Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkap dana operasional Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Menurut Alex, hal itu terjadi sejak 2019 hingga 2022.
"Dari tahun 2019 sampai 2022 itu yang bersangkutan itu setiap tahun, dana operasional yang bersangkutan itu Rp 1 triliun lebih," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (26/6/2023).
Advertisement
Alex mengatakan, uang tersebut paling banyak dibelanjakan makanan dan minuman. Menurut Alex, jika dikalkulasikan dalam satu hari Lukas bisa menghabiskan uang Rp 1 miliar untuk belanja makan dan minum.
"Sebagian besar dibelanjakan untuk biaya makan minum. Bayangkan kalau Rp 1 triliun itu sepertiga digunakan untuk belanja makan minum, itu satu hari Rp 1 miliar untuk belanja makan minum," tutur Alex.
Alex mengatakan KPK langsung kemudian mendalami temuan tersebut. Hasilnya pihak lembaga antirasuah menemukan adanya kejanggalan dalam dana operasional tersebut. Rupanya banyak yang fiktif.
"Kami sudah cek di beberapa lokasi tempat kwitansi diterbitkan. Ternyata itu banyak juga yang fiktif. Jadi restorannya tidak mengakui bahwa kwitansi itu diterbitkan rumah makan tersebut," ujar Alex.
Uang Hasil Rampasan dari Lukas Enembe
KPK memamerkan uang hasil sitaan dalam kasus yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Uang yang dipamerkan lembaga antirasuah sejumlah Rp81,9 miliar itu terdiri dari mata uang rupiah dan asing.
Uang hasil rampasan dari Lukas Enembe yang dijejerkan KPK yakni Rp 81.628.693.000, kemudian SGD26.300 atau sekitar Rp289 juta, dan USD5.100 atau sekitar Rp76,5 juta. Total uang tersebut mencapai sekitar Rp81,9 miliar.
"KPK melakukan penyitaan terhadap aset-aset sebagai uang senilai Rp81.628.693.000, uang senilai USD5.100, dan uang senilai SGD26.300," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (26/6/2023).
Selain uang, KPK juga sudah menyita puluhan aset lainnya milik Lukas yakni satu unit apartemen di Jakarta senilai Rp2 miliar, kemudian sebidang tanah dengan luas 1.525 beserta bangunan di atasnya (terdiri dari Hotel Grand Royal Angkasa, bangunan dapur dan bangunan lain) di Jayapura senilai Rp40 miliar.
Advertisement