Ditjen Pajak Fokus Awasi Wajib Pajak Grup dan Orang Super Kaya

Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan fokus mengawasi wajib pajak (WP) grup, wajib pajak dengan kekayaan tinggi atau high wealth individual (HWI) pada 2023 ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Jun 2023, 21:25 WIB
Suasana pelayanan pajak di Kantor KPP Pratama Jakarta Jatinegara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). Lewat penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka masyarakat kini cukup hanya dengan mengingat NIK. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan fokus mengawasi wajib pajak (WP) grup, wajib pajak dengan kekayaan tinggi atau high wealth individual (HWI) pada 2023 ini.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pihaknya lewat sejumlah kebijakan terus melakukan penguatan pengawasan terhadap para wajib pajak.

"Pengawasan juga dilakukan, bagaimana membentuk task force untuk pengawasan WP Group dan WHI induvidual yang biasanya merupakan bagian dari grup," ujar Suryo, Senin (26/6/2023).

Selanjutnya, ia menambahkan, pengawasan kepada WP grup dan orang super kaya juga akan terus jadi fokus Ditjen Pajak pada 2024 mendatang.

Alur Penegakan

Komite kepatuhan tersebut akan menyusun daftar yang berisikan wajib pajak prioritas untuk ditindak. Setelah itu, komite kepatuhan akan berperan dalam menentukan tindak lanjut terhadap wajib pajak.

Adapun tindak lanjut yang dimaksud mencakup pengawasan, pemeriksaan, serta penegakan hukum. Tidak hanya itu, Suryo menyebutkan komite kepatuhan dapat menjadi alat pelayanan dan penyuluhan terhadap wajib pajak.

"Ke depan kami akan gunakan komite kepatuhan sebagai alat untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum, sekaligus juga melakukan pelayanan kepatuhan kepada wajib pajak," tuturnya.


Kantong Penerimaan Pajak Terisi Rp 688,15 Triliun Sampai April 2023

Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa per 14 Desember 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp1.634,36 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga April 2023 mencapai Rp 688,15 triliun atau 40,05 persen dari target APBN 2023 sebesar Rp 1.718 triliun.

"Jadi, total sudah dikumpulkan (penerimaan pajak) 40,05 persen dari target tahun ini. Pertumbuhan sampai April 2023 mencapai 21,3 persen masih tinggi, namun tahun lalu sudah tumbuh tinggi 51,4 persen dibandingkan April 2022," kata Menteri Keuangan (Menkeu)n Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers: APBN KITA Mei 2023, Senin (22/5/2023).

Lebih lanjut, secara keseluruhan penerimaan pajak pada semua sektor tumbuh, walaupun pertumbuhannya melambat dibanding sebelumnya.

Adapun rinciannya, hingga April 2023 penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM mencapai Rp 239,98 triliun atau 32,3 persen dari target. Untuk sektor ini mampu tumbuh 24,91 persen jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2022.

Selanjutnya, penerimaan PPh Non Migas mencapai Rp 410,92 triliun atau 47,04 persen dari target APBN 2023. Penerimaan pajak ini tumbuh 20,11 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2022.

Kemudian, realisasi penerimaan PBB dan Pajak Lainnya mencapai Rp 4,92 triliun atau 12,3 persen dari target. Penerimaan sektor pajak ini mampu tumbuh 102,62 persen jika dibandingkan realisasi April 2022. Terakhir, penerimaan PPh Migas tercatat Rp 32,33 triliun atau 52,62 persen dari target. PPh Migas tumbuh 5,44 persen dibanding tahun 2022.


Penerimaan Pajak Melambat karena Harga Komoditas

Warga mengurus layanan perpajakan di Kantor KPP Pratama Jakarta Jatinegara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak resmi memulai penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan perpajakan ke depannya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dalam kesempatan tersebut, Menkeu juga mengungkapkan, penerimaan pajak melambat dibanding tahun sebelumnya, dikarenakan penurunan harga mayoritas komoditas utama dan penurunan ekspor serta impor.

Diketahui harga komoditas energi dan pangan secara global melanjutkan tren penurunan, seperti komoditas gas, batu bara, minyak bumi, CPO, gandum, kedelai, hingga jagung.

Menkeu mencatat, penurunan harga komoditas yang paling besar adalah komoditas CPO yakni sebesar 60 persen, kemudian gas 34 persen penurunannya, dan minyak bumi rata-rata sudah turun 9,3 persen.

Kendati begitu, sebagai bendahara negara, pihaknya akan terus memantau dan mewaspadai penerimaan pajak agar kedepannya tidak merosot, meskipun saat ini penerimaan pajak masih positif.

"Namun demikian optimisme tetap ada mengingat aktivitas ekonomi domestik, yang terus meningkat dan optimalisasi implementasi UU HPP," pungkas Menkeu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya