Liputan6.com, Kuching - Perkenalkan, namaku adalah Anaku. Nama tersebut merupakan perpaduan dari neneku bernama Seduku dan Analisa Ibuku. Aku berusia 17 tahun dan tinggal di kawasan hutan konservasi Semenggoh, Sarawak, Malaysia. Sebuah kawasan nan eksotis dilindungi seluas 63 hektare. Semenggoh berada di timur Sarawak atau berjarak sekitar 24 kilometer dari Bandar Udara Internasional Kuching. Bila ditempuh dengan kendaraan, memakan waktu kurang lebih 35 menit.
Sarawak berada di pulau Borneo sebelah timur, terpisah dengan Malaysia di Semenanjung. Negara bagian Malaysia ini bertetangga dengan Kalimantan Barat, sehingga secara budaya Sarawak dan Kalimantan serumpun, tidak jauh berbeda. Bersaudara.
Advertisement
Aku hidup berdampingan satu dengan lainnya. Annuar adalah pimpinan kami. Dia berusia 25 tahun dan menjadi pemimpin ketika dia memenangkan pertarungan dengan senior terdahulu bernama Edwin yang berbeda dua tahun lebih tua.
Pun Edwin, pernah menjadi raja di antara kami setelah memenangkan pertarungan bersama Richie yang jauh lebih senior yaitu 42 tahun. Kini, keberadaan Richie entah berantah. Dia tidak pernah lagi terlihat di antara kami setelah kekalahan itu. Dia mengembara dan menyendiri di lebatnya hutan Semenggoh.
Pertarungan para pemimpin adalah untuk merebut kekuasaan dan mengakui kedaulatan teritori. Tidak ada batas usia dalam setiap pertarungan itu. Siapapun yang ingin memimpin dan ingin diakui secara berdaulat oleh kelompoknya, dia harus bertarung secara jantan.
Contoh pertarungan antara Annuar Vs Edwin, dan Edwin Vs Richie. Meski usia mereka lebih muda secara usia merasa cukup dan matang untuk memimpin, maka mereka akan terjun ke gelanggang. Dia yang menang tentunya menjadi pelayan serta melindungi kami para Orang Utan.
Ya, kami adalah Orang Utan, salah satu spesies yang dilindungi dan hampir punah. Semenggoh merupakan kawasan pelepasliaran Orang Utan yang direhabilitasi dan satu di antara tiga tempat rehabilitasi hewan langka yang dilindungi. Dengan cara ini populasi Aku -Anaku- dan kawanan kami yang diambang kepunahan tetap terjaga.
***
Liputan6.com menjelajah beberapa spot wisata alam yang ditawarkan Bumi Kenyalang atas undangan Sarawak Tourism Board dan Air Asia. Ada pengalaman lain saat menjelajah Serawak Negara bagian di Malaysia. Perjalanan menuju Kuching sekarang tidak perlu lagi transit di Kuala Lumpur atau Singapura, karena maskapai Air Asia baru saja membuka rute penerbangan langsungnya ke Sarawak. Praktis. Efektif dan efisien karena perjalanan hanya ditempuh dalam waktu 1,5 jam.
Berharap Keberuntungan Berpihak di Semenggoh
Pemerintah Sarawak menyulap Semenggoh menjadi destinasi alam yang atraktif. Wisatawan domestik maupun mancanegara dapat melihat Anaku dan kawanannya secara langsung saat diberi makanan tambahan oleh para Ranger atau penjaga kawasan konservasi Semenggoh, yaitu pukul 09.00 waktu Malaysia dan pukul 15.00 sore waktu setempat.
Penekanan di sini adalah makanan tambahan, karena makanan utama Orang Utan ada di tengah hutan seperti buah-buahan liar, contohnya durian. Jadi, hanya keberuntungan yang berpihak kepada wisatawan bila ingin melihat Anaku dan kawanannya.
Beruntung pada Minggu 25 Juni 2023, para wisatawan dapat bertemu Anaku dan Mas (Orang Utan lainnya) ketika Ranger memberi makanan. "Kadang kalau sedang musim buah liar di dalam hutan mereka (Orang Utan) tidak mau keluar dan memilih makan buah liar yang sedang musimnya," kata Abdul Fatha, salah seorang Ranger saat berbincang dengan Liputan6.com di sela tugas memanggil para Orang Utan dan memandu para pelancong.
Mas adalah adik dari Anaku yang berusia 7 tahun. Mas terlihat malu-malu ketika seorang Ranger memintanya turun dari tali dan mengambil buah-buahan yang disuguhkan. Dia asik bergelantungan sambil sesekali melihat Ranger menjauh dari makanan yang dibawanya. Dan, ketika Ranger menjauh, Mas sigap turun dan mengambil satu sikat pisang dan sebuah kelapa. Dia tampak asik melahap dan memecahkan kelapa untuk diminum di atas pohon.
Nama Mas bukan tanpa arti. Setiap nama yang diberikan kepada para Orang Utan tentunya punya arti atau berkaitan dengan momentum tertentu. Nah, Mas sendiri lahir bertepatan dengan hari jadi Malaysia pada 31 Agustus. Begitu pula dengan Anwar, Rici, pun Edwin.
Sedari awal para pengunjung Semenggoh Nature Reserve sudah diberitahukan bahwa kemunculan Orang Utan saat pemberian makan tidak dapat diprediksi. Bisa saja muncul, bisa juga tidak. Kendati demikian para Ranger terus memanggil para Orang Utan ini sebagai tanda jam makan.
Pengunjung hanya diberi satu jam saja untuk menunggu Orang Utan keluar dari hutan dan mengambil makanan yang diberikan Ranger. Pukul 10.00 waktu setempat, lokasi kembali disterilkan pun dengan para Ranger juga harus angkat kaki.
"Kalau pengunjung tidak jumpa Orang Utan di pagi hari, mereka bisa kembali sore hari dengan menggunakan tiket yang sama asal melapor ke pihak tiket," kata Fatha
Tiket untuk wisatawan mancanegara dewasa dipatok 10 Ringgit dan 5 Ringgit untuk anak. Setelah Membeli tiket, pengunjung menuju 1 kilometer ke dalam tempat konservasi dengan berjalan kaki atau menggunakan buggy car. Bila menggunakan opsi kedua, maka setiap pengunjung dikenai biaya angkut 15 Ringgit PP per orang.
Ada dua spot untuk pengunjung menyaksikan Orang Utan saat makan. Satu spot berada di tengah hutan dan berjarak 30 meter dari titik pengunjung berdiri. Pengunjung diberikan aturan agar Orang Utan tidak panik atau marah saat mereka menampakan dirinya.
"Kalau tidak mau 'hot shower' jangan berdiri di bawah pohon dimana ada Orang Utan di atasnya. Kalau Ada Orang Utan menatap dan fokus pada salah satu dari anda, maka anda harus lari. Ikuti setiap kata-kata Ranger. Mereka teriak lari, lari," kata Fatha. Hot shower dimaksud adalah kencing Orang Utan.
Selama satu jam saya dan beberapa wisatawan mancanegara lainnya berada di Semenggoh, atraksi dua ekor Orang Utan cukup menghibur kami. Buggy car yang saya tumpangi sudah menunggu di parkiran mengantar kami ke gerbang depan Semenggoh. Kini, saatnya menjelajah spot petualangan alam lainnya di Sarawak: Fairy Cave atau Gua Peri.
Advertisement
Uji Nyali di Gua Peri
Gua Peri merupakan salah satu destinasi wisata adventure yang terletak di kawasan Bau. Perjalanan dari Kuching menuju Gua Peri sekitar 45 menit atau 40 kilometer. Ini merupakan salah satu tujuan wisata menantang bagi wisatawan domestik atau mancanegara. Siapkan stamina. Dan yang terpenting adalah menggunakan sepatu dengan tapak karet dan membawa senter kepala. Bagi anda yang tidak membawa kedua benda penting tersebut, jangan khawatir karena terdapat penyewaan sepatu dan senter.
Senter genggam tidak masalah, namun lebih nyaman senter kepala agar anda leluasa meraba kiri kanan gua untuk sekedar berpegangan atau menikmati sensasi stalaktik gua.
"Tidak boleh bicara yang tidak-tidak selama di gua, jaga lisan karena banyak kejadian di dalam sana," kata Wak Rosli, seorang pemandu dari agen perjalanan City Cat Sarawak.
Sebagian pengunjung yang mengidap claustrophobia, atau rasa takut dan cemas terhadap ruang sempit, akan mengalami kecemasan ketika berjalan menelusuri gua. Selain ruang sempit, pengunjung juga akan menempuh jalan menanjak dan licin, juga menaiki anak tanggak curam. Perjalanan memakan waktu 30-45 menit dari pintu masuk hingga gua.
Sesampainya di ujung gua, pengunjung dapat rehat dan memilih; melanjutkan ke puncang gunung atau kembali lagi ke mulut gua setelah stamina pulih sembari mengeringkan baju karena mandi keringat.
Tiket di area ini dibandrol 97 Ringgit untuk dewasa dan 35 ringgit untuk anak-anak. Setelah sampai di mulut gua mengakhiri perjalanan, anda bisa mandi untuk menyegarkan badan karena keringat badan. Atau, menikmati air kelapa di kantin seberang penjualan tiket masuk.
Dari Kunang-kunang, Lumba-lumba, hingga Buaya Rawa
"Baru kali ini melihat langsung orang Indonesia, biasa saya lihat di Youtube atau Tiktok," kata seorang kru kapal kayu yang membawa saya dan rombongan untuk menjelajah kawasan perairan Santubong menuju Laut Cina Selatan.
Kawasan ini dinamakan Wetland Wildlife Cruise, merupakan kawasan taman konservasi manggrove yang dilindungi skala internasional. Wetland Wildlife berada di desa Santubong atau dikenal dengan desa budaya. Gunung Santubong tinggi menjulang, merayu setiap pengunjung untuk mengabadikannya dalam potret seluler atau kamera profesional.
Saya rekomendasikan anda menjelajah sore hari sekitar pukul 16.00 waktu setempat. Waktu tersebut seiring matahari menuntaskan tugasnya hari itu berganti bulan. Lembayung senja melukis perairan dan pepohonan sekitar menjadi keemasan. Merayu kami untuk mengabadikan keindahan senja itu dengan kamera telepon genggam ataupun kamera profresional.
Perahu mesin yang dikemudikan mengarah ke muara Laut Cina Selatan. Boat berhenti dan berputar. "Kalau beruntung kita akan melihat Lumba-Lumba," ujar Wak Rosli.
Ini adalah kali kedua peringatan tersebut diucapkan. Sebelumnya kalimat itu diucapkan di Semegoh. Artinya kami hanya menunggu keberuntungan berpihak kepada kami. Begitu pula dengan sore itu, bila kami beruntung, maka kami akan melihat kawanan Lumba-Lumba, bila tidak beruntung, ya sudah... artinya keberuntungan belum berpihak pada kami.
Setelah 10 menit boat berputar-putar dan seksama mengamati sekeliling Lumba-Lumba dimaksud menampakan dirinya. Mereka adalah sekumpulan Pesut Mahakam atau orang sekitar menyebutnya Irrawaddy Dolphin. Pesut Mahakam adalah mamalia air tawar yang hampir punah.
Mereka berenang ke sana-sini. Sembilan penumpang kapal reflek berpindah dari lambun kiri ke kanan atau sebaliknya. Nakhoda berulang kali memperingati sembilan penumpang boat, "Berat sebelah, pindah sebagian," kata sang nakhoda kapal memperingati.
Keberuntungan belum berpihak kepada kami yaitu bertemu dengan Bekantan, monyet hidung panjang yang menjadi ikon Dufan di Jakarta. Setelah kapal perlahan menyusuri tepian mangrove kami tidak menampakan dirinya. Terang berganti gulita. Boat yang ditumpangi menyusuri muara-muara kecil di kawasan tersebut.
"Ada buaya... ada buaya..." kata Nakhoda.
Senter ditangannya menyorot ke arah depan dan terlihat dua pasang mata terang mengitai dari jarak sekitar 50 meter. Sontak kami semua panik dan terkejut. Pengunjung yang ada di lambung depan diminta pindah untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Setelah mendekat, sepasang mata yang tersorot itu hilang. Boat yang ditumpangi mendadak hening. Namun seketika pecah karena kawanan kunang-kunang yang bekerumun di dahan-dahan mangrove, spesies langka karena kalah oleh deru pembangunan kota.
Wisata di Wetland Wildlife ini dibanderol 185 Ringgit per kepala. Wisata menyusuri kawasan tersebut menghabiskan waktu sekitar 2 jam.
Advertisement
Senja di Tepian Sungai Sarawak
Ada pilihan lain bagi anda yang tidak terlalu suka dengan wisata alam yang menantang seperti di Wetland Wildlife, yaitu dengan menikmati senja di Kuching Waterfront. Ini adalah kawasan sungai yang melintasi tengah Kota Kuching dan dijadikan tempat nongkrong warganya. Hanya duduk di tepian dengan sekaleng minuman segar atau menaiki cruise jadi pilihan wisatawan.
Lokasinya berada tak jauh dari Astana atau istana Gubernur Sarawak yang juga bersebelahan dengan Gedung Majelis Legislatif Negara Bagian Sarawak, yang disebut dengan Gedung Dewan Undangan Negeri Sarawak.
Membentang sekitar 1 kilometer, indahnya sunset Kuching Waterfront juga bisa dinikmati dengan merogoh kocek berlayar di atas kapal (Cruise) sekitar 2 jam yang tersedia di kawasan tersebut dari pukul 17.30-19.00 waktu setempat. Untuk tiket, wisatawan dewasa dibanderol RM65 dan RM32 untuk anak-anak.
Selama berpetualang di Sarawak, saya mengajak istri dan anak turut menikmati petualangan virtual melalui video call. Pilihan menggunakan Java Mifi memudahkan saya untuk terus tersambung dengan siapapun selama melancong, tidak perlu bonkar pasang simcard lokal. Cukup menyalakan sambungan wifi dengan modem yang sudah diselaraskan dengan destinasi kita di luar negeri.
Empat hari tiga malam berada di Sarawak terasa kurang. Masih banyak spot-spot wisata alam lainnya yang belum dijajaki. Soal makanan, keamanan, dan kebersihan jangan ditanya. Negara bagian dengan populasi tercatat per 2020 sebesar 2,9 juta jiwa ini terbilang aman, murah, dan nyaman bila anda memilih berkeliling kota dengan berjalan kaki siang atau malam.
Saya jadi teringat tulisan di bus yang membawa kami berkeliling Sarawak bersama Wak Rosli, "Your Comfort is Our Priority." (Kenyamanan Anda adalah Prioritas Kami). Kalimat tersebut bukan hanya deretan alphabet mati tanpa makna yang menghias badan bus, tapi juga pengalaman nyata yang dirasakan saat menjelajah Sarawak.
Terima kasih Sarawak untuk pengalamannya...