Pengamat Kritik Aturan Buat SIM: Hanya Perbanyak Pos dan Legalkan Pungli dengan Perantara Pihak Ketiga

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi aturan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) untuk kendaraan bermotor perseorangan dan angkutan umum wajib menyertakan sertifikat mengemudi.

oleh Jonathan Pandapotan Purba diperbarui 20 Jun 2023, 07:05 WIB
Warga mengikuti uji praktik saat membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) di Satlantas Polresta Depok, Senin (1/7/2019) (Liputan6.com/ImmanuelAntonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi aturan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) untuk kendaraan bermotor perseorangan dan angkutan umum wajib menyertakan sertifikat mengemudi.

“Ini sekilas adalah langkah bagus. Tapi kalau tidak dicermati hanya akan memperbanyak pos dan melegalkan pungli (pungutan liar) dengan perantara pihak ketiga,” ujar Bambang seperti dilansir Antara.

Menurut Bambang, yang menjadi persoalan adanya aturan tersebut adalah siapa yang memberikan izin kepada lembaga kursus mengemudi yang mengeluarkan sertifikat.

"Izin tersebut tentunya tidak gratis, sehingga lagi-lagi persoalan ini bermuara kepada kepolisian. Publik akan dikenakan biaya tambahan khusus yang tentu tidak murah, selain biaya SIM,” ujarnya.

Bambang pun mengingatkan bahwa semua pungutan pada masyarakat harus melalui kesepakatan pemerintah dan DPR RI. Kepolisian tidak bisa membuat syarat layanan publik degan memungut biaya sendiri tanpa landasan aturan terkait pungutan biaya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PMBP), kata Bambang, dalam beleid itu disebutkan bahwa segala pungutan yang dibebankan kepada rakyat harus seizin Dewan Perwakilan Rakyat.

“Kalau prasyarat sertifikat mengemudi itu tetap dipaksakan, harusnya publik mendapat kompensasi dengan menggratiskan biaya SIM,” kata Bambang.


Bukan Aturan Baru

Pada kesempatan terpisah, Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus mengatakan syarat pembuatan SIM wajib sertifikasi pengemudi sudah ada sejak lama, hanya saja penerapannya belum berjalan.

Aturan itu, kata dia, didasari oleh proses pembuatan SIM di Indonesia yang terbilang mudah dan murah, padahal dampak kecelakaan di jalanan cukup tinggi.

“Di Indonesia Rp100 ribu bisa dapat SIM, padahal harus diketahui dampak kecelakaan di jalan itu Indonesia tinggi angka kematian,” kata Yusri.

Mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu menyebut tarif pembuatan SIM di Indonesia, yakni Rp50 ribu untuk kategori SIM D dan D I, dan Rp100 ribu untuk C, C I, C II.

Sedangkan SIM A, B I, dan B II sebesar Rp120 ribu, dan khusus SIM Internasional lebih mahal mencapai Rp 250 ribu.

Yusri menekankan penyertaan sertifikat mengemudi dalam aturan permohonan SIM bukanlah kebijakan baru, melainkan aturan lama yang baru akan diaktifkan.

“Sudah lama (aturan itu), sebelum ada Perpol 05 juga sudah dinyatakan, iya,” katanya.

Ia menjelaskan aturan menyertakan sertifikat mengemudi dalam permohonan SIM itu terlampir dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 5 Tahun 2021 tentang penerbitan dan penandaan SIM, pada Pasal 9 huruf a poin nomor 3.

Poin nomor 3a itu berbunyi, yakni melampirkan fotokopi sertifikat pendidikan dan pelatihan mengemudi yang asli yang dikeluarkan oleh sekolah mengemudi yang terakreditasi, paling lama enam bulan sejak tanggal diterbitkan.

Infografis Rompi Oranye Rafael Alun Jadi Tersangka & Tahanan KPK (Liputan6.com/Triyasni)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya