Liputan6.com, Jakarta Komisi IX DPR RI dan Pemerintah pada rapat kerja hari ini, Senin, 19 Juni 2023 di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta sepakat membawa RUU Kesehatan ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Meski begitu, Organisasi Profesi Kesehatan tetap menolak regulasi itu disahkan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohamad Adib Khumaidi menegaskan, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law yang kini masuk ke dalam Pembahasan Tingkat II dan segera dibawa ke paripurna tidak membuat Organisasi Profesi mundur.
Advertisement
Lima Organisasi Profesi, yakni PB IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan terus menyuarakan setop pembahasan RUU Kesehatan.
"Kami dari 5 Organisasi Profesi tetap menyatakan,walaupun ini sudah akhir di dalam Pembahasan di Tingkat I dan akan segera masuk dalam Pembahasan Tingkat II, maka kami tetap meminta untuk meninjau kembali dan setop pembahasan, tidak dilanjutkan kembali di Tingkat II," tegas Adib saat ditemui Health Liputan6.com di Kantor PB IDI Jakarta, Senin (19/6/2023).
Isu Krusial Banyak yang Belum Masuk
Selanjutnya, apabila Pembahasan di Tingkat II berlanjut, Adib menekankan banyak isu krusial kesehatan yang belum masuk ke dalam RUU Kesehatan.
"Dan kalau pun nanti ada (RUU Kesehatan) Pembahasan di Tingkat II, kami melihat bahwa dinamika yang terjadi saat ini, baik kami di lingkungan profesi maupun di masyarakat, banyak isu krusial kesehatan juga yang belum masuk secara substansi," jelasnya.
Masalah Aborsi sampai Mandatory Spending
Adib Khumaidi menyebut beberapa isu krusial kesehatan yang masih perlu dibahas lebih dalam di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
"Maka, kami tentunya akan menyampaikan juga apa yang yang kemudian menjadi permasalah krusial di masyarakat. Ini berkaitan dengan masalah aborsi, berkaitan juga dengan masalah data, masalah data genetik, dan juga mandatory pending -- besaran anggaran kesehatan -- yang dihilangkan di dalam RUU ini," ucapnya.
Harapan Tidak Disahkan
Sejumlah isu krusial di atas diharapkan Adib dapat membuat RUU Kesehatan tidak disahkan.
"Kami berharap ini (RUU) benar-benar tidak dilanjutkan ke Pembahasan Tingkat II ataupun tidak menjadi disahkan," pungkasnya.
Advertisement
7 Fraksi Setujui RUU Kesehatan
Pada rapat kerja hari ini, sebanyak 7 Fraksi di Komisi IX DPR RI menyetujui RUU Kesehatan, sedangkan Demokrat dan PKS menolak RUU itu dibawa ke paripurna.
Rapat digelar di Ruang Komisi IX DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh dan dihadiri langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej atau Eddy Hiariej.
Kemudian hadir Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Wamenkeu Suahasil Nazara, hingga Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam.
"Yang menolak dua fraksi, yakni Fraksi Demokrat dan PKS. Jadi yang akan menandatangani 7 fraksi," kata Nihayatul.
Naskah RUU Dibawa ke Rapat Paripurna
Lalu, masing-masing fraksi menyampaikan pandangan mereka ke Pemerintah. Nihayatul meminta persetujuan agar naskah RUU Kesehatan dibawa ke rapat paripurna terdekat.
"Apakah naskah RUU ini disepakati untuk ditindaklanjuti pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna?" katanya dan dijawab 'setuju' oleh anggota DPR.
"Semoga naskah RUU ini bisa segera dibawa ke rapat paripurna besok tanggal 20 Juni 2023 dan disahkan untuk menjadi undang-undang," imbuh Nihayatul.
Pembahasan RUU Kesehatan Terlalu Terburu-buru
Fraksi Demokrat dan PKS menolak RUU Kesehatan ini dibawa ke paripurna. Demokrat menilai pembahasan RUU ini terlalu terburu-buru.
"Dalam pembahasan RUU kesehatan ada sejumlah persoalan mendasar. Demokrat mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan di luar gaji dan PPI tapi tidak disetujui, pemerintah justru memilih mandatory spending dihapus," kata anggota Komisi IX Fraksi Demokrat, Aliyah Mustika Ilham.
Aliyah menyebut ketetapan untuk dokter asing sebaiknya mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Ia berharap tenaga medis di Indonesia mendapatkan kesempatan yang setara.
"Demokrat dukung kehadiran dokter asing tapi tetap mengedepankan bahwa seluruh dokter lulusan Indonesia atau luar negeri diberikan pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara dalam kembangkan karier. Dokter asing harus tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku," katanya.
"RUU kurang beri ruang pembahasan yang panjang dan terkesan terburu-buru. Maka dengan ini Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi UU."
Jangan Sampai Timbulkan Polemik
Sementara anggota Komisi IX Fraksi PKS Netty Ptasetiyani mengingatkan, jangan sampai RUU ini menjadi undang-undang tapi menimbulkan polemik di masyarakat.
"Jangan sampai UU yang baru diundangkan diuji ke MK atau menimbulkan polemik seperti UU Cipta Kerja. Pembahasan RUU relatif cepat, diperlukan waktu lebih panjang agar mendalam dan kaya masukan. Menimbang beberapa hal, PKS menolak RUU Kesehatan dilanjutkan pada tahap selanjutnya," tuturnya.
Advertisement