Liputan6.com, Madura - Masyarakat Madura kerap menggelar perlombaan pacuan sapi yang diberi nama karapan sapi. Pada perlombaan ini, dua ekor sapi yang berpasangan akan menarik sebuah kereta kayu.
Sesuai namanya, pasangan sapi tersebut saling berlomba adu kecepatan melawan pasangan sapi lain. Selama perlombaan, sebuah musik gamelan Madura yang disebut saronen akan memeriahkan perlombaan tersebut.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, terdapat dua versi tentang asal-usul karapan sapi. Pada versi pertama disebutkan bahwa istilah 'karapan' atau 'kerapan' berasal dari kata 'kerap' atau 'kirap', yang artinya berangkat dan dilepas secara bersama-sama atau berbondong-bondong.
Baca Juga
Advertisement
Sementara pada versi kedua, kata 'kerapan' berasal dari bahasa Arab 'kirabah', yang berarti persahabatan. Terlepas dari dua versi asal-usul tersebut, kini karapan sapi dikenal sebagai suatu atraksi lomba pacuan khusus bagi binatang sapi.
Umumnya, arena karapan sapi memiliki jalur sepanjang 100 meter. Dengan jalur tersebut, perlombaan karapan sapi pun memerlukan waktu sekitar 10-15 detik.
Setiap tahunnya, beberapa kota di Madura biasanya akan menyelenggarakan karapan sapi pada Agustus dan September. Sementara pertandingan finalnya digelar pada akhir September atau Oktober di Kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Karapan sapi tak hanya terdiri satu jenis, melainkan beberapa jenis, seperti kerap keni, kerap raja, kerap onjangan, kerap karesidenen, dan kerap jar-jaran. Sebelum dimulainya perlombaan, semua sapi akan diarak memasuki lapangan.
Selain untuk melemaskan otot-otot sapi, pada tahap ini juga menjadi ajang pamer keindahan pakaian dan hiasan dari sapi-sapi yang akan dilombakan. Usai parade, pakaian dan hiasan yang dikenakan sapi akan dibuka dan hanya menyisakan pakaian yang tidak mengganggu gerak tubuh sapi saja.
Selain sebagai hiburan serta salah satu bentuk budaya dan tradisi, perlombaan ini juga memiliki beberapa nilai budaya. Bagi masyarakat Madura, karapan sapi memiliki nilai kerja keras, kerja sama, persaingan, ketertiban, dan sportivitas.
Sementara itu, di Pulau Kangean juga terdapat lomba pacuan serupa karapan sapi, tetapi menggunakan kerbau. Pacuan kerbau tersebut bukan disebut sebagai karapan kerbau, melainkan mamajir.
Penulis: Resla Aknaita Chak