Liputan6.com, Jakarta - Saat seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai dilakukan di Tanah Suci, Mekkah, Arab Saudi, maka semua larangan yang mengikat pun sudah gugur. Para jemaah haji yang berangkat bersama pasangannya, suami atau istri boleh melaksanakan kebutuhan dasarnya.
Para jemaah haji berada di Mekkah selama beberapa pekan dan bahkan bisa sampai sebulan. Tentu wajar saja, khususnya pasangan suami istri, apabila ingin melakukan hubungan.
Advertisement
Masalahnya, tak ada ruangan khusus yang disediakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) bagi pasutri yang ingin melakukan hajatnya. Hal itu membuat sejumlah pasutri jemaah haji berusaha mencari kamar barokah seusai menjalani ibadah haji.
Kamar Barokah menjadi istilah yang paling banyak dibicarakan oleh jemaah haji sesudah mereka melakukan tahalul atau potong rambut yang menandakan proses ritual ibadah haji tuntas atau selesai. Melansir laman NU Online, Minggu, 18 Juni 2023, Kamar Barokah adalah tempat dimana pasangan suami-istri melepaskan hasrat biologisnya setelah sekian lama tertahan karena larangan-larangan yang berlaku selama ihram.
Hubungan suami isteri yang tadinya haram, kini menjadi halal. Meski sudah dibolehkan, untuk melaksanakannya tidak mudah. Mendapatkan Kamar Barokah bukan perkara enteng. Selama ini, satu kamar di pemondokan biasanya diisi oleh lima sampai delapan orang atau kalau berpasangan diisi oleh tiga sampai empat pasang suami-isteri. Tidak ada privasi
Pihak pengelola Maktab tidak menyediakan fasilitas khusus soal ini. Padahal kebutuhan biologis ini, menurut Panitia Haji Indonesia sangat manusiawi.
Minta Bantuan Penghuni Kamar
Kabarnya, pernah ada seorang jemaah haji asal Bandung, Jawa Barat, sampai stres akibat menahan hasrat. Istrinya yang paham betul gelagat suaminya itu akhirnya dengan malu hati menghubungi ketua regu. Ia meminta bantuan agar bagaimana penghuni kamar lainnya bisa keluar barang sejam dua jam dan membiarkan pasangan itu berduaan di kamar.
Untungnya, sang ketua regu dengan arif dan bijaksana menyampaikan kepada penghuni lain agar membiarkan wanita itu "mengobati dan menyembuhkan" suaminya yang sakit.
"Silahkan bapak ibu berangkat ke Masjidil Haram untuk itikaf atau pergi belanja ke Pasar Seng. Mohon jangan kembali minimal dua jam agar si bapak yang sakit bisa tidur tanpa ganggungan," begitu bujuk si kepala regu sebagaimana dituturkan seorang pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
Peluang ini dimanfaatkan oleh para mukimin Indonesia di Mekkah seperti pemilik warung makan, pengemudi atau tenaga kerja musiman yang disebut Temus. Suhanda, seorang pemilik warung bakso di kawasan Bahutmah, terang-terangan menyewakan Kamar Barokah dengan memasang iklan di warungnya.
Advertisement
Kamar Kos dan Hotel
Untuk mencari tambahan penghasilan, para Temus biasanya menyewakan rumahnya atau kamar kos mereka untuk dijadikan Kamar Barokah. "Ini bisnis setahun sekali. Selain dapat uang, saya juga dapat pahala karena menyediakan tempat bagi pasangan suami isteri untuk `berbarokah? di rumah kami," ujar Ahmaddun, tenaga musiman asal Sumenep.
Selain menyewa tempat kos atau rumah mukimin, jemaah haji yang punya uang lebih bisa langsung mencari kamar di hotel-hotel berbintang yang banyak bertebaran di sekitar Masjidil Haram. Oleh karena tidak ada pengaturan khusus mengenai fasilitas pelepas rindu ini, tidak semua pasutri jemaah haji bisa mengambil "barokah" atau "sunnah nabi malam Jumat".
Seorang jemaah haji asal Jambi mengusulkan agar di setiap maktab dan pemondokan disediakan fasilitas Kamar Barokah gratis bagi jemaah. Selama ini, pemerintah belum memikirkan menyediakan Kamar Barokah. Namun pemerintah sampai saat ini memang belum memikirkan menyediakan Kamar Barokah.
Kesepakatan dengan Teman Sekamar
Pemahaman pemerintah selama ini adalah, jemaah datang ke Tanah Suci tujuannya adalah untuk ibadah haji, bukan untuk jalan-jalan atau tamasya maupun kegiatan lain di luar ibadah. Seorang pejabat Kementerian Agama, punya ide kreatif dan jitu. Ia mengusulkan agar diadakan kesepakatan dengan teman-teman sekamar. Lalu dibuat perjanjian dengan pasutri lainnya bahwa pada jam-jam tertentu kamar dikosongkan dan penghuninya digilir.
"Dalam terminologi agamanya itu disebut `ijma tsukuti`, atau kesepakatan diam-diam. Tahu sama tahulah," katanya. Kesepakatan diam-diam itu misalnya, hari ini pasangan A, besok pasangan B, besoknya lagi pasangan C dan seterusnya.
Perjanjiannya harus jelas, pada jam-jam yang telah disepakati, misalkan jam 8-9 pagi kamar harus kosong kecuali sepasang pasutri yang mendapat giliran. Kunci kamar dan jadwal dipegang oleh ketua regu.
Kalau kamar sedang terisi, diberi kode khusus, misalnya di depan pintu kamar ditaruh sandal dua pasang. "Kalau di hotel mudah, tinggal dipasang tanda `Do not disturb". Di pemondokan cukup ditaruh sandal dua pasang, artinya didalam ada yang sedang mengambil barokah,” terangnya.
Advertisement