Liputan6.com, Jakarta - Pemilu 2024 di Indonesia menjadi sorotan UNESCO dan sejumlah pihak. Tujuannya agar pesta demokrasi rakyat itu bisa berjalan lancar sesuai harapan.
UNESCO Jakarta bersama Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) menyelenggarakan diskusi tingkat tinggi dengan tema "Melawan Disinformasi dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2024 di Indonesia".
Advertisement
Dalam sambutannya, Dr. Itje Chodijah, Ketua Harian Komisi Indonesia untuk UNESCO menyampaikan pelaksanaan pemilu di era digital memiliki tantangan besar. "Kita membutuhkan pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat sipil bersama-sama memastikan pelaksanaan kampanye pemilu dan pengiriman pesan kepada publik dilakukan dengan cara yang dapat membatasi peredaran disinformasi, dan menjamin jurnalis bekerja dengan aman,” katanya di Jakarta, Kamis siang 22 Juni 2023.
Sementara menurut Wakil Duta Besar European Union untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Stephane Mechati, tantangan serupa menekan peredaran konten berbahaya terkait pemilu juga terjadi di berbagai negara di Eropa.
"Peredaran konten berbahaya terutama ujaran kebencian dan disinformasi menjadi ancaman berbahaya bagi demokrasi dan hubungan sosial di masyarakat. Kita semua punya tanggung jawab dan perlu bersatu melawan disinformasi, serta mencari jalan terbaik agar warga negara dapat bebas menyampaikan pandangan, dan mendapatkan informasi dari sumber yang beragam dan transparan," kata Stephane.
Diskusi ini diselenggarakan sebagai ruang bersama mengambil pembelajaran dari Pemilu 2019, memetakan tantangan melakukan monitoring disinfomasi pada pemilu mendatang, dan sekaligus mengidentifikasi solusi kolaborasi melibatkan berbagai pihak.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program UNESCO Media Sosial untuk Perdamaian (Social Media 4 Peace) dengan dukungan European Union, sekaligus memperingati Hari Internasional Melawan Ujaran Kebencian.
Pertemuan ini diikuti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kantor Staff Presiden, Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), wakil 12 organisasi masyarakat sipil anggota Koalisi Damai serta perwakilan platform media sosial dan aplikasi perpesanan yang beroperasi di Indonesia yaitu Google, Youtube, Twitter, Bydance (Tik Tok), WhatsApp, dan META.
Perkenalkan Koalisi Damai
Kegiatan ini sekaligus untuk memperkenalkan keberadaan Koalisi Damai mewakili suara masyarakat sipil sebagai partner strategis berbagai pihak dan forum konsultasi platform media sosial dan pemerintah.
"Koalisi Damai bertujuan untuk membangun relasi yang transparan dan dialog berkelanjutan dengan platform dan pemerintah untuk memastikan praktik moderasi konten dan kebijakan di Indonesia dibuat dengan berdasarkan pada pemahaman konteks lokal dan sejalan dengan standar internasional hak asasi manusia. Koalisi Damai akan melakukan riset berbasis data, memperjuangan kebebasan berekspresi online, serta meningkatkan literasi digital dankesadaran publik terkait isu ini," kata Wijayanto, Ph.D, Ketua Presidium Koalisi Damai.
Valerie Julliand, UN Resident Coordinator untuk Indonesia menyampaikan, Koalisi Damai dapat memobilisasi jaringan dan keahliannya untuk memberikan masukan methodologi konkrit pemantauan konten berbahaya online, mendesain pemetaan risiko untuk daerah potensi konflik, dan mengusulkan penanganan kondisi emergensi pada platform dan penyelenggara pemilu.
Advertisement
2 Sesi Pertemuan
Pertemuan ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama terbuka untuk publik dan sesi kedua berlangsung tertutup. Sesi pertama Dr. Novi Kurnia Kepala Peneliti Center for Digital Society (CfDS) – Universitas Gajah Mada mewakili Koalisi Damai dan Michael Caster (Article 19) menyampaikan temuan penting dari riset yang dilakukan masing-masing lembaga terkait kerangka regulasi di Indonesia yang mengatur konten berbahaya, dinamika penggunaan sosial media, dan praktik moderasi konten yang berjalan saat ini di Indonesia.
Kedua riset tersebut mendapat dukungan dari UNESCO. Sesi kedua merupakan diskusi tertutup bersandar pada aturan Chatam House untuk membangun keterbukaan dan ruang bebas menyampaikan tantangan yang dihadapi dan memberikan masukan.
Wakil perusahaan teknologi, termasuk platform media sosial dan aplikasi perpesanan menyampaikan kesediaan untuk kolaborasi dengan Koalisi Damai untuk meningkatkan proses monitoring, peringatan dini dan mekanisme eskalasi peredaraan disinformasi dan ujaran kebencian di sosial media.
Untuk menyampaikan komitmen bersama tersebut, perwakilan lembaga menandatangani banner “Komitmen Bersama untuk Pemilu Damai 2024. Ke depan UNESCO akan memfasilitasi tindak lanjut terhadap para pihak dan memberi jalan pada inisiatif konkret yang mendukung kebebasan berekspresi dan akses informasi sebagai kebutuhan bersama.
Tentang UNESCO
UNESCO merupakan Lembaga khusus PBB yang memiliki mandate mempromosikan kekebasan berekspresi, akses terhadap informasi dan keselamatan jurnalis.
Sementara Koalisi Damai merupakan koalisi 12 organisasi yang memiliki perhatian pada demokratisasi dan moderasi ruang digital yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Center for Digital Society (CfDS)-Universitas Gajah Mada, Center for Strategic and International Studies (CSIS), ECPAT Indonesia, ICT Watch, Jaringan Gusdurian, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Mafindo, Southeast Asia Network for Freedom of Expression (SAFENet), Yayasan TIFA, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Advertisement