Liputan6.com, Jakarta - Layanan paylater tengah banyak menjadi pilihan masyarakat. Layanan ini memungkinkan pengguna bisa membeli sesuatu yang diinginkan lebih dulu dan membayarnya di waktu yang lain.
Diketahui, layanan buy now pay later ini kerap menjadi biang kerok tak mampunya seseorang membayar tagihan yang ada sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan. Alhasil, nama pengguna masuk ke daftar Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK).
Advertisement
Dengan demikian, biasanya proses pengajuan kredit lainnya dari produk keuangan formal bisa saja ditolak. Menyikapi itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mewanti-wanti agar tagihan tersebut bisa diselesaikan.
"Diselesaikan. Kalau punya utang piutang diselesaikan dulu. Kemudian nanti bukunya akan bersih," kata dia usai Kick-Off Ekosistem Keuangan Inklusif di Wilayah Perdesaan, di Nagari Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (22/6/2023).
Friderica mengisahkan, layanan paylater kerap menjadi pilihan masyarakat untuk membeli produk konsumtif. Namun, itu terkadang tak dibarengi dengan pengukuran tingkat kemampuan bayar.
"Misalnya, sekarang ada buy now pay later terus kemudian ada macam-macam yang kemudian beli barang-barang konsumtif dengan utang dan lain-lain, akhirnya nggak bisa bayar, (namanya) masuk ke SLIK, namanya jelek," urainya.
Alhasil, ketika proses kredit untuk kegiatan produktif dibutuhkan, keadaan tadi bisa menghambat. Sebagai contoh proses kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit usaha rakyat (KUR).
"Ketika mengajukan pinjaman-pinjaman yang sebenarnya lebih dibutuhkan, seperti KPR pertama, tadi mungkin KUR, nggak bisa lagi karena namanya sudah nyangkut (dengan kategori buruk di SLIK). Ini juga sekalian sosialisasi kepada masyarakat (harus) berhati-hati karena sekarang semua sudah connected, sudah saling terhubung," pesannya.
OJK Bakal Perluas Edukasi Keuangan Desa ke Seluruh Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memulai Generic Model Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) di wilayah pedesaan dengan permulaan di Kampuang Minang Nagari Sumpu, Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat. Nantinya, konsep edukasi keuangan masyarakat desa ini akan diperluas ke seluruh desa di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan upaya untuk mendorong inklusi keuangan ini menggandeng banyak pihak. Mulai dari Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, hingga pelaku usaha jasa keuangan.
Ada tiga tahapan pendampingan yang menjadi titik utama. Pra-inkubasi untuk mencari potensi yang bisa dikembangkan, lalu inkubasi yang melibatkan PUJK, dan pasca inkubasi yang mengukur dampaknya kepada masyarakat.
Dengan adanya pendampingan ini, diharapkan akan meningkatkan kecakapan masyarakat desa untuk bisa mengakses produk-produk jasa keuangan. Alhasil, terhindar dari risiko terkenda dampak buruk dari layanan keuangan ilegal.
"Dan ini akan kita copy ke banyak daerah di Indonesia, tapi ini adalah proyek percontohannya pada hari ini di Sumpu," ujar Friderica usai Kick-Off Ekosistem Keuangan Inklusif di Wilayah Perdesaan, di Nagari Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (22/6/2023).
Adanya pendampingan dimaksudkan untuk membuka peluang perluasan skala usaha. Artinya, dibutuhkan dukungan pembiayaan dari sektor keuangan yang legal.
"Nah intinya kita ingin membuka akses terhadap keuangan sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kita melihat masyarakat kita yang butuh akses keuangan misalnya kemudian malah kena nanti kepada rentenir," tegasnya.
Advertisement
Mulai 2024
Ditemui terpisah, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengungkap perluasan kegiatan serupa ini akan mulai digenjot mulai 2024 mendatang. Meski begitu, secara paralel juga akan diterapkan di berbagai desa, dengan menyasar desa wisata sebagai target pertama.
"Kalau sistemnya kerja di OJK itu kan kalau mau efektif inikan harus ada enforcement tool-nya cara untuk memaksanya, ini nanti mulai tahun 2024 akan jadi IKU, indeks kinerja utamanya KR/KO (kantor regional/kantor OJK) kita," terangnya.
"Sehingga ini menjadi suatu yang bukan voluntery, bukan sesuatu yang boleh dilakukannboleh enggak, tapi harus jadi tugas pokoknya KR/KO," sambung dia.
Aturan Bagi Industri Jasa Keuangan
Selanjutnya, akan dirumuskan juga sebuah aturan baku untuk mendorong industri jasa keuangan turut mendukung ekosistem keuangan inklusif ini. Sehingga diharapkan semakin banyak masyarakat di pedesaan yang paham dan bisa mengakses produk jasa keuangan formal.
"Kalau diatur, ada POJK nya atau kita perbaiki POJK nya atau nanti ada sistem pelaporannya tentu nanti lebih giat melakukan (edukasi). Tapi untuk melakukan seperti itu dibangun enforcement sistemnya, internal kita (dengan) IKU, eksternal pakai POJK. Nah nanti kita akan berbicara dengan pemerintah provinsi, 'gimana pak gubernur supaya bupati semangat melakukan ini'," bebernya.
Advertisement