Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 2023 ini, ibadah haji diperkirakan akan diikuti oleh sekitar 2 juta jemaah. Angka ini mendekati jumlah partisipasi haji pada tahun-tahun sebelum pandemi COVID-19.
Salah satu hal yang tidak dapat dilupakan dari semakin mudahnya akses ibadah haji ke Tanah Suci adalah teknologi. Tentunya, kemajuan teknologi telah mendukung kunjungan para jemaah dari waktu ke waktu.
Advertisement
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Arab Saudi telah mengembangkan aplikasi smartphone yang ditujukan untuk organisasi berbagai kelompok ibadah haji.
Pengamatan ini dilakukan oleh seorang peneliti yang tergabung dalam Associate Professor Studi Islam dan Afiliasi Fakultas, Pusat Studi Timur Tengah di University of Denver, di Colorado, Amerika Serikat, bernama Andrea Stanton.
Menurutnya, para jemaah haji memanfaatkan aplikasi itu sebagai panduan dalam menemukan lokasi suci tertentu untuk berdoa. Tak hanya itu, Arab Saudi juga telah meluncurkan kartu pintar bagi para jemaah haji untuk melakukan pembayaran non-tunai.
Melihat perkembangan ini, Stanton menyatakan bahwa teknologi telah menjadi inti dari perjalanan ibadah haji di Tanah Suci sejak tahun 1800-an.
"Teknologi komunikasi dan transportasi telah lama menjadi hal yang mendasar bagi pemerintah dalam mengelola ibadah haji dan pengalaman spiritual para jemaah,” ujar Stanson, seperti dikutip dari The Conversation, Selasa (27/6/2023).
Adapun kemajuan teknologi yang menunjang ibadah haji dari waktu ke waktu dapat dikategorikan menjadi kategori seperti transportasi, komunikasi, dan era modern.
Teknologi Transportasi
Pada tahun 1850-an, teknologi kapal uap memungkinkan lebih banyak umat Islam untuk melakukan ibadah haji meskipun mereka tinggal jauh dari Mekah.
Menurut cendikiawan Eric Schewe, kala itu jalur pelayaran Eropa mencari jemaah haji sebagai penumpang kapal untuk menambah pendapatan yang dihasilkan dari pengiriman kargo komersial melalui terusan Suez.
Cara ini pun berhasil membuat para jemaah dapat menunaikan ibadah haji dengan lebih cepat dan murah daripada periode sebelumnya, hingga jumlah jemaah haji meningkat empat kali lipat setiap tahunnya pada tahun 1930-an.
Tak hanya itu, kereta api juga membantu para jemaah haji lewat jalur darat, terutama mereka yang berasal dari Rusia. Perjalanan mereka umumnya menggunakan kereta api ke Odessa di Ukraina, atau pelabuhan Laut Hitam, tempat mereka menyebrang ke Istanbul dengan kapal uap, kemudian ke Mekah.
Advertisement
Teknologi Komunikasi
Sebelum ditemukan internet, telegraf memainkan peran penting dalam ibadah haji. Jaringan telegraf digunakan oleh pemerintah Utsmaniyah untuk mengirimkan instruksi dan sebagai tanda kemerdekaan dari dominasi Eropa.
Jaringan telegraf juga digunakan oleh pejabat konsuler Eropa, perusahaan kereta api dan kapal uap, serta jemaah haji perorangan untuk komunikasi terkait ibadah haji. Untuk jangkauannya, jaringan telegraf ini mencakup ibu kota di Istanbul melalui Damaskus, Suriah, menuju Mekah.
Di samping itu, banyak pemerintah memperkenalkan peraturan pelacakan yang mengandalkan teknologi cetak. Pada tahun 1825, Belanda mulai mewajibkan jemaah haji untuk memiliki paspor, sementara Prancis pada 1892 mengharuskan kepemilikan surat izin perjalanan.
Pemerintah Inggris pun mulai memberikan kontrak eksklusif pada biro perjalanan Thomas Cook pada 1886, yang mewajibkan para jemaah dari India membeli tiket terlebih dahulu.
Stanton menjelaskan, peraturan ini membantu jemaah menjalankan ibadah haji dengan aman. Namun, mereka juga berupaya untuk meminimalisir potensi risiko politik dan kesehatan masyarakat bagi kekuatan kolonial yang menguasai sebagian besar populasi dunia.
Memasuki Era Modern
Penyebaran perjalanan udara komersial yang dimulai pada tahun 1940-an semakin mengubah dinamika haji. Penerbangan dinilai lebih cepat, murah, dan aman, dibandingkan perjalanan dengan kapal uap.
Hal ini pun menawarkan partisipasi haji yang lebih luas bagi Muslim di seluruh dunia. Kendati demikian, kemajuan ini menciptakan tantangan logistik, politik, dan ekonomi yang sangat besar karena jumlah jamaah meningkat enam hingga tujuh kali lipat antara tahun 1950 dan 1980.
Selain itu, kehadiran teknologi komunikasi lainnya semakin mempopulerkan ibadah haji. Misalnya, stasiun radio di tahun 1940-an yang mulai meliput ibadah haji dan menyiarkannya kepada pendengar di rumah.
Pada tahun 1960-an, televisi pun mulai menampilkan rekaman jemaah haji yang sedang bertawaf atau mengelilingi Ka’bah. Tayangan ini pun menjadi inspirasi bagi pemirsa yang mendambakan kunjungan ke Tanah Suci.
Advertisement
Tantangan Bagi Pemerintah Setempat
Sementara itu, peningkatan angka melek huruf juga memungkinkan umat Islam untuk memahami panduan haji tertulis yang membantu mereka menavigasi penginapan, tempat makan, dan lokasi ibadah.
Meski teknologi senantiasa memudahkan perjalanan ibadah haji, sebagian besar Muslim hingga saat ini tidak serta merta dapat berkunjung ke Tanah Suci kapan saja. Banyaknya peserta yang mendaftar membuat kebanyakan dari mereka hanya bisa melakukan ibadah haji satu kali seumur hidupnya.
Jumlah 2 juta jemaah yang diperkirakan akan menunaikan ibadah haji tahun ini pun hanya sekitar 0,1% dari total umat Muslim dunia. Karenanya, hal ini menjadi tantangan utama bagi pemerintah Makkah untuk menangani semua pengunjung.
Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi diharapkan dapat memberi pengalaman yang aman, sehat, dan bermakna secara spiritual bagi seluruh jemaah, sekaligus menghindari pemberitaan buruk bagi negara tuan rumah.