Liputan6.com, Jakarta - Isu redenominasi rupiah atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya kembali ramai. Lalu seberapa penting pelaksanaan redenominasi rupiah tersebut?
Ekonom Bank Permata Joshua Pardede menuturkan, hal penting dari redenominasi yaitu memahami pengertiannya sehingga tidak menyebabkan persepsi keliru. Joshua mengatakan, redenominasi tersebut penyederhanaan nilai mata uang tetapi tidak mengubah nilai tukarnya ketika melakukan transaksi.
Advertisement
Ia menambahkan, redenominasi tersebut untuk memberikan persepsi ekonomi dan meningkatkan efisiensi. "Penghematan pencetakan uang. Saat ini rupiah mirip Vietnam Dong yang memiliki nominal besar terhadap dolar Amerika Serikat,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (27/6/2023).
Joshua mengatakan, penerapan redenominasi dapat meningkatkan kebanggaan terhadap rupiah. Akan tetapi, untuk menerapkan redenominasi rupiah tersebut ada syarat yang harus dipenuhi yaitu stabilitas makro ekonomi dan sosial politik.
"Perlu dukungan dari pemerintah, pelaku bisnis, DPR, dan masyarakat. Jangan sampai salah persepsi redenominasi dan sanering. Sanering yang terjadi pada 1960 itu nilai uang berkurang karena inflasi tinggi jadi uang Rp 10 ribu jadi Rp 10,sedangkan redenominasi tidak ada perbedaan hanya menghapus angka nol saja tetapi nilainya sama,” kata dia.
Ia menambahkan, untuk menerapkan redenominasi tersebut perlu persiapan dan sosialisasi matang sehingga tidak salah persepsi. Ia mengakui, momentum kestabilan ekonomi saat ini bisa untuk mulai proses redenominasi tetapi sebentar lagi hadapi pemilihan umum (pemilu) sehingga menjadi pertimbangan. Akan tetapi, Joshua mengakui, ada penghematan dari redenominasi.
“APBN kita kuadriliun nol ada 14, jadi banyak sekali. Kalau disederhanakan jadi efisiensi. Posisi kita sudah baik di G20, dan lead di ASEAN. Nol dihilangkan dampak ke persepsi rupiah,” ujar dia.
Meski demikian, Joshua memperkirakan butuh waktu antara 8-10 tahun untuk menerapkan redenominasi. "Momentum dan komunikasi untuk implementasikan redenominasi rupiah. Kesepakatan stakeholder, masyarakat, perlu sosialisasi intensif sehingga tidak terjadi mispersepsi,” ujar dia.
3 Faktor Pertimbangan Bank Indonesia Terapkan Redenominasi Rupiah Rp 1.000 Jadi Rp 1
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan redenominasi rupiah mulai dari desain, tahapan, hingga operasional. Akan tetapi, ada tiga faktor yang menyebabkan pelaksanaan redenominasi belum dilakukan hingga kini.
“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain,tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya,” ujar Perry dalam konferensi pers Dewan Gubernur Bulan Juni 2023, Kamis, 22 Juni 2023 dikutip dari Antara, Selasa (27/6/2023).
Namun, ada tiga faktor yang mempengaruhi keputusan Bank Indonesia untuk menerapkan redenominasi tersebut. Faktor pertama, Perry mengatakan, kondisi makroekonomi. Kini, kondisi makroekonomi Indonesia memang sudah membaik dan pulih, tetapi masih terdapat potensi dampak rambatan (spillover) dari ekonomi global yang masih diliputi ketidakpasstian.
Ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.
Pertumbuhan ekonomi global diprediksi sekitar 2,7 persen pada 2023 dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan China.
Di Amerika Serikat, tekanan inflasi masih tinggi terutama karena pengetatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda sehingga mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (the Fed) ked pean.
Kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar. Sedangkan di China, pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prediksi di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.
Advertisement
Pertimbangkan Kondisi Moneter
Faktor kedua, Perry menuturkan, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan. Di Indonesia, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan sudah stabil, tetapi Indonesia masih dibayangi ketidakpastian global.
Faktor ketiga, kondisi sosial dan politik di mana untuk melakukan redenominasi diperlukan kondisi sosial dna politik yang kondusif mendukung, positif serta kuat. “Untuk kondisi sosial dan politik ini pemerintah yang lebih mengetahui,” tutur dia.
Sementara itu, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menuturkan, manfaat redenominasi rupiah lebih kepada kenyamanan dalam bertransaksi dan menciptakan persepsi positif. “Dan meningkatkan confidence terhadap rupiah,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Redenominasi bertujuan menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan jasa.