Liputan6.com, Jakarta - Tidak dapat dipungkiri, saat ini kendaraan listrik (EV) sudah mulai merajai industri otomotif di berbagai negara. Salah satu contoh jelasnya adalah China.
Hingga kini, Negeri Tirai Bambu masih berada di peringkat nomor satu dalam penjualan new energy vehicles (NEVs). Meskipun begitu, China bukanlah satu-satunya negara yang populasi kendaraan listriknya sedang melonjak.
Advertisement
Kini pasar kendaraan listrik Amerika Serikat juga sedang naik daun. Bahkan, Negeri Paman Sam telah berhasil melewati Jerman sebagai sebagai negara dengan pasar mobil listrik terbesar kedua di dunia
Menariknya, walau penjualan EV di Amerika sedang mengalami perkembangan yang sangat positif, Ketua Eksekutif Ford Motor Company, Bill Ford Jr mengatakan AS belum siap untuk bersaing dengan China dalam produksi kendaraan listrik.
"Mereka (China) berkembang sangat cepat, dan mereka telah mengembangkannya dalam skala besar, dan sekarang mereka mengekspor," tutur Ford dikutip dari fortune.
Pasalnya, untuk saat ini, Ford memang masih bergantung pada China dalam memproduksi baterai kendaraan listrik.
Bahkan menurut informasi yang beredar, sejumlah anggota Dewan Perwakilan AS akan mendesak CEO Ford untuk mengurangi ketergantungan mereka pada suku cadang mobil China.
Ford mengumumkan rencana investasi 3,5 miliar dolar AS untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Michigan. Dalam kesepakatan itu, mereka melibatkan penggunaan teknologi dari perusahaan baterai China.
Menanggapi hal tersebut, Ford mengumumkan rencana investasi 3,5 miliar dolar AS untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Michigan.
Ambil Langkah Konkrit
Program tersebut diharapkan dapat menjadi kesempatan bagi para insinyur Ford untuk mempelajari teknologi suku cadang kendaraan listrik sehingga dapat produksi.
"Sangat penting bahwa teknisi kami mendapatkan pengetahuan itu sehingga kami akhirnya dapat melakukannya sendiri," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Transportasi AS Pete Buttigieg mengatakan bahwa AS harus mengambil langkah-langkah untuk mengurangi keunggulan China dalam baterai EV.
"AS harus memiliki pendekatan yang masuk akal secara ekonomi, secara lingkungan, dan stabilitas geopolitik dan memikirkan bagaimana kita akan mendapat elemen-elemen yang sangat penting ini dalam ekonomi kita," ucap Buttigieg, dikutip dari Bloomberg.
Advertisement