Liputan6.com, Jakarta - Peran kecerdasan buatan di ruang kelas akademik telah menjadi topik hangat, bahkan beberapa institusi melarang penggunaannya. Sementara itu, sebuah perguruan tinggi ternama justru memilih untuk mengembangkan revolusi Artificial Intelligence (AI).
Baru-baru ini, Universitas Harvard mengumumkan niatnya untuk menyediakan AI generatif sebagai sumber daya pengajaran bagi mahasiswa. AI ini akan digunakan pada salah satu mata kuliah terpopulernya, yaitu Computer Science 50 alias CS50.
Advertisement
Menurut Universitas, hal ini bertujuan untuk mensimulasikan rasio 1:1 antara mahasiswa dan guru, sekaligus mendukung gaya belajar unik setiap mahasiswa.
Sebgai informasi, mata kuliah CS50 berisi ilmu komputer tingkat pengantar yang meliputi konsep, pengkodean, keamanan IT, dan kecerdasan buatan.
Rata-rata, kelas ini memiliki lebih dari 800 peserta, sehingga instruksi dan konsultasi tatap muka antara pengajar dan mahasiswa menjadi sangat sulit dilakukan.
Sebagai upaya meningkatkan dukungan bagi mahasiswa CS50, Universitas meluncurkan model bahasa besar miliknya sendiri. Model AI ini dirancang untuk memberikan umpan balik, dukungan debugging, dan membantu mahasiswa dalam mengatasi troubleshooting error, kode, serta memberikan solusi relevan lainnya.
Meskipun fungsinya mirip dengan ChatGPT, bot CS50 diklaim tidak akan “terlalu membantu”. Misalnya, alih-alih memberikan jawaban lengkap, model ini akan mendorong pembelajaran dan keterlibatan mahasiswa.
Dengan kata lain, alat akan memandu mereka ke solusi yang tepat, daripada sekadar memberikan jawaban tanpa penemuan lebih lanjut.
Memajukan Pengembangan AI yang Bertanggung Jawab
Menurut David Malan, selaku profesor ilmu komputer Gordon McKay dan pemimpin kelas, bot CS50 akan menyediakan software yang dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran setiap mahasiswa dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing.
Di balik banyaknya kekhawatiran tenaga pendidik atas penyalahgunaan AI, penggunannya dalam mata kuliah Universitas Harvard menjadi titik balik bagi perguruan tinggi untuk melihat peran AI yang positif.
Tidak diragukan lagi, adopsi teknologi tersebut oleh institusi besar seperti Harvard akan memajukan pengembangan AI dengan penerapan yang terkendali dan bertanggung jawab.
Kendati demikian, beberapa pihak masih menganggap alat ini sebagai risiko bagi keamanan mahasiswa. Mereka menyerukan peningkatan persyaratan dan standar seputar privasi dan pengumpulan data.
Advertisement
Kelas Computer Science 50 Terbuka untuk Mahasiswa Non-Harvard
Di sisi lain, kelas Computer Science 50 rupanya terbuka untuk umum, meskipun peserta bukan mahasiswa Harvard.
Selain itu, kelas ini pun menawarkan kursus online melalui kolaborasi Universitas Harvard dan edX.org tanpa biaya. Namun, layanan berbayar juga disediakan untuk beberapa upgrade pembelajaran.
Menurut situs edX.org, lebih dari 4,8 juta penggunanya telah mendaftar untuk sesi terbaru kelas CS50 yang dimulai pada 24 Juni lalu.
Situs ini juga menyebutkan bahwa dukungan AI tidak hanya ditujukan untuk mahasiswanya, tetapi akan diperluas ke semua peserta non-Harvard yang mengakses kursus melalui edX.
Dua Mahasiswa Indonesia Bikin Startup Kecerdasan Buatan MASA AI di Silicon Valley
Sementara itu, dua mahasiswa Indonesia juga telah menorehkan prestasi yang membanggakan dalam upaya memajukan pendidikan di Tanah Air.
Jason Sudirdjo dan Davyn Sudirdjo, bersama dengan Wilson Liang asal Amerika Serikat, merintis perusahaan rintisan atau startup yang bergerak di bidang solusi AI untuk pendidikan, di Silicon Valley.
MASA AI pun menggarap dua produk berbasis kecerdasan buatan yaitu JennieTest dan JennieSpeak. JennieTest dapat digunakan berlatih untuk TOEFL, IELTS,UTBK-SBMPTN dan bahasa Inggris umum, termasuk tes diagnostik cepat.
Sementara, JennieSpeak adalah pelatih berbicara lengkap yang dapat mendeteksi pengucapan & intonasi, ritme & tempo, serta akurasi tata bahasa & kosa kata, sehingga meningkatkan kemampuan berbicara pengguna.
Advertisement