Liputan6.com, New York - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) berencana terus menaikkan suku bunga acuan untuk meredam inflasi. Hal ini berarti potensi tingkat gagal bayar perusahaan kemungkinan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
Dikutip dari CNBC, Senin (29/6/2023), tingkat gagal bayar perusahaan naik pada Mei, sebuah tanda perusahaan AS bergulat dengan suku bunga lebih tinggi yang membuatnya lebih mahal untuk membiayai kembali utang serta prospek ekonomi yang tidak pasti.
Advertisement
Menurut Moody’s Investors Service, ada 41gagal bayar di Amerika Serikat dan satu di Kanada sepanjang 2023, paling banyak di wilayah manapun secara global dan lebih dari dua kali lipat pada periode sama 2022.
Awal pekan ini, Ketua the Fed Jerome Powell prediksi akan ada lebih banyak kenaikan suku bunga pada 2023, meski pada tingkat lebih lambat sampai lebih banyak kemajuan yang dibuat untuk menurunkan inflasi.
Para bankir dan analis menuturkan, suku bunga tinggi adalah biang kerok terbesar. Perusahaan yang membutuhkan lebih banyak likuiditas atau yang sudah memiliki beban utang yang besar dan membutuhkan pembiayaan kembali dihadapkan pada biaya utang baru yang tinggi.
Pilihannya sering termasuk nilai tukar yang tertekan ketika perusahaan menukar uangnya dengan bentuk utang lain atau membeli kembali utang tersebut. Atau dalam keadaan yang sangat buruk, restrukturisasi dapat dilakukan di dalam dan di luar pengadilan.
“Modal sekarang jauh lebih mahal. Lihatlah biaya utang. Anda cukup bisa mendapatkan pembiayaan utang sebesar 4 persen-6 persen pada setiap titik rata-rata selama 15 tahun terakhir. Sekarang biaya utang telah naik menjadi 9 persen-15 persen,” ujar Mohsin Meghji, Mitra Pendiri Perusahaan Restrukturisasi dan Penasehat M3 Partners.
Ratusan Perusahaan Ajukan Kebangkrutan
Meghji menuturkan, perusahaannya sangat sibuk sejak kuartal IV di banyak industri. Sementara perusahaan yang paling bermasalah telah terpengaruh baru-baru ini. Ia berharap perusahaan dengan stabilitas keuangan yang lebih baik memiliki masalah pembiayaan kembali karena suku bunga tinggi.
Hingga 22 Juni, ada 324 pengajuan kebangkrutan, tidak jauh dari 374 pada 2022, menurut S&P Global Market Intelligence. Ada lebih dari 230 pengajuan kebangkrutan hingga April 2023, tingkat tertinggi untuk periode itu sejak 2010.
Envision Healthcare, penyedia layanan medis darurat mengalami kegagalan terbesar pada Mei. Penyedia layanan itu memiliki utang lebih dari USD 7 miliar ketika mengajukan kebangkrutan, menurut Moody’s.
Perusahaan keamanan dan alarm rumah Monitronics International, Lembaga keuangan regional Silicon Valley Bank, dan Bed Bath and Beyond, pemilik jaringan olah raga regional Diamond Sport juga termasuk di antara pengajuan kebangkrutan terbesar sepanjang 2023, menurut S&P Global Market Intelligence.
Advertisement
Prediksi Moody's
Dalam banyak kasus, gagal bayar ini terjadi dalam beberapa bulan, jika bukan kuartal, ujar co-head of capital transformation and debt advisory Solomon Partners, Tero Janne.
"Tingkat default adalah indikator kesulitan yang tertinggal. Sering kali default tersebut tidak terjadi sampai sejumlah inisiatif untuk mengatasi neraca, dan tidak sampai kebangkrutan Anda melihat default modal D mulai berlaku,” ujar dia.
Moody’s prediksi tingkat gagal bayar global naik menjadi 4,6 persen pada akhir tahun, lebih tinggi dari rata-rata jangka panjang sebesar 4,1 persen. Tingkat itu diproyeksikan akan naik menjadi 5 persen pada April 2023 sebelum mulai mereda.
Co-head of capital transformation and debt advisory Solomon Partners, Mark Hootnick menuturkan, saat ini berada dalam lingkungan kredit yang sangat longgar. “Sejujurnya perusahaan yang seharusnya tidak memanfaatkan pasar utang dapat melakukannya tanpa batasan,” ujar Mark.
Ini kemungkinan mengapa gagal bayar terjadi di berbagai industry. Ada juga beberapa alasan industry khusus. “Bukannya satu sektor tertentu mengalami banyak gagal bayar. Sebaliknya ada cukup banyak default di berbagai industry. Itu tergantung pada leverage dan likuiditas,” ujar Vice President dan Senior Credit Officer Moody’s Sharon Qu.
Selain beban utang yang besar, Envision dijatuhkan oleh masalah perawatan kesehatan yang berasal dari pandemi COVID-19, Bed Bath and Beyond juga terpukul karena memiliki jejak toko yang besar sementara banyak pelanggan memiliki belanja online. Diamond Sports dibebani oleh meningkatnya penurunan konsumen.
“Kita semua tahu risiko yang dihadapi perusahaan saat ini, seperti melemahnya pertumbuhan ekonomi, suku bunga tinggi, dan inflasi tinggi. Sektor siklikal akan berpengaruh seperti barang konsumsi tahan lama jika orang mengurangi pengeluaran,” ujar dia.