Liputan6.com, Jakarta - Pakar ilmu dan teknologi pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Purwiyatno Hariyadi mengatakan bahwa proses mengubah susu cair menjadi susu bubuk dapat mengurangi nilai gizinya.
“Kalau susu cairnya banyak kemudian dibuat susu bubuk mungkin enggak apa-apa, tapi kalau susu cairnya terbatas, sayang sebetulnya dibikin susu bubuk,” kata Purwiyatno dalam peringatan Hari Keamanan Pangan Sedunia bersama Nestle, Senin (19/6/2023).
Advertisement
“Apakah zat gizinya berkurang? Jawabannya, ya, tetapi ada keuntungan yang lain juga sih. Misalnya, lebih ringan, lebih mudah di-handle, lebih tahan lama dan seterusnya. Teknologi memang selalu seperti itu, ada cost dan benefit. Kalau memang dirasa banyak benefit-nya ya lakukan,” tambah Purwiyatno.
Dia menambahkan, jika jumlah susu cairnya berlebihan maka boleh diolah menjadi bubuk, tapi jika tidak, maka cara lain menjadi lebih baik untuk dipilih. Misalnya, dipasteurisasi atau disterilkan.
“Sayang (kalau dibuat bubuk), lebih baik dengan pasteurisasi atau bisa juga sterilisasi, itu sih pandangan saya.”
Menyiasati Gizi Susu yang Hilang
Dalam kesempatan yang sama, Corporate Nutritionist Nestle Indonesia Eka Herdiana memberi penjelasan soal cara menyiasati hilangnya kandungan gizi susu selama proses pembubukan.
Menurutnya, setiap proses pasti memicu kehilangan zat gizi, maka dari itu perlu ada kompensasi.
“Setiap proses pasti ada kehilangan zat gizi, apalagi kita tahu zat gizi itu sensitif terhadap suhu. Untuk itu kami melakukan fortifikasi. Jadi, fortifikasi itu melakukan penambahan zat gizi secara sengaja yang bertujuan untuk bisa memenuhi kebutuhan atau kriteria dari produk pangan,” kata Eka.
Kesadaran Soal Keamanan Pangan
Diskusi soal susu dan produk makanan lainnya dilakukan sekaligus memperingati Hari Keamanan Pangan Sedunia atau World Food Safety Day (WFSD) yang jatuh setiap 7 Juni.
Menurut Purwiyatno, keamanan pangan adalah suatu kondisi dari produk pangan dan upaya-upaya memproses pangan supaya aman.
“Aman itu apa? Aman itu ada dua hal, yang pertama adalah memastikan bahwa pangan yang kita konsumsi itu tidak mengganggu, merugikan, dan mencederai kesehatan,” jelas Purwiyatno.
“Yang kedua adalah kondisi-kondisi apa yang perlu diupayakan supaya tujuan untuk tidak mencederai kesehatan itu bisa tercapai,” tambahnya.
Advertisement
Produk Pangan Perlu Memperhatikan Nilai Gizi, Kesehatan, dan Keafiatan
Untuk itu, lanjutnya, sebuah produk perlu memiliki ketertarikan tinggi pada isu gizi, kesehatan, dan keafiatan.
“Pangan yang diproduksi sesuai dengan budaya, agama, dan kepercayaan masyarakat. Itulah yang berhubungan dengan keafiatan. Jadi aman itu ada dua, aman yang berhubungan dengan jasmani dan aman yang berhubungan dengan rohani,” kata Purwiyatno.
Lantas mengapa perlu ada Hari Keamanan Pangan?
Menjawab hal ini, Purwiyatno memberi penjelasan. Menurutnya, keamanan pangan sudah lama menjadi pembicaraan dan bahkan dikatakan sebagai suatu prasyarat.
“Jadi sebelum bicara yang lain, seharusnya bicara dulu keamanan. Food and Agricultural Organization (FAO) bilang ‘If it isn't safe, it isn't food’. Jadi pertama dan utama itu harus aman dulu baru bicara yang lain-lain termasuk bicara gizi, mutu, apalagi rasa dan seterusnya,” jelas Vice Chair Codex Alimentarius Commission 2017-2021 itu.
Tujuan Hari Keamanan Pangan Sedunia
Purwiyatno juga menerangkan, pada pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2017, Codex Alimentarius Commission menyerukan perlunya ada Hari Keamanan Pangan Sedunia.
Peringatan hari ini berfungsi untuk mengingatkan dan menarik perhatian bahwa keamanan pangan itu menjadi prasyarat yang mendasar dan yang pertama kali harus diingat jika bicara soal pangan.
“Di samping itu juga, untuk menginspirasi banyak orang untuk identifikasi bahaya dan risiko apa saja yang bisa timbul, kemudian mencegahnya dari awal produksi, distribusi, dan memastikan bahwa pangan itu tetap aman.”
Dengan kata lain, Hari Pangan Sedunia diperingati guna menggugah kesadaran bahwa keamanan pangan itu penting.
Advertisement