Liputan6.com, Jakarta - Seperti diketahui, sholat merupakan amalan utama umat Muslim. Ibadah ini harus dijaga betul-betul, karena tingginya kedudukan ibadah ini.
Jika seseorang meninggalkan ibadah ini sungguh berat konsekuensinya. Bahkan ketika sedang sakit sekalipun tetap diperintahkan sholat sesuai kemampuan.
Sholat merupakan perkara yang akan dihisab pertama kali di hari kiamat dari Abu Hurairah RA, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ أولَ ما يُحاسَبُ به العبدُ يومَ القيامةِ من عملِه صلاتُه ، فإن صَلُحَتْ فقد أَفْلَحَ وأَنْجَح ، وإن فَسَدَتْ فقد خاب وخَسِرَ ، فإن انْتَقَص من فريضتِه شيئًا ، قال الربُّ تبارك وتعالى : انْظُروا هل لعَبْدِي من تَطَوُّعٍ فيُكَمِّلُ بها ما انتَقَص من الفريضةِ ، ثم يكونُ سائرُ عملِه على ذلك
“Amalan pertama yang akan dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah sholatnya. Jika sholatnya baik, maka ia akan beruntung dan selamat. Jika sholatnya rusak, maka ia akan merugi dan binasa. Jika ada sholat fardhunya yang kurang, maka Allah tabaraka wa ta’ala akan berkata: lihatlah apakah hamba-Ku ini memiliki amalan sholat sunnah? Kemudian disempurnakanlah yang kurang dari sholat fardhunya. Dan ini berlaku pada seluruh amalan lainnya” (HR. At Tirmidzi no. 413, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Baca Juga
Advertisement
Sholat juga salah satu dari rukun Islam. Dari Ibnu Umar radhiallahu’amhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
بُنِيَ الإسْلامُ علَى خَمْسٍ، شَهادَةِ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسولُهُ، وإقامِ الصَّلاةِ، وإيتاءِ الزَّكاةِ، وحَجِّ البَيْتِ، وصَوْمِ رَمَضانَ
“Islam dibangun di atas 5 perkara: bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan” (HR. Bukhari no.8, Muslim no. 16).
Simak Video Pilihan Ini:
Hukum Meninggalkan Sholat
Ada orang yang meninggalkan sholat karena berkeyakinan sholat 5 waktu itu tidak wajib, maka ia keluar dari Islam. Ini adalah ijma ulama tidak ada khilafiyah di antara mereka. Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan:
إذا ترَك الصلاةَ جاحدًا لوجوبها، أو جَحَدَ وجوبَها ولم يتركْ فِعلَها في الصورة، فهو كافرٌ مرتدٌّ بإجماعِ المسلمين
“Jika seseorang meninggalkan sholat karena mengingkari wajibnya sholat, atau ia mengingkari wajibnya sholat walaupun tidak meninggalkan sholat, maka ia kafir murtad dari agama Islam berdasarkan ijma ulama kaum Muslimin” (Al Majmu’, 3/14).
Sedangkan orang yang meninggalkan sholat bukan karena mengingkari wajibnya, namun karena malas dan meremehkan. Madzhab Hambali berpendapat kafirnya orang yang meninggalkan sholat. Demikian juga salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i dan Maliki. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
Mengutip Nu.or.id, berkurban adalah salah satu ibadah penting dalam agama Islam yang dilakukan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Setiap tahunnya, umat Muslim merayakan Hari Raya Idul Adha dengan berkurban sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Berkurban memiliki banyak faedah dan hikmah yang dapat diambil oleh para pelaku ibadah ini.
Dalam Islam, berkurban adalah ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada umat Muslim. Melalui ibadah ini, umat Muslim berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menaati perintah-Nya. Berkurban merupakan bentuk penghormatan dan ketaatan kepada Sang Pencipta, yang menunjukkan kesediaan untuk mengorbankan harta dan binatang yang dimiliki.
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin."
Di sisi lain, salah satu faedah penting dari berkurban adalah mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS. Dalam sejarah agama Islam, Nabi Ibrahim AS merupakan sosok yang sangat patuh kepada perintah Allah SWT. Ia bersedia mengorbankan anaknya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk pengabdian dan ujian dari Allah SWT. Namun, Allah SWT menggantikan Nabi Ismail AS dengan seekor domba sebagai korban. Melalui berkurban, umat Muslim mengikuti jejak kesabaran dan kepatuhan Nabi Ibrahim AS.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
"Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Selanjutnya, berkurban juga memiliki faedah dalam memperkuat rasa kepedulian sosial. Ketika berkurban, umat Muslim diwajibkan untuk membagi daging hasil kurban kepada fakir miskin, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan.
Hal ini bertujuan untuk meringankan beban mereka dan menunjukkan rasa empati serta persaudaraan antar sesama umat Muslim. Dengan berbagi rezeki, ikatan sosial di antara umat Muslim semakin erat dan solid. Simak penjelasan Syekh Muhammad al-Ghazi dalam kitab Fath al-Qarib [Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2005] halaman, 311];
بِضَمِّ الْهَمْزَةِ فِي الْاَشْهَرِ, وَهِيَ اسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ النَّعَمِ يَوْمَ عِيْدِ النَّحَرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْقِ تَقّرُّبًا إِلَى اللهِ تعالى
Artinya: “ḍad” dengan dhammah, jadi “udhiyah” dengan dhammah pada huruf hamzah menurut pendapat yang masyhur, pengertiannya nama untuk hewan ternak yang disembelih pada saat hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah”
Advertisement
Bagaimana yang Tidak Sholat tetapi Berkurban
Kemudian yang jadi persoalan adalah bagaimana jika yang berkurban orang yang tidak sholat atau puasa, apakah kurban tersebut sah? Pasalnya, tak jarang dijumpai di tengah masyarakat orang yang berkurban justru yang abai dengan perintah sholat wajib.
Dalam konteks hukum kurban, seorang yang tidak sholat, secara hukum kurbannya sah. Pasalnya, keabsahan kurban tidak ada kaitan dengan seorang tersebut rajin sholat ataupun tidak sama-sekali, ataupun sholatnya bolong-bolong.
Adapun syarat yang berkaitan dengan kurban ialah harus seorang yang beragama Islam, baligh, orang yang mampu [kaya] dan berakal sehat. Apabila seorang yang melaksanakan kurban tersebut seorang muslim, berakal sehat, dan mampu untuk berkurban, maka kurban tersebut sah, kendatipun ia bukan seorang yang taat dalam sholat. Ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah V, [Kuwait, Wazātu al Awqāfi wa asy Syuuni al Islāmiyah, 1987], halaman 79-81;
الشرط الاول: الاسلام، الشرط الثاني: الاقامة، الشرط الثالث : الغنى، الشرطان الرابع والخامس: البلوغ والعقل
Artinya: "Syarat orang yang berkurban yang pertama ialah Islam, kedua, orang mukim, ketiga, orang yang kaya, keempat dan kelima balik dan berakal." Di sisi lain, berbeda jika yang berkurban tersebut non muslim dan tidak berakal, maka kurbannya tersebut tidak sah.
Sebagaimana dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah ;
الشرط الاول الاسلام فلا تجب على الكافر ولا تسن له لانها قربة والكافر ليس من اهل القرب
Artinya: "Syarat pertama adalah Islam. Karena itu, kurban tidak wajib bagi non-muslim dan tidak disunnahkan bagi mereka. Ini karena kurban bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sementara non-muslim bukan bagian darinya."
Lebih lanjut, Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab menjelaskan syarat lain yang menjadi keabsahan kurban ialah hewan yang dijadikan kurban harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, hewan yang sah dijadikan sebagai hewan kurban ialah binatang ternak.
Ia berkata;
أما الأحكام فشرط المجزئ في الأضحية أن يكون من الأنعام وهي الإبل والبقر والغنم سواء في ذلك جميع أنواع الإبل من البخاتي والعراب وجميع أنواع البقر من الجواميس والعراب والدربانية وجميع أنواع الغنم من الضأن والمعز وأنواعهما ولا يجزئ غير الأنعام من بقر الوحش وحميره والضبا وغيرها بلا خلاف
Artinya: "Adapun hukum berkurban, maka syarat sah dalam kurban hendaklah berupa hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, sama saja untuk setiap jenis unta tersebut tidak hidup di negeri Arab, maupun itu unta Arab. Dan dan juga setiap jenis sapi dari spesies sapi Arab, dan sapi Durban (daerah Afrika), serta setiap jenis kambing berupa domba, kambing kacang, dan spesies kambing dari jenis keduanya. Dan tidak memadai hewan kurban selain dari binatang ternak berupa banteng, keledai, dan selain keduanya, tanpa perselisihan pendapat." [Imam Nawawi, Majmu’ Syarah al Muhadzab, Jilid VIII, [Beirut, Dar al Fikr , 1996, halaman, 393]
Kedua, umur hewan tersebut harus mencukupi. Untuk unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke-6. Sapi minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke-3. Domba usianya 1 tahun atau minimal berumur 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan domba berumur 1 tahun.
أجمعت الأمة على أنه لا يجزئ من الإبل والبقر والمعز الا الثني ولا من الضأن الا الجذع
Artinya: "Telah sepakat ulama, bahwa tidak sah dari hewan kurban dari jenis unta, dan sapi dan kambing selain umur 2 tahun, dan tidak dari domba kecuali jaza’ah."
Ketiga, hewan kurban tersebut seyogianya tidak ada cacat dan aib. Nabi bersabda;
أربعة لا تجزئ في الأضاحي : العوراء البين عورها , والمريض البين مرضها , والعرجاء البين ضلعها والأجفاء التي لا تنقى
Artinya; "Ada empat cacat yang tidak mencukupi dalam berkurban, Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya dan kurus yang tidak juga sembuh.” (HR. Imam Tirmidzi). Pada akhirnya, meskipun kurban sah bagi orang yang tidak sholat, akan tetapi penting diingat menjalankan sholat secara rutin adalah bagian integral dari identitas Muslim dan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pun sholat merupakan kewajiban seorang muslim pada Tuhan, yang seyogianya tidak diabaikan.
Pun dalam konteks kurban, seseorang yang ingin melaksanakannya sebaiknya memperkuat ikatan spiritualnya dengan sholat sebagai persiapan untuk melaksanakan ibadah tersebut dengan sebaik-baiknya. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo