Liputan6.com, Paris - Ribuan pasukan keamanan tambahan menghadapi kerusuhan malam kedua di Prancis setelah seorang pengemudi berusia 17 tahun ditembak mati polisi di dekat Paris pada Selasa (27/6/2023), saat pemeriksaan lalu lintas.
Remaja, bernama Nahel M, ditembak dari jarak dekat saat dia terus melaju dan jatuh tak lama kemudian.
Advertisement
Di Toulouse, pengunjuk rasa menyalakan api dan melemparkan batu ke petugas pemadam kebakaran saat mereka mencoba memadamkannya. Demonstran juga bentrok dengan polisi di Kota Lille.
Media lokal melaporkan, di Rennes, sekitar 300 orang berkumpul untuk memberikan penghormatan kepada remaja tersebut - banyak di antaranya juga menyalakan api dan dibubarkan oleh polisi untuk memungkinkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan penembakan Nahel "tak termaafkan". Namun, komentarnya menuai reaksi marah dari serikat polisi, yang menuduhnya terburu-buru untuk menghakimi para petugas yang terlibat.
Serikat Aliansi Polisi menyerukan agar mereka dianggap tidak bersalah sampai terdapat putusan resmi, sementara Polisi Unite SGP saingannya juga menyuarakan tentang intervensi politik yang mendorong "kebencian anti-polisi".
Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan bahwa dia akan mengambil tindakan hukum terhadap kelompok, Polisi Prancis, setelah menerbitkan apa yang dia sebut twit yang "tidak dapat diterima dan hina" yang berusaha untuk membenarkan pembunuhan remaja tersebut.
Adapun Perdana Menteri Elisabeth Borne dilaporkan juga mempertimbangkan untuk menyatakan bahwa intervensi polisi "secara nyata tidak sesuai dengan aturan".
Ibu Nahel, Mounia, menuturkan bahwa mereka telah merenggut "bayi"nya. Dia mendesak orang-orang bergabung dalam aksi mengenang putranya.
"Dia masih anak-anak. Dia membutuhkan ibunya," katanya seperti dilansir BBC, Kamis (29/6/2023). "Dia pamit di pagi hari dan mengatakan, 'Saya mencintaimu ibu'.
"Satu jam kemudian, saya diberitahu bahwa seseorang telah menembak anak saya. Apa yang harus saya lakukan? Dia adalah hidup saya. Dia segalanya bagi saya."
Petugas yang dituduh membunuh Nahel, yang mengatakan dia telah menembak karena merasa nyawanya dalam bahaya, ditahan atas tuduhan pembunuhan melawan hukum.
Polisi Dituduh Berbohong
Nahel, yang menurut tetangganya berasal dari keluarga Prancis-Aljazair, adalah orang kedua tahun ini di Prancis yang tewas ditembak polisi saat pemeriksaan lalu lintas. Tahun lalu, 13 orang tewas dengan cara yang sama.
Kelompok pembela hak asasi manusia mengkritik peningkatan jumlah penembakan polisi sejak perubahan undang-undang tahun 2017, yang memperluas kerangka kerja ketika petugas dapat menggunakan senjata api.
Mengutip statistik resmi, surat kabar Le Monde melaporkan bahwa jumlah penembakan tahunan terhadap kendaraan yang bergerak secara konsisten lebih tinggi sejak perubahan itu.
Berbicara di BFMTV, juru kampanye Rokhaya Diallo mengatakan lebih banyak tembakan berarti ada risiko lebih tinggi menjadi korban tembakan polisi, terutama bagi orang kulit berwarna.
Penghitungan Reuters menemukan bahwa mayoritas korban penembakan polisi yang mematikan selama pemeriksaan lalu lintas sejak 2017 adalah orang kulit hitam atau Arab.
Menurut media Prancis, polisi awalnya mengatakan bahwa Nahel mengemudikan mobilnya ke arah mereka dengan maksud untuk menyakiti mereka.
Tapi rekaman yang beredar online dan diverifikasi oleh kantor berita AFP menunjukkan seorang petugas menodongkan senjatanya ke pengemudi melalui jendelanya dan tampak menembak dari jarak dekat saat Nahel mencoba pergi.
AFP juga melaporkan bahwa seseorang dalam video terdengar mengatakan, "Anda akan ditembak di kepala" - namun tidak jelas siapa yang mengatakannya.
Dua orang lainnya berada di dalam mobil yang sama dengan Nahel saat penembakan. Satu melarikan diri sementara yang lain, juga di bawah umur, ditangkap dan ditahan polisi.
"Tidak ada yang membenarkan kematian seorang anak muda," kata Presiden Macron, sembari menyerukan ketenangan agar keadilan dapat ditegakkan.
"Saya ingin mengungkapkan perasaan seluruh bangsa atas apa yang telah terjadi dan kematian Nahel serta memberi tahu keluarganya tentang solidaritas dan kasih sayang kita... Seorang remaja telah terbunuh... itu tidak dapat dimaafkan," ujar Macron seraya menambahkan bahwa kasus tersebut segera dirujuk ke pengadilan, di mana dia berharap keadilan akan melakukan tugasnya dengan cepat.
Pihak berwenang telah membuka dua penyelidikan terpisah pasca kematian Nahel. Pertama, kemungkinan pembunuhan oleh seorang pejabat publik dan kedua tentang kegagalan pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dan dugaan upaya untuk membunuh petugas polisi.
Kepala polisi Paris Laurent Nunez mengatakan kepada BFMTV bahwa tindakan polisi terhadap Nahel "menimbulkan pertanyaan", namun di lain sisi dia menyatakan bahwa petugas mungkin merasa terancam.
Pengacara keluarga remaja berusia 17 tahun itu, Yassine Bouzrou, bersikeras bahwa itu adalah pembelaan yang tidak sah. Dia mengatakan bahwa video tersebut "dengan jelas menunjukkan seorang polisi membunuh seorang pemuda dengan darah dingin".
Bouzrou menambahkan bahwa keluarga telah mengajukan pengaduan terhadap polisi karena berbohong.
Advertisement