Tagih Pajak Lintas Yurisdiksi, Sri Mulyani Minta Bantuan 13 Negara

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan meminta bantuan lintas yurisdiksi kepada 13 negara mitra untuk bantu melakukan penagihan pajak.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Jun 2023, 21:21 WIB
Menteri keuangan Sri Mulyani saat diwawancarai oleh Liputan6 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/3/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan meminta bantuan lintas yurisdiksi kepada 13 negara mitra untuk bantu melakukan penagihan pajak.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bisa meminta bantuan penagihan pajak kepada negara mitra yang terikat perjanjian Internasional dengan Pemerintah RI.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, Indonesia sudah terikat perjanjian internasional dengan13 negara mitra, yakni dalam bentuk persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).

"P3B yang ada saat ini ada 13 negara yang sudah memiliki ikatan untuk melakukan bantuan penagihan di antara kami dan otoritas yang ada di sana," ujar Suryo, Senin (26/6/2023).

"Dengan PMK tersebut, Insya Allah implementasi akan kita jalankan seandainya kita memiliki tagihan kepada wajib pajak Indonesia yang berada di luar negeri, kita bisa ajukan bantuan permintaan penagihan ke sana, sebaliknya juga sama," ungkapnya.

Adapun 13 negara mitra P3B tersebut antara lain, Aljazair, Amerika Serikat (AS), Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Jordania, Venezuela, dan Vietnam.

"Ke-13 negara tadi juga bisa mendapat bantuan penagihan pajak kepada kami di sana, sepanjang tata cara penagihan dan alas hukum sama atau sepadan," imbuh Suryo.


Kantong Penerimaan Pajak Terisi Rp 688,15 Triliun Sampai April 2023

Warga mengurus layanan perpajakan di Kantor KPP Pratama Jakarta Jatinegara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak resmi memulai penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan perpajakan ke depannya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga April 2023 mencapai Rp 688,15 triliun atau 40,05 persen dari target APBN 2023 sebesar Rp 1.718 triliun.

"Jadi, total sudah dikumpulkan (penerimaan pajak) 40,05 persen dari target tahun ini. Pertumbuhan sampai April 2023 mencapai 21,3 persen masih tinggi, namun tahun lalu sudah tumbuh tinggi 51,4 persen dibandingkan April 2022," kata Menteri Keuangan (Menkeu)n Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers: APBN KITA Mei 2023, Senin (22/5/2023).

Lebih lanjut, secara keseluruhan penerimaan pajak pada semua sektor tumbuh, walaupun pertumbuhannya melambat dibanding sebelumnya.

Adapun rinciannya, hingga April 2023 penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM mencapai Rp 239,98 triliun atau 32,3 persen dari target. Untuk sektor ini mampu tumbuh 24,91 persen jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2022.

Selanjutnya, penerimaan PPh Non Migas mencapai Rp 410,92 triliun atau 47,04 persen dari target APBN 2023. Penerimaan pajak ini tumbuh 20,11 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2022.

Kemudian, realisasi penerimaan PBB dan Pajak Lainnya mencapai Rp 4,92 triliun atau 12,3 persen dari target. Penerimaan sektor pajak ini mampu tumbuh 102,62 persen jika dibandingkan realisasi April 2022. Terakhir, penerimaan PPh Migas tercatat Rp 32,33 triliun atau 52,62 persen dari target. PPh Migas tumbuh 5,44 persen dibanding tahun 2022.


Harga Komoditas

Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa per 14 Desember 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp1.634,36 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan tersebut, Menkeu juga mengungkapkan, penerimaan pajak melambat dibanding tahun sebelumnya, dikarenakan penurunan harga mayoritas komoditas utama dan penurunan ekspor serta impor.

Diketahui harga komoditas energi dan pangan secara global melanjutkan tren penurunan, seperti komoditas gas, batu bara, minyak bumi, CPO, gandum, kedelai, hingga jagung.

Menkeu mencatat, penurunan harga komoditas yang paling besar adalah komoditas CPO yakni sebesar 60 persen, kemudian gas 34 persen penurunannya, dan minyak bumi rata-rata sudah turun 9,3 persen.

Kendati begitu, sebagai bendahara negara, pihaknya akan terus memantau dan mewaspadai penerimaan pajak agar kedepannya tidak merosot, meskipun saat ini penerimaan pajak masih positif.

"Namun demikian optimisme tetap ada mengingat aktivitas ekonomi domestik, yang terus meningkat dan optimalisasi implementasi UU HPP," pungkas Menkeu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya