Liputan6.com, Jakarta Selama beberapa hari belakangan, publik disajikan dengan kabar inses antara ayah dan anak perempuannya yang terjadi di Purwokerto, Jawa Tengah.
Kasus itu terungkap usai ditemukannya kerangka bayi yang terkubur dalam sebidang tanah. Kerangka yang merupakan tulang bayi itu adalah hasil perbuatan pria berinisial R (57) yang melakukan inses pada putri kandungnya E (25).
Advertisement
Saat berusia 13 tahun, E sudah melahirkan bayi pertama hasil inses dengan R. Bahkan, proses melahirkan hingga dikuburkannya bayi-bayi hasil inses tersebut ikut dibantu oleh sang ibu yang sekaligus istri ketiga R.
Berkaitan dengan hal ini, kriminolog Haniva Hasna atau yang karib disapa Iva mengungkapkan bahwa parental incest atau inses yang dilakukan oleh orangtua pada anaknya masuk kategori inses paling berat.
"Parental incest merupakan kategori terberat dalam kriteria inses, karena dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya sendiri. Siklus perbuatan inses yang terjadi pada akhirnya akan terulang kembali," ujar Iva melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Selasa (27/6/2023).
Rasa Kekuasaan Orangtua-Anak
Iva menjelaskan, parental incest bisa terjadi lantaran adanya faktor kekuasaan orangtua pada anak.
"Inses yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak dikatakan berat karena tak hanya bisa terjadi berulang kali, tapi juga akibat (adanya) 'kekuasaan' orangtua pada anak," kata Iva.
Serta, berkaitan dengan adanya dominasi patriarki yang disalahartikan.
"Dominasi patriarki yang seharusnya digunakan oleh seorang ayah sebagai pencari nafkah dan penentu tujuan keluarga justru disalahartikan untuk memanfaatkan kelemahan anak sebagai korban kekerasan seksual," kata Iva.
Inses Masuk Kategori Tindakan Kriminal dan Bukan Hal Normal
Lebih lanjut, Iva mengungkapkan bahwa menunjukkan kasih sayang antar keluarga menjadi hal yang wajar. Tetapi, jika berlanjut ke hubungan seksual, maka hal ini tidak lagi masuk kategori normal.
"Kasih sayang di antara keluarga merupakan salah satu tanda kedekatan dan bentuk hubungan yang wajar. Namun jika berlanjut hingga terjalin hubungan seksual sedarah ini bukan lagi hal yang normal," ujar Iva.
"Itu termasuk dalam tindak kriminal karena dilakukan kepada anak sendiri secara paksa, berulang, menghasilkan korban (bayi aborsi) dimana Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengatur hal tersebut," tegasnya.
Advertisement
Penyebab Seseorang Bisa Melakukan Inses
Menurut Iva, fenomena inses atau hubungan sedarah yang kerap terjadi pada masyarakat Indonesia umumnya masuk dalam kasus pencabulan.
Penyebab inses disebut-sebut berkaitan dengan tidak adanya akses untuk menyalurkan hasrat seksual secara normal dari pelaku, adanya ketidakberdayaan dari korban, dan kesempatan yang lebar.
"Yang paling penting adalah agresivitas serta kontrol diri orangtua terhadap perilakunya. Hal inilah yang membuat inses bukan merupakan gangguan jiwa, namun termasuk dalam kelainan seksual," kata Iva.
Dampak Buruk Inses bagi Kesehatan
Iva mengungkapkan bahwa selain tidak dibenarkan secara agama, moral, dan norma sosial, inses pun berdampak buruk bagi kesehatan terutama keturunan biologis.
"Pasangan yang masih memiliki ikatan darah dapat membawa faktor genetik langka. Ketertarikan atas dua orang yang memiliki ikatan keluarga tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan hubungan sedarah apalagi terpaksa," ujar Iva.
Menurut Iva, hubungan sedarah jika dengan paksaan dapat dimasukkan dalam kategori pelecehan seksual yang bisa berdampak pada sisi psikologis korban. Terlebih, hubungan sedarah seperti inses tidak diakui secara hukum.
Advertisement