Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam di Indonesia disunnahkan untuk melaksanakan puasa tarwiyah pada 8 Dzulhijjah. Dalam menjalankan puasa tarwiyah, seorang Muslim diwajibkan berniat terlebih dahulu.
Niat ini sudah bisa dilakukan mulai malam sebelum hari puasa hingga menjelang waktu Subuh pada keesokannya. Menjadi pertanyaan bagaimana ketika seseorang belum berniat pada malam hari hingga terbitnya fajar, apakah bolehkah berpuasa?
Baca Juga
Advertisement
Jumhur ulama menyatakan, orang tersebut tetap boleh berpuasa dengan membaca niat puasa sampai sebelum tergelincirnya matahari (masuk waktu zuhur). Hal ini dengan syarat orang tersebut belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar hingga ia melakukan niatnya.
Kesunnahan puasa tarwiyah pada setiap tanggal 8 Dzulhijjah secara khusus ini ditegaskan oleh ulama dari Mazhab Syafi’i. Selain mereka juga menganjurkan puasa delapan hari pertama bulan Dzulhijjah dan puasa Arafah pada 9 Dzulhijjah.
Saksikan Video Pilihan ini:
Niat dan Keutamaan Puasa Tarwiyah
Adapun niat puasa tarwiyah adalah sebagai berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i sunnati yaumit tarwiyah lillâhi ta‘ālā.
Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Tarwiyah esok hari karena Allah SWT.”
Ditulis Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam kitabnya yang berjudul Busyral Karim menyebutkan bahwa “Puasa selama 8 hari sebelum hari Arafah dianjurkan. Ini yang dimaksud dengan perkataan matan, ’10 Dzulhijjah’. Tetapi puasa pada 8 Dzulhijjah dianjurkan sebagai bentuk ihtiyath terhadap hari Arafah dan juga termasuk 8 hari pertama Dzulhijjah,”.
Sebagaimana dilansir dari laman NU Online, pahala ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, termasuk puasa tarwiyah ini mendapatkan pelipatan pahala dibanding ibadah di bulan lainnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam Lailatul Qadar” (HR At-Tirmidzi).
Untuk diketahui, ada tiga pendapat mengenai penamaan tanggal 8 Dzulhijjah itu disebut hari tarwiyah, yakni (1) perenungan Nabi Adam ketika membangun Ka’bah, (2) perenungan mendalam Nabi Ibrahim setelah bermimpi diperintah untuk menyembelih anaknya, dan (3) perenungan orang haji mengenai doa-doa yang hendak dipanjatkan pada hari Arafah nanti.
Advertisement