Liputan6.com, Washington - Penjaga Pantai Amerika Serikat (AS) pada Minggu (25/6/2023) mengumumkan bahwa pihaknya akan memimpin penyelidikan atas hilangnya kapal selam wisata Titanic untuk menentukan penyebab ledakan.
Kapal selam Titan yang membawa lima orang ke bangkai kapal Titanic resmi dinyatakan meledak dan menewaskan seluruh awaknya pada Kamis (22/6), setelah dilaporkan hilang kontak pada Minggu (18/6). Puing-puing kapal selam Titan, yang memiliki bobot 9.071 kilogram, ditemukan kira-kira 488 meter dari bangkai kapal Titanic di perairan Atlantik Utara.
Advertisement
Kepala investigasi Kapten Jason Neubauer menuturkan bahwa pihaknya telah memetakan lokasi kecelakaan. Namun, dia tidak mengungkapkan batas waktu penyelidikan.
"Pertemuan Dewan Investigasi Kelautan adalah tingkat investigasi tertinggi yang dilakukan oleh Penjaga Pantai AS," terang Neubauer seperti dilansir AP, Senin (26/6).
Penyelidik AS akan bekerja sama dengan otoritas investigasi nasional dan internasional lainnya, termasuk Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS, Dewan Keselamatan Transportasi Kanada, Dewan Investigasi Korban Laut Prancis, dan Cabang Investigasi Kecelakaan Laut Inggris.
Bukti-bukti, menurut Neubauer, saat ini sedang dikumpulkan di pelabuhan St. John's, Newfoundland, melalui koordinasi dengan otoritas Kanada.
Nantinya, Dewan Penjaga Pantai dapat membuat rekomendasi untuk menerapkan sanksi perdata atau pidana sebagaimana diperlukan.
"Tujuan utama saya adalah mencegah kejadian serupa dengan membuat rekomendasi yang diperlukan untuk memajukan keamanan maritim di seluruh dunia," tutur Neubauer.
OceanGate Expeditions, perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan kapal selam Titan berbasis di Everett, AS. Namun, kapal selam itu sendiri terdaftar di Bahama. Adapun kapal induk Titan, Polar Prince, terdaftar di Kanada.
Sementara itu, lima awak kapal selam yang tewas masing-masing adalah CEO OceanGate Expeditions sekaligus pilot Titan Stockton Rush; ahli Titanic Paul-Henri Nargeolet; miliarder Pakistan Shahzada Dawood dan putranya Suleman Dawood; serta miliarder sekaligus petualang Inggris Hamis Harding.
Misi Bunuh Diri
Penyelidikan terkait kecelakaan Titan disebut akan diperumit fakta bahwa dunia eksplorasi laut dalam belum diatur dengan baik dan Titan tidak terdaftar dalam badan internasional yang mengatur keselamatan. Kapal selam itu juga tidak diklasifikasikan oleh kelompok industri maritim yang menetapkan standar pada sejumlah hal, termasuk konstruksi lambung kapal.
CEO OceanGate Expeditions dilaporkan pernah mengeluhkan bahwa peraturan-peraturan yang ada dapat menghambat kemajuan.
Satu pertanyaan yang diyakini paling sulit dipecahkan adalah kapan ledakan kapal selam Titan terjadi. Sebelumnya, analisis data akustik Angkatan Laut (AL) AS menemukan anomali yang konsisten dengan ledakan di sekitar lokasi kapal beroperasi ketika hilang kontak.
Belakangan, pertanyaan tentang keselamatan kapal selam Titan diajukan oleh sejumlah pihak, termasuk mantan penumpang.
Arthur Loibl, pensiunan pengusaha dan petualang berusia 61 tahun dari Jerman, membayar USD 110.000 atau sekitar Rp1,6 miliar untuk ikut wisata Titanic dengan kapal selam Titan. Namun, penyelaman yang dijadwalkan pada tahun 2019 gagal karena Titan tidak lolos uji coba.
Baru dua tahun kemudian Loibl melakukan pelayaran ke Titanic. Dia juga berangkat bersama Rush dan Nargeolet. Penumpang lainnya adalah dua pria asal Inggris.
Penyelaman sempat berulang kali ditunda untuk memperbaiki masalah pada baterai dan bobot penyeimbang.
Selama 2,5 jam turun dan naik ke bangkai Titanic, lampu dimatikan untuk menghemat energi, cerita Loibl, dengan satu-satunya penerangan berasal dari tongkat pendar neon.
Kelompok Loibl beruntung dan menikmati pemandangan bangkai kapal yang menakjubkan, kata Loibl, tidak seperti pengunjung pada penyelaman lain yang hanya dapat melihat bidang puing atau dalam beberapa kasus tidak melihat wujud Titanic sama sekali. Beberapa pelanggan bahkan terpaksa merelakan uang mereka yang tidak dapat kembali karena cuaca buruk membuat penyelaman tidak mungkin dilakukan.
Loibl menggambarkan Rush sebagai pengotak-atik yang mencoba memanfaatkan apa yang tersedia untuk melakukan penyelaman. Namun jika dipikir-pikir, ungkap Loibl, "itu agak meragukan".
"Ketika melihat ke belakang sekarang, saya merasa agak naif," kata Loibl, menyamakan wisata yang diikutinya dengan misi bunuh diri.
Advertisement