Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan soal pencabutan status pandemi terhitung mulai hari ini. Dengan begitu, Indonesia sudah secara resmi memasuki masa endemi COVID-19.
"Setelah tiga tahun lebih kita berjuang bersama menghadapi pandemi COVID-19, sejak hari ini, Rabu 21 Juni 2023, pemerintah memutuskan untuk mencabut status pandemi, dan kita mulai memasuki masa endemi," ujar Jokowi melalui keterangan resmi pada Rabu, (21/6/2023).
Advertisement
Lantas, apa itu sebenarnya masa endemi? Bagaimana bedanya dengan pandemi?
Epidemiolog sekaligus peneliti Global Health Security Policy Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengungkapkan tentang endemi.
"Endemi artinya dia (COVID-19) akan terus menjadi masalah kesehatan, akan menyebabkan kematian, dan orang masuk rumah sakit meski jumlahnya tentu makin berkurang," ujar Dicky melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com.
Endemi, COVID-19 Layaknya Virus Musiman
Dicky menjelaskan bahwa salah satu prediksinya adalah COVID-19 akan menyerupai pola penyakit musiman seperti influenza dengan outbreak yang berkala.
"Setidaknya kalau influenza itu setahun sekali ada outbreak dengan jumlah kasus yang relatif stabil. Skenario ini (endemi) mengasumsikan bahwa mayoritas populasi masyarakat sudah memiliki imunitas terhadap virus SARS-CoV-2, baik dari vaksin dan infeksi," kata Dicky.
"Kalau asumsi itu tidak ada, tidak akan jadi masalah. Jadi asumsi ini karena jadi endemi, asumsinya masyarakat memiliki imunitas. Artinya kekebalan itu sudah ada, terbentuk, dan efektif," sambungnya.
Bagaimana Kalau Muncul Varian Baru Saat Masa Endemi?
Lebih lanjut Dicky pun mengungkapkan bagaimana jadinya jikalau muncul varian baru COVID-19 saat masa endemi. Menurutnya, jika memang ada varian baru, maka bukan lagi disebut sebagai pandemi melainkan epidemi.
"Jadi bukan pandemi, tapi epidemi. Epidemi ini ada ada KLB (Kejadian Luar Biasa), outbreak-outbreak di beberapa negara atau wilayah, karena kehadiran dari varian baru yang bisa menembus level benteng dari vaksin yang ada," ujar Dicky.
"Nah ini yang tentu akhirnya mengharuskan adanya booster. Jadi kalau menjadi epidemi, maka keperluan adanya booster vaksin dan riset vaksin menjadi penting," tambahnya.
Advertisement
Masa Endemi: COVID-19 Tak Sepenuhnya Hilang
Dicky mengungkapkan bahwa masa endemi turut menandakan bahwa virus Corona bukan menghilang. Hanya saja level kasusnya sangat rendah karena adanya vaksin yang efektif.
"Bukan hilang, tapi dalam level yang sangat rendah. Tapi bukan sama sekali hilang, antara lain asumsinya karena vaksinasi yang sangat efektif disertai dengan respons PHEIC yang memadai," kata Dicky.
Artinya, dalam masa endemi ini jugalah, aturan untuk lockdown sudah tidak perlu diterapkan. Hanya saja, menurut Dicky, masih penting untuk terus menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
"Antara lain apa PHEIC (yang memadai) itu? Ya enggak mesti lockdown, tapi terus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, terus pada kelompok rawan memakai masker," ujar Dicky.
Pertimbangan Jokowi Cabut Status Pandemi COVID-19
Jokowi menyebut bahwa keputusan pencabutan status pandemi COVID-19 memang mempertimbangkan dicabutnya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yang sudah lebih dulu dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Keputusan ini diambil pemerintah dengan mempertimbangkan angka konfirmasi harian COVID-19 mendekati nihil. Hasil sero survei menunjukkan 99 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi COVID-19. WHO juga telah mencabut status Public Health Emergency of International Concern," kata Jokowi.
Bersamaan dengan hal ini, Jokowi pun masih meminta agar masyarakat Indonesia tetap menerapkan kewaspadaan, perilaku hidup bersih dan sehat.
"Saya meminta masyarakat untuk tetap berhati-hati, serta terus menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih," ujar Jokowi.
Advertisement