Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana menyatakan, kasus kemiskinan serta gizi buruk di Madura masih sangat tinggi. Dia mendorong pemerintah pusat memberi perhatian khusus kepada hal ini.
"Pemerintah pusat harus segera turun tangan untuk membantu Madura mengentaskan kemiskinan dan gizi buruk," kata Putu saat berkunjung ke Universitas Trunojoyo Madura (UTM), seperti dikutip dari siaran pers diterima Jumat, (30/6/2023).
Advertisement
Putu menjelaskan, Dinas Kesehatan Bangkalan mendapatkan alokasi Rp245 juta untuk penanganan stunting. Namun berdasarkan kondisi demografi masyarakat setempat yang masuk kategori gizi buruk maka anggaran tersebut sangat minim.
"Total anak stunting di 20 desa ditetapkan lokus tersebut mencapai 656 anak, sementara jumlah keluarga yang berisiko stunting 10.940. Ini sangat kecil sekali," nilai dia.
Putu memastikan, DPR tidak akan tinggal diam. Berdasarkan peran parlemen dalam tiga fungsinya legislasi, anggaran dan pengawasan harus disinergikan secara maksimal dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan.
“Hal ini untuk memajukan potensi ekonomi, pendidikan, pengentasan kemiskinan dan gizi buruk, perlindungan terhadap buruh migran dan menjaga budaya lokal di daerah serta mempromosikan potensi wisatanya,” yakin Putu.
Putu percaya, perhatian pemerintah pusat dibutuhkan agar seluruh potensi Madura punya dampak positif untuk peningkatan ekonomi masyarakatnya. Dia berharap, ada kebijakan pemerintah pusat yang mengafirmasi Madura agar seluruh potensi yang hulu dan hilirnya dari Madura.
"Kerja sama yang erat antara anggota parlemen dan institusi pendidikan merupakan langkah krusial untuk menciptakan kebijakan yang berkelanjutan dan mendukung perkembangan ekonomi daerah termasuk peningkatan sumber daya manusia (capacity building)," kata Legislator asal Bali ini.
Tinjau Kebijakan Pemerintah Daerah
Sebagai tindak lanjut, Putu bersama DPR perlu akan melihat kembali kebijakan yang dihasilkan Pemerintah Daerah dalam memajukan ekonomi daerahnya harus sesuai data yang dikaji dengan akurat, sehingga dapat menemukan solusi yang berkelanjutan.
"Kita berharap kunjungan ini akan memberikan kontribusi serta mendorong Bangkalan dan juga Pulau Madura serta Universitas Trunojoyo Madura agar tergaung baik secara nasional maupun ke seluruh penjuru dunia," Putu menandasi.
Sebagai informasi, Universitas Trunojoyo Madura adalah universitas negeri yang akan menjadi world class university. Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Syafi’i mengatakan, UTM banyak mengupas mengenai seluk beluk Madura, khususnya soal potensi alamnya.
“Potensi alam Madura perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat Madura kaya akan potensi alam. Hal tersebut dapat meminimalisir buruh migran berangkat keluar negeri,” jelas Syafi’i.
Advertisement
Problematika Masyarakat di Madura
Akibat faktor ekonomi, lanjut Syafi’i, Madura memiliki basis pekerja migran tinggi akibat tuntutan ekonomi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah agar dapat perlindungan secara profesional.
Selain itu, Syafi’i melaporkan, kendala utama di Madura adalah infrastruktur akses jalan. Khususnya ke sejumlah destinasi pariwisata. Secara umum, infrastruktur di Madura itu dari zaman awal kemerdekaan bahkan Belanda sampai sekarang, luas jalannya belum banyak kendaraan.
Padahal, Madura adalah daerah penyuplai garam nasional hingga 70 persen termasuk gas di Jawa Timur. Belum lagi, Madura juga pubya potensi jagung dan rempah-rempah. Namun ironinya Madura dari sisi indeks pembangunan manusia (IPM) selalu posisi terendah di Jawa Timur.
Disamping itu, Syafi’i mengatakan, belum ada kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan di Madura. Hal ini sudah menjadi stigma yang terbangun sejak dulu dan menjadi bagian budaya masyarakat.
“Urusan domestik rumah tangga, tidak sedikit malah tergantung ekonomi dari pekerjaan perempuan. Termasuk dalam bertani, sama tidak membedakan. Laki dan perempuan sama-sama turun ke sawah. Cuma kalau masuk wilayah publik masih terbatas. Apakah perempuan Madura tidak tertarik, atau aksesnya masih terbatas. Di DPRD Kabupaten saja masih sedikit perempuan itu,” dia memungkasi.