Liputan6.com, Jakarta - Anjing merupakan hewan yang masuk kategori penular utama rabies kepada manusia. Oleh sebab itu, ciri-ciri anjing yang terkena rabies merupakan hal yang penting diketahui agar dapat melindungi diri.
Epidemiolog Kesehatan Ahli Madya Dit. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Johanes Eko Kristiyadi, mengungkap beberapa ciri anjing yang telah terkena rabies.
Advertisement
Anjing Rabies Tipe Diam
Eko menjelaskan, anjing rabies tak hanya ditunjukkan dengan keganasan. Sebaliknya, ada anjing rabies tipe diam atau tidak ganas.
“Yang pertama, ada anjing rabies tipe diam. Dia akan diam saja di tempat-tempat yang sunyi, gelap, tidak menimbulkan gejala-gejala ganas,” tuturnya dalam podcast YouTube Kemenkes RI, Kemencast, bertajuk ‘Yang Harus Kamu Tahu Untuk Cegah Anabul Kena Rabies’ yang diunggah pada Sabtu, (24/6/2023).
Meski tidak mencirikan keganasan, anjing rabies tipe diam justru berbahaya karena dapat tiba-tiba menggigit orang yang dilihatnya.
“Tidak mencirikan ciri-ciri ganas, tetapi saat ada orang yang lewat di sekitar situ atau ada benda apapun, akan digigit,” lanjut Eko.
Anjing Rabies Tipe Ganas
Berbeda dengan tipe diam, ciri anjing rabies tipe ganas akan lebih mudah diidentifikasi. Sehingga, akan lebih mudah untuk pemilik anjing atau orang di sekitarnya dalam menjaga diri.
“Kalau yang tipe ganas, itu akan berlari kemana saja, tidak menuruti tuannya, menggigit apa saja. Bisa hewan lain maupun manusia,” kata Eko.
Ekor Melengkung
Lebih lanjut, Eko mengungkap bahwa ekor melengkung juga bisa jadi ciri anjing terkena rabies.
“Kemudian, informasi terkait ciri-cirinya adalah ekor melengkung di sekitar paha bawah bagian belakang,” ia menerangkan.
Menggigit Lebih dari Satu Orang dan Tanpa Provokasi
Tak hanya itu, Eko mengungkap bahwa anjing rabies umumnya tidak hanya menggigit satu orang.
“Paling tidak, dia tidak menggigit hanya satu orang,” katanya.
Lebih lanjut, anjing rabies juga biasanya menggigit tanpa provokasi apa pun, mengutip Eko.
“Kalo ada provokasi, artinya misalnya ada hewan anaknya diambil lalu dia menggigit, itu tidak rabies. Atau anjing lagi tidur buntutnya terinjak, dia menggigit, mungkin tidak rabies,” tutur Eko.
“Jadi, hewan rabies ini menggigitnya tanpa provokasi apalagi jika lebih dari satu orang,” lanjutnya.
Saliva atau Air Liur Berlebih
Selain ciri-ciri sebelumnya, Eko mengungkap, air liur berlebih pada anjing juga perlu diwaspadai sebagai ciri anjing terkena rabies.
“Ya, ada saliva atau air liur yang banyak,” terangnya.
Selain itu, anjing rabies juga cenderung menjulurkan lidah terus menerus.
Advertisement
Penanganan Pertama Setelah Tergigit Anjing dengan Ciri Rabies
Tak hanya ciri anjing rabies, penanganan pertama juga setelah tergigit anjing dengan ciri rabies juga perlu dipahami.
Eko menegaskan, orang yang tergigit anjing dengan ciri rabies perlu untuk mencuci luka dengan air mengalir, menggunakan sabun atau detergen.
“Tata laksananya itu, cuci luka dengan sabun atau deterjen, di air mengalir, minimal selama 15 menit,” tegasnya.
Dengan menggunakan sabun atau deterjen, menurut Eko, virus dapat mati.
“Kenapa menggunakan sabun atau deterjen? Karena virus mengandung serabut lemak. Jadi, dengan sabun dan atau deterjen, virus tersebut akan rusak. Sehingga, tidak menyebabkan virus bergerak ke susunan saraf pusat,” jelas Eko.
Hidrofobia atau Takut Air, Ciri Terkena Rabies
Eko mengungkap, hampir semua kasus rabies di Indonesia menimbulkan gejala saat 2 hingga 3 bulan setelah tergigit.
“Itu nanti ada masa inkubasi selama 2 sampai 8 minggu. Tapi, kasus-kasus di Indonesia yg kami temukan adalah antara 2 hingga 3 bulan setelah digigit, baru timbul gejala. Jika timbul gejala klinis, akan lebih sulit tertolong,” tuturnya.
Seperti penyakit lain, ciri umum rabies mencakup adanya demam, nyeri di sekitar luka, sakit tenggorokan, tidak napsu makan, mengutip Eko.
“Tapi ciri khususnya adalah hidrofobia atau takut air. Lalu takut cahaya, takut angin,” terangnya.
Oleh sebab itu, Eko mengatakan, orang yang terinfeksi rabies biasanya tidak mau minum air, terkena angin, dan terpapar cahaya.
“Misal ketika sudah timbul gejala klinis, jika disodorkan air minum, ia tak akan minum. Ketika dikipas pun dia juga akan takut. Cahaya juga sama, maka di ruang isolasi itu dibuat redup,” pungkasnya.
Advertisement