Menurut Health, seseorang yang merasa stres akibat pekerjaan lebih mungkin terkena penyakit kardiovaskular.

Orang dengan pekerjaan yang menimbulkan stres tinggi memiliki risiko stroke 22 persen lebih tinggi daripada mereka yang pekerjaannya tidak terlalu membuat stres. Selain itu, orang mengalami stres ketika ia kurang memiliki kendali atas pekerjaannya dan seberapa keras ia dituntut untuk bekerja.


Stres dan Kesehatan Jantung

Ilustrasi stres, sedang dihadapi berbagai masalah hidup. (Photo created by @wavebreakmedia_micro on www.freepik.com)

Stres kronis dapat mengganggu kesehatan mental serta menyebabkan tekanan darah tinggi, yang keduanya merupakan faktor yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

Untuk menghindari masalah jantung yang berkaitan dengan stres, cobalah gaya hidup sehat dengan cara:

  • Tidak mengonsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) secara berlebihan
  • Konsumsi makanan nabati termasuk buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian
  • Berolahraga setidaknya 150 menit setiap minggu
  • Tidak merokok
  • Mengganti minuman manis dengan air mineral

Cobalah untuk mengurangi stres dengan mengidentifikasi sumber stres. Setelah itu, cari tahu cara apa yang bisa dilakukan untuk mengelolanya, baik mengambil cuti kerja atau menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga dan teman-teman.

6. Komplikasi Kehamilan

Stres juga dapat menyebabkan komplikasi kehamilan. Selama dan bahkan sebelum hamil, stres dan kecemasan yang dialami wanita dapat memengaruhi kehamilan. Jika stres tidak terkelola dengan baik, hal itu dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan:

  • Berat lahir rendah
  • Bayi lahir prematur
  • Postpartum depression.

 

(Adelina Wahyu Martanti)

Infografis 12 Cara Sehat Hadapi Stres Era Pandemi Covid-19 (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya