Liputan6.com, Jakarta - Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) bereaksi terhadap rencana politikus Israel untuk membagi-bagi tanah Al Aqsa. Rencana kontroversial itu berasal dari Partai Likud yang sedang berkuasa di Israel.
Pemerintah Palestina mengecam keras rencana tersebut dan mengingatkan bahwa proposal itu akan memicu kemarahan rakyat Palestina, Arab, dan Muslim.
Advertisement
Dalam rilis resminya, Jumat (23/6/2023), KNRP menyorot bahwa proposal itu akan berdampak pada jumlah area yang diberikan untuk kelompok Muslim di Al Aqsa, yakni 30 persen saja. Sementara, kelompok Yahudi mendapat 70 persen.
"Selain persoalan wilayah, pemerintah Benjamin Netanyahu juga akan mengatur pembagian waktu ibadah di Masjid suci umat Islam tersebut, di mana jam ibadah khusus Yahudi antara pukul 7.30 – 11 pagi, 13.30 hingga 14.30 siang dan sore selepas asar. Ditambah lagi dengan hari ibadah pekanan Yahudi setiap Sabtu dan hari raya Yahudi yang setahun berjumlah 100 hari. Mereka beribadah di dalam masjid dengan pengawalan ketat pasukan militer Israel," tulis KNRP dalam pernyataan resminya.
KNRP saat ini sedang berkoordinasi dengan mitra-mitra untuk terus membantu warga Palestina yang terdampak konflik dengan Israel, seperti warga yang rumahnya hancur dan kehilangan mata pencaharian.
“Isu kemanusiaan di Palestina tidak akan berhenti kecuali ada peran aktif Indonesia dan dunia internasional. Apalagi masjid Al Aqsa bukan saja milik orang Palestina, tapi juga umat Islam di seluruh dunia. Ini adalah wakaf umat Islam yang wajib dilindungi,” ujar Ketua KRNP Suripto.
Suripto mengatakan saat ini KNRP juga membuka peluang donasi dari masyarakat Indonesia untuk membantu warga Palestina, mulai dari paket bantuan kemanusiaan hingga pemugaran rumah sakit-rumah sakit yang ada di sana, termasuk suplai obat-obatan dan peralatan medis yang saat ini masih sangat dibutuhkan.
“Kita punya rumah sakit di kota Rafah, Jalur Gaza. Namun kapasitas dan persediaan obat juga mulai terbatas. Karena itulah kami menawarkan kesempatan untuk siapapun yang ingin membantu mereka melalui KNRP," jelas Suripto.
PM Palestina: Jatuhkan Sanksi, Jangan Sekadar Mengutuk
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh memperingatkan Israel agar menentang rancangan undang-undang (RUU) yang diusulkan anggota parlemennya, Amit Halevi, yang akan membagi Kompleks Masjid Al-Aqsa atau Al-Haram Al-Sharif atau Temple Mount antara muslim dan Yahudi.
"Mengambil langkah tersebut akan menyebabkan kemarahan yang luar biasa dengan hasil yang tidak dapat diprediksi mengingat kesucian dan nilai religius Masjid Al-Aqsa bagi rakyat Palestina, Arab, dan muslim sebagai kiblat pertama dan persinggahan Nabi Muhammad dalam Isra dan Mi'raj," ungkap PM Shtayyeh dalam rapat kabinet seperti dikutip dari kantor berita Palestina, WAFA, Kamis (15/6).
PM Shtayyeh mendesak tindakan segera dari negara-negara Arab, Islam, dan dunia internasional untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel yang dapat mencegah perubahan apapun di Kompleks Masjid Al-Aqsa dan pelanggaran lainnya terhadap umat Islam dan Kristen di Yerusalem, bukan hanya sekadar kutukan dan celaan.
Dalam konteks lainnya, PM Shtayyeh menyerukan tekanan internasional yang nyata untuk menghentikan rencana pemukiman Yahudi yang dikenal sebagai E1.
Menurut PM Shtayyeh, berdasarkan rencana tersebut, Israel akan membangun sebuah koloni baru yang menghubungkan pemukiman Yahudi di Yerusalem dengan Ma'ale Adumim. Artinya, itu akan membagi Tepi Barat menjadi dua wilayah terpisah, merusak solusi dua negara (two state solution) dan memicu konsekuensi keamanan serta perdamaian di kawasan dan dunia.
PM Shtayyeh juga menyerukan upaya untuk mencegah Israel melanjutkan rencana kolonial dan ekspansionisnya, termasuk membangun zona industri utama antara koloni Ariel di Tepi Barat utara yang diduduki dan Israel, di mana itu berarti mencakup desa-desa Palestina, yaitu Sineria, Rafat, dan al-Zawiya.
Advertisement