Liputan6.com, Jakarta - Emiten produsen kosmetik Sariayu Martha Tilaar, PT Martina Berto Tbk (MBTO) membidik pertumbuhan pendapatan 39 persen dengan nilai kurang lebih Rp 500 miliar pada 2023. Ini mengingat, Martina Bertoakan berfokus memperbaiki kinerja ke depannya.
Direktur Utama Martina Berto Bryan David Emil mengatakan, perseroan optimistis bisa mencapai target tersebut dengan menurunkan COGS dari 63,04 persen menjadi 61,17 persen, meningkatkan efektivitas biaya pemasaran dari 23,85 persen menjadi 19,17 persen dan biaya umum dari 21,15 persen menjadi 14,89 persen.
Advertisement
"Sehingga diharapkan bisa mendapatkan laba bersih usaha Rp 23 miliar dari kerugian Rp 26 miliar di tahun 2022 untuk bisa meraih EBITDA dari minus Rp 8 miliar menjadi positif Rp 37 miliar," kata Bryan dalam keterangan resminya, Kamis (22/6/2023).
Melihat kinerja bisnis pada kuartal I 2023 cukup menggembirakan, Bryan optimistis prospek kinerja perseroan tahun ini akan membaik. Sebab, perseroan mampu mencatatkan pendapatan sebesar Rp 112,434 dan laba kotor sebesar Rp 38,679 pada kuartal I 2023, angka-angka ini jauh lebih baik dibanding kuartal pertama tahun 2022.
Dia bilang, untuk memperbaiki kinerja pada 2023, perseroan akan terus berupaya meningkatkan kualitas dan image brand antara lain Sariayu Martha Tilaar, Biokos, dan Rudy Hadisuwarno Cosmetics, rejuvinasi pada desain kemasan, inovasi, dan reformulasi produk yang tetap mengusung konsep Clean Beauty, investasi pada media digital dan meningkatkan penjualan online, perbaikan di bagian manufaktur, rantai pasok, purchasing, hingga konsolidasi akuntansi keuangan.
Selain itu, perseroan juga mempertajam strategi untuk pemasaran dan multi-distributor yakni dengan Tiga Raksa dan Penta Valent, serta yang terbaru dengan PT Parit Padang Global.
Strategi Perseroan
MBTO juga berusaha mempertahankan dan memperkuat penjualan melalui PT Tara Parama Semesta (TPS) yang mengelola gerai Martha Tilaar Shop (MTS) dan penjualan online, serta unit usaha PT Cedefindo (anak perusahaan MBTO) yang bergerak di bidang contract manufacturing.
MTS melalui mekanisme omnichannel berfungsi sebagai customer experience centre bagi para konsumen dan menargetkan pasar kelas menengah atas dengan varian produk premium yang lebih banyak dibanding gerai-gerai independen.
Hingga saat ini perseroan memiliki 9 gerai MTS dan 4 shop in shop yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Sementara PT Cedefindo fokus pada toll manufacturing dengan mekanisme resource sharing. Berpengalaman sejak tahun 1981, PT Cedefindo telah memproduksi kurang lebih 80 persen peredaran indie brand di market Indonesia dengan bekerja sama dengan para influencer, artis, public figure, mahasiswa, ataupun entrepreneur muda.
Tak hanya indie brand, beberapa perusahaan nasional dan multinasional juga mempercayakan produksi produk-produk mereka kepada PT Cedefindo. Kinerja yang membaik dari PT Cedefindo dan PT Tara Parama Semesta tentunya diharapkan bisa membantu total konsolidasi induk usahanya, PT Martina Berto Tbk.
Advertisement
Absen Tebar Dividen 2021
Sebelumnya, PT Martina Berto Tbk (MBTO) absen membagikan dividen untuk tahun buku 2021. Hal tersebut karena perseroan masih mengalami kerugian.
Direktur Utama Martina Berto, Bryan David Emil mengatakan, perseroan tidak membagikan dividen karena perusahaan masih rugi pada 2021.
"Yang pasti dengan rugi kita tidak membagikan dividen,” kata Bryan dalam paparan publik MBTO, Jumat (29/7/2022).
Keputusan tersebut telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) MBTO yang diselenggarakan pada Jumat, 29 Juli 2022.
Sementara itu, pada kuartal I 2022, perseroan mampu mencatatkan pertumbuhan penjualan sekaligus menekan rugi yaitu mencetak pertumbuhan penjualan sebesar 47,71 persen secara tahunan menjadi Rp 74 miliar.
Sedangkan, kontribusi terbesar berasal dari segmen kosmetik yang menyumbang penjualan paling besar, tumbuh 73,51 persen secara tahunan menjadi Rp 51,21 miliar.
Lalu, segmen jamu naik 71,24 persen secara tahunan menjadi Rp 595,23 miliar, lain-lain bertumbuh 25,58 persen ke Rp 35,52 miliar.
Kenaikan penjualan ini juga seiring dengan meningkatnya beban pokok penjualan perseroan yang naik 20,64 persen menjadi Rp 43,17 miliar pada kuartal I 2022. Pada periode yang sama di tahun lalu beban pokok penjualan perseroan sebesar Rp 35,78 miliar.
Selain itu, penyusutan beban juga terjadi pada beban penjualan dan pemasaran yang turun 18,03 persen yoy menjadi Rp 16,48 miliar. Beban umum dan administrasi juga turun dari Rp 19,13 miliar menjadi Rp 16,78 miliar.