Liputan6.com, Jakarta - Sektor properti disebut mulai menggeliat pada 2023. Di samping tren suku bunga yang mulai landai, permintaan properti di Indonesia saat ini banyak digerakkan oleh segmen end user, yang membeli properti untuk dipakai sendiri.
Meski begitu, Investment Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, Della Agatha Linggar mengatakan investor tetap perlu memperhatikan arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. memang, saat ini The Fed masih menahan suku bunga dan belum ada sinyal akan naik kembali.
Advertisement
"Tetap harus memperhatikan dinamika pergerakan suku bunga dari Central Bank untuk Kapan masuk. Contohnya, pada 2022 itu penjualan properti juga sudah sangat baik, tapi stock (saham) properti underperform dibanding JCI tahun lalu karena saat itu Sentral Bank Amerika maupun Indonesia posisi masih hawkish, masih menaikkan suku bunga," ujar Della dalam Money Buzz, Selasa (27/6/2023).
Sedangkan awal tahun ini, secara year to date (YTD) Della mencermati sektor properti sudha outperform. Misalnya dapat dilihat dari beberapa saham emiten properti seperti Ciputra Development Tbk (CTRA), Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan Pakuwon Jati Tbk (PWON).
Berdasarkan data RTI hingga penutupan sesi I hari ini, CTRA telah naik 13,83 persen ytd. Saham BSDE naik 19,02 persen ytd, SMRA naik 8,26 persen ytd, dan PWON naik 7,46 persen ytd.
"Jadi adanya harapan suku bunga mulai turun dan mulai dovish, bisa jadi waktu yang tepat untuk masuk," imbuh Della.
Kata Kunci untuk Memilih Saham Properti
Tak kalah penting, investor setidaknya harus memiliki beberapa kata kunci untuk memilih saham yang menarik di sektor properti. Menurut Della, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah fundamental perusahaan secara historis. Termasuk marketing sales yang berhasil dicatat tiap tahunnya.
Sebab itu akan jadi potensi pendapatan perusahaan ke depan setelah aset diserah terima-kan (handover) kepada pemilik atau konsumen.
"Jadi balik lagi bisa untuk sektor properti Jangan hanya melakukan top-down aja, tapi juga mungkin bisa melakukan bottom up terhadap perusahaan itu sendiri. Mana yang mungkin sudah mulai membayar hutangnya, jadi less interest rate. Higher RoA dan RoE. Dividen lebih banyak, itu menarik," tutur Della memungkasi.
Advertisement
Menelisik Tuah Pemilu di Sektor Properti
Sebelumnya, gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak di Indonesia yang berlangsung tahun depan menjadi sentimen untuk beberapa sektor. Bukan rahasia, jika sektor konsumer menjadi yang paling panen dari pemilu.
Sektor lain yang juga bakal terimbas sentimen pemilu adalah properti. Investment Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, Della Agatha Linggar menjelaskan, sektor ini mulai resilien didukung permintaan dari konsumen end user. Yakni konsumen yang membeli properti atau hunian untuk ditempati sendiri.
"Kalau Pemilu orang-orang kan lebih hati-hati untuk investasi. Tapi karena market properti kita sendiri sekarang sudah 60 persen end-user, mereka sendiri yang akan pakai rumah, menurut saya itu masih akan lebih sustain karena mereka sudah tahu bahwa ini sebuah kebutuhan," kata Della dalam Money Buzz, Selasa (27/6/2023).
Sementara untuk konsumen yang memiliki orientasi untuk investasi, kemungkinan besar memilih wait and see siapa yang akan menjadi pemimpin selanjutnya dan kebijakan apa yang akan diusung.
Daya Tarik KPR dengan Suku Bunga Rendah
Di sisi lain, suku bunga saat ini sudah relatif rendah, sehingga menjadi daya tarik untuk mempertimbangkan KPR. Secara garis besar, Della menilai sektor properti masih menarik pada sisa paruh kedua tahun ini. Sehingga menurut dia,developer perlu memasang siasat untuk menjaring konsumen dari kalangan end user dan home upgrader.
"Jadi bagaimana developer bisa mengcounter atau menyediakan demand sesuai dengan affordability first home buyer dan home upgrader. Sehingga kemungkinan seasonability ini masih akan berlanjut di semester II 2023," imbuh dia.
Sentimen Suku BungaDari sisi sentimen suku bunga, Della mencatat suku bunga bank sentral saat ini secara historikal sudah berada pada posisi terendah. Sehingga mestinya dapat menjadi pertimbangan bagi yang ingin memiliki hunian dengan sistem cicil atau KPR. Rendahnya suku bunga juga menjadi berkah bagi perusahaan untuk melakukan deleveraging.
Di mana saat leverage tinggi namun suku bunga rendah, maka earning perusahaan bisa lebih baik. Sebab, usai property boom tahun 2012-2015, banyak perusahaan dan developer mencari pendanaan untuk melakukan akuisisi lahan baru atau land banking.
Advertisement