Liputan6.com, Jakarta - Pasangan seniman asal Filipina Isabel dan Alfredo Aquilizan telah memamerkan karya mereka di sejumlah eksibisi besar dan bienal di seluruh dunia. Kini, mereka menggelar pameran bertajuk Somewhere, Elsewhere, Nowhere di Museum MACAN Jakarta.
Pameran ini menampilkan sejumlah instalasi berskala besar, patung, dan seni gambar yang telah dibuat lebih dari 20 tahun praktik kolaboratif dari pasangan perupa ini. Mereka dikenal lewat perspektif unik yang kerap kali berkisar pada lingkungan rumah dan keluarga, menggabungkan material-material yang mudah ditemukan sehari-hari ke dalam karya yang dibuat, dan menemukan cara di mana identitas dan sejarah terbentuk melalui perjalanan dan migrasi.
Advertisement
‘Somewhere, Elsewhere, Nowhere’ menampilkan karya berskala besar dan ekspansif yang menggelitik rasa ingin tahu pengunjung. Karya Isabel dan Alfredo Aquilizan menggunakan ragam material yang sederhana dan mudah ditemukan seperti kardus, sandal jepit, sikat gigi, dan selimut. Benda-benda yang sarat akan aktivitas masyarakat, juga yang kerap digunakan ketika bepergian.
Bagi mereka, material-material ini merupakan medium sederhana yang dapat membangkitkan ide-ide mengenai identitas individu, sejarah, perjalanan, dan migras. Isabel dan Alfredo Aquilizan yang kini tinggal di Australia itu mengaku sangat senang dapat membagikan karya-karya dari 20 tahun praktik kolaboratif mereka.
"Kisah kami terinspirasi dari pengalaman bekerja di berbagai tempat, dengan beragam komunitas dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kolaborasi berperan besar dalam sejarah perjalanan kami, menjadi sumber inspirasi serta pengaruh penting dalam pengembangan praktik kami sebagai perupa," terang Isabel dalam pembukaan pameran di Museum MACAN, Jakarta Barat, Kamis, 22 Juni 2023.
"Bagi kami ‘Somewhere, Elsewhere, Nowhere’ adalah tentang keterlibatan, kami sangat ingin melihat makna dari setiap karya berkembang dan berlipat ganda seiring dengan perjalanan karya-karya tersebut ke berbagai tempat," lanjutnya.
Terinspirasi Masyarakat Yogyakarta
Salah satu karya mereka yang menarik perhatian adalah sebuah sayap pesawat berukuran asli, yang terdiri 92 sangkar burung yang disusun layaknya puzzle, dengan rekaman kicauan burung yang memenuhi ruangan. Karya yang berjudul Caged (2023) ini terinspirasi dari sebuah proyek residensi di Yogyakarta.
Menurut Alfredo, mereka jadi perupa mukiman (artist-in-residence) di Yogyakarta lima tahun lalu dan berbaur dengan masyarakat lokal, termasuk dengan para seniman. Melalui karya ini, mereka mengubah sangkar burung menjadi sesuatu yang bersifat familiar sekaligus tersembunyi. Menghadirkan rasa terkungkung dan kerinduan, Caged (2023) juga berbicara tentang kehadiran dan ketiadaan, di mana pahatannya berbentuk seperti sayap yang sedang terbang.
"Kami juga memasukkan rekaman kicauan burung yang memenuhi galeri dengan melodi yang harmonis, untuk menciptakan ruang refleksi bagi pengunjung dalam berinteraksi dan berkontemplasi," terang Alfredo Aquilizan.
Yang tak kalah unik dan menarik adalah karya berjudul "In-Habit: Project Another Country", yakni instalasi berbentuk sebuah parabola raksasa yang membentuk suatu pemukiman penduduk yang padat. Instalasi itu terbuat dari kardus balikbayan, yang merupakan kardus yang biasa dipakai masyarakat Filipina saat pulang kampung atau pergi jauh.
Advertisement
Material Sederhana dan Mudah Ditemukan
Instalasi setinggi 4 meter dan lebar 12 meter ini menggambarkan kehidupan masyarakat Filipina di tengah kehidupan metropolitan. Dalam karya interaktif itu pengunjung dapat masuk dengan hati-hati ke pusat parabola, dan mereka akan melihat sebuah lanskap yang dipadati perumahan menyebar dari pusat ke pinggir. Pengunjung memiliki perspektif unik yang memungkinkan mereka mengamati seluruh wilayah yang terbuat dari kardus.
Dalam kesempatan yang sama, Aaron Seeto selaku Direktur Museum MACAN, mengatakan Indonesia secara khusus berperan penting bagi Isabel dan Alfredo Aquilizan. Pasalnya, lanjut Aaron, mereka telah membangun relasi yang kuat dengan beragam perupa dan skena artistik di Yogyakarta selama bertahun-tahun.
"Kami bangga dapat menyelenggarakan pameran besar dari karya-karya mereka dan membagikannya kepada publik di Indonesia," ucap Aaron.
"Saya yakin bahwa setiap material yang sederhana dan mudah ditemukan, seperti sandal jepit dan sikat gigi, mungkin dimiliki oleh setiap orang, juga instalasi yang dibuat dari kardus yang mendeskripsikan padatnya kondisi kehidupan perkotaan, akan menggugah imajinasi audiens kami di Indonesia. Kami berharap pameran ini bisa membawa orang-orang untuk merefleksikan kembali kisah pribadi mereka, dan kisah-kisah kecil dari perjumpaan kita dengan orang lain," sambungnya.
Waktu Pameran
Banyak karya dalam pameran ‘Somewhere, Elsewhere, Nowhere’ yang dibuat dengan tangan—baik melalui proses lokakarya atau dikerjakan dengan bantuan tangan para artisan. Sebagai contoh, pisau pada karya Belok Kiri Jalan Terus (Left Wing Project) (2017–2018) dibuat oleh pandai besi di Yogyakarta dan Filipina.
Begitu juga pada kain piña di karya See/Through (Series 1) (2021), yang dibuat oleh perajin tenun asal Aklan dan perajin sulam asal Lumban di Filipina. Kain piña adalah kain yang ditenun dari serat daun nanas. Nanas sendiri diperkenalkan oleh bangsa Spanyol selama masa pendudukannya di Filipina dan kemudian ditanam di seluruh penjuru Asia Tenggara dan Asia Pasifik.
Material ini secara langsung berkaitan dengan penjajahan, perkebunan, dan perburuhan. Karya ini mengilustrasikan komitmen mendalam sang perupa terhadap karya, sejarah, dan keilmuan yang bisa ditemukan di tangan para artisan. Pameran ‘Somewhere, Elsewhere, Nowhere’ akan berlangsung dari 24 Juni sampai 8 Oktober 2023. Tiket tersedia di www.museummacan.org/tickets dan melalui mitra tiket museum: GoTix, Tiket.com, dan Traveloka.
Advertisement