Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kerangka pelaporan keberlanjutan yang efektif harus mengutamakan kepraktisan. Sehingga harus memberikan informasi yang akurat dan dapat diperbandingkan kepada para pemangku kepentingan, seperti investor dan juga regulator.
Kepala Departemen Pengawasan Emiten dan Perusahaan Publik OJK Novira Indrianingrum menuturkan, hal tersebut juga bisa mengurangi beban pelaporan bagi perusahaan.
Advertisement
"Maka dari itu, memiliki baseline global tentunya akan bermanfaat bagi kita. Karena standar memfasilitasi keterbandingan internasional yang mendukung pengambilan keputusan investor akses yang aman ke modal atau pembiayaan, yaitu tetap berada dalam rantai pasokan global," kata Novira dalam acara ASEAN Capital Markets Forum and International Sustainability Standards Board Joint Conference, Selasa (27/6/2023).
Dia juga mengatakan, International Sustainability Standards Board (ISSB) sebagai baseline global merupakan inisiatif penting, meskipun ada tantangan yang OJK hadapi dalam implementasinya.
"Jadi terkait baseline, kerangka kerja internasional dan regional harus memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan persyaratan pengungkapan. Untuk menyesuaikan pertemuan ekonomi, hukum dan pasar dari masing-masing negara," kata dia.
Namun demikian, garis dasar global dapat menetapkan standar minimum yang berlaku secara universal, dan mengatasi masalah keberlanjutan yang memerlukan kerja sama internasional, seperti perubahan iklim dan hak asasi manusia.
"Jadi dalam konteks pasar modal Indonesia, framework pelaporan keberlanjutan domestik telah disusun untuk mengakomodir kebutuhan dan karakteristik tertentu melalui peraturan OJK tahun 2027, jadi cukup lama, namun khusus untuk emiten dan perusahaan tercatat melalui peraturan OJK tahun 2021. Jadi baru dua tahun lalu, di mana framework mengadopsi TCFD and GRI standards," imbuhnya.
Roadmap Keuangan Berkelanjutan
Dengan demikian, OJK juga mengeluarkan roadmap keuangan berkelanjutan fase satu dan fase dua, di mana pengembangan taksonomi hijau Indonesia menjadi salah satu prioritas dalam implementasi ekosistem di urutan kedua dalam roadmap tersebut.
Saat ini, Indonesia juga sedang mempersiapkan implementasi S 1 dan S 2. Menyusul pemberlakuan omnibus law dalam reformasi keuangan baru empat bulan lalu terkait pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
"Jadi undang-undang yang sangat baru menjadi undang-undang yang mengatur persyaratan pelaporan keberlanjutan, pengembangan komite nasional, jadi ini adalah inisiatif yang sangat penting yang telah diambil Indonesia Komite Nasional Keuangan Berkelanjutan akan diketuai oleh Kementerian Keuangan," ujar dia.
Advertisement
Maksimalkan Potensi Desa, OJK Mulai Gebrakan Ekosistem Keuangan Inklusif
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membidik penguatan potensi wisata hingga produk dari UMKM di pedesaan, termasuk di Kampuang Minang Nagari Sumpu, Sumpur, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Upaya ini dibarengi dengan mendorong akses keuangan ke masyarakat desa.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkap langkah itu dibuat dalam program Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI). Penguatan akses terhadap produk jasa keuangan, hingga pendampingan UMKM menjadi fokus program tersebut.
"Jadi hari ini kita meresmikan EKI, Ekosistem Keuangan Inklusif disini jadi kita ingin membuka akses keuangan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Tapi ini lebih spesifiknya karena ini bukan seperti event biasa, tapi ini kita melakukan pendampingan," ujar dia dalam Kick-Off Ekosistem Keuangan Inklusif di Wilayah Perdesaan di Nagari Sumpur, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (22/6/2023).
Pada sisi pendampingan, OJK menggandeng Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Bank Indonesia, Bank Nagari, hingga pihak terkait lainnya untuk menyisir potensi desa Nagari Sumpu kali ini. Langkah pertama ini masuk dalam fase pra-inkubasi.
"Jadi nanti kita lihat nih masyarakat disini tuh apa sih yang kuat, apa yang bisa dikembangkan, tadi ada ikan bilih, sawo, terus kemudian mungkin pakaian, UMKM, ya itu bisa dikembangkan," terangnya.
Selanjutnya, akan masuk pada fase inkubasi. Pada bagian ini, pelaku usaha kecil menengah akan diberikan pendampingan oleh pelaku usaha jasa keuangan (PUJK). Disini, peran Bank BRI, Sarana Multigriya Finansial (SMF), Pegadaian, Bank Nagari, sampai Permodalan Nasional Madani (PNM) berperan memberikan pendampingan.
"Kemudian inkubasinya tadi ada teman-teman dari BRI, SMF, teman-teman dari pegadaian, Bank Nagari, PNM, itu nanti akan melakukan pendampingan," urainya.
Buka Akses Keuangan
Friderica melihat peluang selanjutnya. Adanya pendampingan dimaksudkan untuk membuka peluang perluasan skala usaha. Artinya, dibutuhkan dukungan pembiayaan dari sektor keuangan yang legal.
"Nah intinya kita ingin membuka akses terhadap keuangan sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kita melihat masyarakat kita yang butuh akses keuangan misalnya kemudian malah kena nanti kepada rentenir," tegasnya.
Pada saat yang sama, juga diberikan edukasi pada generasi muda untuk segera mengakses produk jasa keuangan. Misalnya, dengan program pembuatan rekening untuk pelajar.
"Tadi anak-anak juga kita bukakan rekening tabungan untuk simpel ya, simpanan pelajar. Jadi, kemudian nanti pasca inkubasi itu seperti apa. Jadi kita akan melihat bagaimana kemudian dampaknya kepada masyarakat," pungkas Friderica Widyasari Dewi.
Advertisement