Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Rusia dibuat geger akibat pemberontakan mendadak dari kelompok paramiliter Wagner. Sejatinya, kelompok ini membela Rusia, tetapi hubungan keduanya terus memburuk di tengah invasi Rusia ke Ukraina.
Selama beberapa bulan terakhir, pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin semakin berani untuk mengkritik strategi militer Rusia yang dinilai tidak efisien, serta karena tidak mengirim persediaan militer yang mumpuni untuk kelompok Wagner di garis depan.
Advertisement
Pemberontakan akhirnya pecah pada 23 Juni 2023. Pasukan Wagner berangkat menuju Moskow dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengambil tindakan untuk melawan.
Beruntung bagi rakyat Moskow, pertumpahan darah berhasil dihindari karena ditengahi Presiden Belarusia Alexander Lukashenko.
G7 Memantau
Situasi kelompok Wagner ikut dipantau oleh Jepang dan kelompok G7. Dilaporkan Kyodo, Senin (26/6/2023), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengungkap bahwa pihaknya dan G7 sedang berkoordinasi untuk memonitor kondisi pergolakan yang terjadi di Rusia.
"Kami akan terus memantau dengan lekat perkembangan-perkembangan yang terjadi dari saat ini," ujar PM Kishida di kantornya.
Jepang merupakan tuan rumah G7 di tahun 2023. Sejak Rusia menyerang Ukraina, Jepang termasuk negara yang sangat vokal dalam membela Ukraina dan mengecam Rusia.
Sementara, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dilaporkan berbincang dengan sekutunya di NATO terkait pemberontakan Wagner.
Menurut New York Post, Biden berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Britania Raya Rishi Sunak untuk membahas situasi tersebut, serta menegakan dukungan mereka terhadap Ukraina.
Sebagai informasi, Jepang bukan anggota dari NATO.
KBRI Moskow Beri Imbauan untuk WNI
KBRI Moskow telah mengeluarkan imbauan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) terkait situasi keamanan di Rusia.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha.
"KBRI Moskow telah mengeluarkan imbauan kepada para WNI di beberapa wilayah di Rusia utk berhati hati dan meningkatkan kewaspadaan karena situasi keamanan," kata Judha Nugraha, Minggu (25/6/2023).
Menurut Judha, imbauan ini diberikan guna memberikan update dan mengantisipasi kemungkinan ancaman keamanan.
"Imbauan tersebut merupakan kewajiban KBRI untuk memberikan alert terhadap WNI terhadap berbagai kemungkinan ancaman keamanan. KBRI akan selalu memberikan update dari waktu ke waktu," kata Judha.
"Jumlah WNI di Voronezh 14 orang, Rostov 11 orang," kata Judha.
Sementara itu, sudah beredar pula surat dari KBRI Moskow berisi peringatan lengkapnya:
Sehubungan dengan perkembangan situasi keamanan tanggal 24 Juni 2023, Pemerintah Rusia telah menerapkan kebijakan keamanan Kontra-Terorisme di beberapa daerah, yakni di Moskow, Moskow, Oblast, Voronezh dan Rostov.
Merujuk perkembangan situasi keamanan tersebut, Kedutaan Republik Indonesia di Moskow menghimbau seluruh WI/Masyarakat Indonesia di Rusia khususya di wilayah-wilayah di maksud di atas agar:
1. Tetap Tenang, Pantau dan ikuti arahan dari Gubernur/Pemerintah Setempat dan sumber berita resmi untuk kewaspadaan keamanan diri.
2. Agar selalu membawa Dokumen Identitas (Paspor) dalam bepergian dan beraktifitas sehari-hari. Hal ini sehubungan dengan upaya peningkatan penjagaan keamanan di tempat-tempat mum, transportasi mum, stasiun kereta api, dan juga bandar udara (airport).
3. Untuk Masyarakat Indonesia di Moskow dan Moskow Oblast agar membatasi perialanan ke luar kota kecuali keperluan mendesak. Hal in terkait dengan peningkatan pemeriksaan aparat di jalan ke luar dan menuju Moskow.
4. Agar seluruh WNI di Rusia untuk sementara waktu tidak melakukan perjalanan ke Rostov dan Voronezh hingga situasi setempat kondusit.
5. Secara khusus untuk WI di wilayah Rostov dan Voronezh agar mematuhi arahan Pemerintah setempat untuk tidak keluar rumah/asrama/tempt tinggal apabila tidak ada keadaan mendesak.
6. Lakukan Kewajiban Lapor Diri Online di Portal Peduli WI https://peduliwni.kemlu.go.id bagi WI yang belum melakukannya.
7. Dalam keadaan mendesak silahkan menghubungi Kedutaan Bear Republik Indonesia di Moskow di nomor kontak:
Nomor Telpon [Waktu Kerjal +7 495 9519 549 - 51
Nomor Hotline [Situasi Darurat dan Mengancam Nyawal +79 8575 024 10
Email Fungsi Konsuler: kbrimos.protkons@ gmail.com dan protkons.moskow@kemlu.go.id
Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Advertisement
Ukraina Antara Wagner dan Putin
Presiden Volodymyr Zelensky dan pasukannya mengklaim dapat memanfaatkan kekacauan yang disebabkan akhir pekan ini ketika tentara bayaran berbaris menuju Moskow, Reuters mewartakan dikutip dari MSN News (25/6).
Sabtu malam, Yevgeny Prigozhin, pendiri tentara Wagner, mengatakan dia menghentikan "pawai untuk keadilan" di Moskow setelah kesepakatan yang menghindarkannya dan tentara bayarannya dari menghadapi tuduhan kriminal. Kesepakatan itu juga mengasingkan Prigozhin ke Belarus.
"Hari ini dunia melihat bahwa penguasa Rusia tidak mengendalikan apa pun. Tidak ada sama sekali. Hanya kekacauan total," kata Zelensky dalam pidato video malamnya, mendesak sekutu Ukraina untuk menggunakan momen itu dan mengirim lebih banyak senjata ke Kiev.
Kerusuhan Prigozhin, tantangan internal terbesar bagi Presiden Vladimir Putin sebagai pemimpin terpenting Rusia selama 23 tahun, telah memicu kekhawatiran keamanan global. Itu juga memicu hiruk-pikuk panggilan antara Washington dan sekutunya untuk mengoordinasikan tindakan.
"Setiap kekacauan di belakang garis musuh bekerja untuk kepentingan kami," kantor berita Ukrinform yang dikelola negara mengutip Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan pada hari Sabtu.
Putin menyebut tindakan Prigozhin sebagai "pukulan bagi Rusia", tetapi tidak ada tanda-tanda segera pemerintahannya terancam. Kementerian Pertahanan Rusia, di bawah pimpinan sekutu setia Putin, Sergei Shoigu, tetap diam sepanjang acara akhir pekan.
Kuleba mengatakan masih terlalu dini untuk berbicara tentang konsekuensi bagi Ukraina, tetapi kemudian pada hari itu dia mengadakan panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk membahas peristiwa tersebut dan upaya serangan balasan Kiev.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah pernyataan setelah itu bahwa Washington akan tetap "bekerja sama erat" dengan Kiev ketika situasi berkembang.