Liputan6.com, Jakarta - Indonesia perlu berbenah dalam hal penguasaan literasi digital warganya, upaya ini harus ditingkatkan untuk mencegah misinformasi terutama saat menjelang pemilihan umum (pemilu).
"Literasi digital dibutuhkan sebagai respons cepatnya akselerasi transformasi digital akibat Pandemi Covid-19. Transformasi digital yang menyasar hampir semua sektor perlu disikapi sebagai peluang dan oleh karenanya harus diikuti adanya kemampuan dasar yang baik," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza.
Advertisement
Nadia menjelaskan, literasi digital adalah kemampuan untuk memahami, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang didapat melalui berbagai sumber digital secara bertanggung jawab. Literasi yang baik juga berarti seseorang mampu memahami teks sederhana menggunakan kosakata dasar, memahami dan secara kritis mengevaluasi teks yang panjang dan kompleks.
Oleh karena itu, literasi digital tidak hanya cukup dengan kemampuan mengoperasikan gawai pintar dan internet.
Pengguna internet di Indonesia meningkat tajam sejak beberapa tahun belakangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pengguna internet di Indonesia meningkat sebesar 22 persen selama periode 2015-2019. Peningkatan terbesar berasal dari perkotaan sebesar 55 persen. Sementara itu penambahan pengguna internet dari pedesaan berjumlah 31 persen.
Mendekati tahun Pemilu, misinformsi yang beredar akan semakin banyak dan massal di hampir semua platform media sosial. Para pemilih muda, terutama pemilih pertama, berpotensi terpapar misinformasi yang sama risikonya dengan mereka yang sudah punya hak pilih sejak lama.
Cara Meningkatkan Penguasaan Literasi Digital
Penelitian CIPS merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penguasaan literasi digital.
Yang pertama adalah perlunya integrasi yang lebih besar untuk mata pelajaran TIK ke dalam kurikulum.
Integrasi ini hendaknya lebih fokus pada pengajaran dalam penggunaan dan menyampaikan informasi yang didapat secara daring dengan bertanggung jawab dan mengidentifikasi informasi yang dapat dipercaya. Di sisi lain, upaya ini perlu diimbangi dengan keterlibatan orang tua dalam mengawasi anaknya.
Kemampuan berpikir kritis juga perlu jadi fokus pengajaran karena dengan berpikir kritis, siswa dapat menganalisis, mengevaluasi, dan membagikan informasi digital secara bertanggung jawab.
Selain itu, penting pula membekali siswa dengan kemampuan untuk mengidentifikasi sumber informasi yang dapat dipercaya, kiat-kiat untuk melindungi diri mereka selama aktivitas daring mereka agar terhindar dari perundungan siber (cyberbullying), penipuan (online fraud), pelanggaran privasi (privacy breach) dan lain-lain.
"Fokus ini sangat relevan dengan apa yang terjadi pada saat ini karena siswa mengonsumsi informasi dan berkomunikasi menggunakan media sosial yang diakses lewat gawai pintar," tegasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mengevaluasi bagaimana berpikir kritis diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Kebiasaan seperti bekerja secara berkelompok dengan teman sekelas, memperbanyak porsi soal-soal latihan yang mengasah pemikiran kritis dan memupuk model pembelajaran yang mengutamakan kebiasaan bertanya, menganalisis dan menyatakan argumen dalam diskusi harus diperkuat sebagai pondasi dalam peningkatan literasi digital.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.