Luhut Ancam Balik Eropa, Bakal Setop Ekspor CPO

Langkah tegas diperlukan untuk mengakhiri polemik ekspor CPO atau kelapa sawit Indonesia ke Eropa. Menko Luhut mengaku, telah mengutarakan rencana penghentian tersebut ke Parlemen Eropa.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2023, 18:30 WIB
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh. Menko Luhut mengatakan, Indonesia akan mengalihkan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari Eropa ke Afrika secara bertahap. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan tak gentar Undang-undang Eropa yang bernama 'EU Deforestation Regulation', atau disingkat EUDR. Bahkan Menko Luhut balik mengancam Eropa.

Untuk diketahui, EUDR mewajibkan perusahaan yang memperdagangkan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet dan kedelai, perlu verifikasi kalau barang yang dijual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan.

Menko Luhut mengatakan, Indonesia akan mengalihkan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari Eropa ke Afrika secara bertahap. Dia mencatat, ekspor CPO Indonesia terhadap Eropa mencapai 3,3 juta ton.

Langkah tegas tersebut diperlukan untuk mengakhiri polemik ekspor CPO asal Indonesia ke Eropa. Dia mengaku, telah mengutarakan rencana penghentian tersebut ke Parlemen Eropa.

"Saya juga bilang kepada Parlemen Europe Union tiga hari yang lalu, kita lagi mikir-mikir kok ekspor kita ke kalian (Eropa) 3,3 juta mungkin kita mau divert (alihkan) secara bertahap ke Afrika. Supaya kalian jangan ribut sama kami," ujar Menko Luhut di Kantornya, Jumat (23/6).

Menko Luhut menegaskan, pemerintah terus mencari solusi untuk mengatasi sejumlah permasalahan di kebun sawit Indonesia. Salah satunya luasan lahan yang berada di wilayah hutan.

"Kita benahin semua kok, jadi saya juga bilang kepada Parlemen Europe Union," pungkasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 


Pengusaha Sawit Ajak Malaysia Protes Aturan Baru Uni Eropa Soal Deforestasi

Seorang pekerja mengangkut cangkang sawit di atas rakit di sebuah perkebunan sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh . (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengaku keberatan dengan aturan baru Undang-undang Eropa yang bernama 'EU Deforestation Regulation', atau disingkat EUDR.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, menyampaikan, pihaknya baru saja menghadiri rapat di Kuala Lumpur Malaysia untuk rencana join Mission ke Brussel Indonesia bersama Malaysia perihal EUDR.

Gapki pun mendukung Pemerintah utamanya disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa Indonesia keberatan dengan EUDR tersebut.

"Ini Gapki barusan selesai ikut hadir meeting di Kuala Lumpur untuk rencana join mission ke Brussel Indonesia bersama Malaysia perihal EUDR. Gapki mendukung pemerintah dalam beberapa pertemuan dengan EU. Presiden Jokowi sudah menyampaikan keberatan perihal ini," kata Eddy kepada Liputan6.com, Senin (22/5/2023).

Menurutnya, undang-undang tersebut akan berdampak pada kinerja ekspor kelapa sawit. Selain itu, bukan hanya kelapa sawit saja yang terdampak, tetapi ada komoditi dan produk-produk lain dari Indonesia yang juga terkena walaupun secara nilai yang paling besar adalah kelapa sawit.

"Ya benar Gapki mendukung sikap pemerintah (keberatan)," imbuhnya.

Diketahui, 27 negara Uni Eropa resmi adopsi aturan baru yang akan membantu Uni Eropa (UE) mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global pada Selasa, 16 Mei 2023. Langkah yang dilakukan dengan mengatur perdagangan serangkaian produk yang mendorong penurunan kawasan hutan di seluruh dunia.

Munculnya Undang-Undang tersebut akan memaksa perusahaan untuk menunjukkan barang yang diimpor mematuhi aturan di negara asal, termasuk tentang hak asasi manusia dan perlindungan masyarakat adat.

 


Indonesia Ekspor Kopi hingga Sawit ke Uni Eropa Wajib Penuhi Ketentuan Ini

Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Untuk diketahui, 27 negara Uni Eropa resmi adopsi aturan baru yang akan membantu Uni Eropa (UE) mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global pada Selasa, 16 Mei 2023. Langkah yang dilakukan dengan mengatur perdagangan serangkaian produk yang mendorong penurunan kawasan hutan di seluruh dunia.

Dikutip dari AP, ditulis Senin (22/5/2023), berdasarkan udang-undang tersebut, perusahaan yang memperdagangkan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet dan kedelai perlu verifikasi kalau barang yang dijual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di mana pun di dunia sejak 2021.

Peraturan tersebut juga mencakup produk turunan seperti coklat dan kertas. Hutan adalah cara alami yang penting untuk menghilangkan emisi gas rumah kaca dari atmosfer karena tumbuhan menyerap karbondioksida saat tumbuh.

Menurut World Resources Institute, kawasan hutan seluas 10 lapangan sepak bola menghilang di dunia setiap menit. Uni Eropa mengatakan, tanpa peraturan baru, pihaknya dapat bertanggung jawab atas hilangnya 248.000 hektar (612.000 acres) deforestasi per tahun, permukaan yang hampir seluas negara anggota Uni Eropa yakni Luksemburg.

“Diterapkan secara efektif, undang-undang tersebut dapat secara signifikan mengurangi emisi rumah kaca yang dihasilkan dari pembukaan hutan tropis untuk makanan dan komoditas lainnya,” ujar the World Resources Institute Regional Director Europe, Stientje van Veldhoven, dikutip dari outlookindia.com.

“Dan itu dapat membantu melindungi keanekaragaman hayati dan air yang kritis sumber daya di hutan hujan tropis,"


Produsen Wajib Penuhi Aturan

Undang-Undang akan memaksa perusahaan untuk menunjukkan barang yang diimpor mematuhi aturan di negara asal, termasuk tentang hak asasi manusia dan perlindungan masyarakat adat.

Van Veldhoven menambahkan, Uni Eropa sekarang harus bekerja sama dengan negara produsen untuk memastikan dapat beradaptasi dengan undang-undang baru tanpa merugikan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat.

“Ini akan membutuhkan insentif bagi kelompok rentan seperti petani kecil untuk beralih ke praktik bebas deforestasi, memastikan mereka tidak tertinggal dalam transisi ini,” ujar dia.

Adapun hutan di seluruh dunia semakin terancam oleh penebangan kayu dan pertanian, termasuk kedelai dan kelapa sawit. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB atau the UN Food and Agriculture Organisation perkirakan 420 juta hektar area hutan yang lebih luas dari Uni Eropa telah hanccur antara 1990-2020.

Dengan demikian, komoditas Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa wajib penuhi verifikasi kalau barang yang dijual di Uni Eropa tidak sebabkan deforestasi dan degradasi hutan.

  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya