Liputan6.com, Jakarta - Pemahaman sebagian masyarakat bahwa wali Allah SWT itu adalah orang-orang yang memiliki kekhususan-kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang biasa pada umumnya.
Hal tersebut berupa hal-hal yang ajaib atau aneh bagi akal sehat, yang sering disebut oleh masyarakat sebagai karomah para wali. Sehingga hampir di setiap pelosok negeri kita ini memiliki walinya masing-masing.
Wali Allah merupakan istilah dalam khazanah Islam yang dipakai untuk menyebut utusan dan kekasih Allah. Misi yang diemban oleh Wali Allah adalah mengajak dan membimbing manusia untuk beriman kepada Allah SWT.
Baca Juga
Advertisement
Wali Allah yang paling utama adalah para nabi dan Rasul. Mereka selalu terjaga dari segala dosa dan kesalahan. Tingkatan wali setelah para Nabi dan Rasul yaitu para sahabat yang mengamalkan kitab dan sunnah.
Pada tingkat berikutnya, Wali Allah terdiri dari orang-orang terpilih yang lahir setelah zaman para sahabat Nabi hingga sekarang.
Simak Video Pilihan Ini:
Inilah Makna Wali
Dalam Muhammadiyah.or.id Kepala Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan Budi Jaya Putra menjelaskan bahwa cara menjadi Wali Allah telah termaktub dalam QS. Yunus ayat 62-63 yang berbunyi: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”
Ayat ini memberikan peringatan bahwa karakter para Wali tidak memiliki rasa khawatir dan tidak pula bersedih hati karena mereka senantiasa beriman dan bertakwa. Dengan demikian, cara menjadi Wali Allah adalah melakukan amalan-amalan pokok dan konsisten melaksanakan amalan-amalan sunnah.
Hadis Arbain urutan ke-38 disebutkan: Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang menyakiti waliku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain apa yang Aku wajibkan baginya. Hamba-Ku senantiasa mendekat diri kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku, pasti aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti aku lindungi.’” (HR. Bukhari).
Budi menambahkan, bahwa hadis di atas termasuk dalam kategori qudsi. Hadis qudsi ialah perkataan Rasulullah SAW yang disandarkan kepada Allah SWT. Hadis qudsi di atas telah dengan jelas menerangkan tentang siapa wali itu dan bagaimana cara menjadi wali.
Menurut Budi, Wali secara bahasa bermakna al-qarib atau dekat. Sehingga para Wali ialah mereka yang senantiasa dekat dengan Allah SWT. Mengutip Ibnu Taimiyah, Wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertakwa. Ulama lain mengatakan bahwa Wali ialah orang-orang yang beriman dan bertakwa selain Nabi. Sebagai seorang Wali, seluruh tubuhnya melambangkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
“Wali adalah setiap orang yang banyak melakukan perbuatan, di mana perbuatan itu sampai mendatangkan kecintaan Allah kepada dirinya. Wali itu dari sorot matanya, pendengarannya, kakinya, itu melambangkan bagaimana kecintaan seorang hamba kepada Allah,” terang anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini dalam kajian yang diselenggarakan Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan.
“Di sini kita mendapatkan hikmah bahwa untuk menjadi Wali Allah kita harus dekat dengan Allah, tidak cukup hanya mengaku beragama Islam, tapi juga rajin melakukan amalan-amalan sunnah. Jangan mudah mengaku Wali, jika kita masih jauh dari Ilahi,” kata Budi.
Penulis: Nugroho Purbo
Advertisement