Liputan6.com, Jakarta Fenomena alam tak pernah berhenti menyuguhkan keunikannya. Salah satunya air terjun darah yang fenomenal sejak awal abad 19. Air terjun darah, juga dikenal sebagai Blood Falls, adalah peristiwa di mana Gletser Taylor meleleh dan mengalir ke Danau Bone, di wilayah Arktik. Pada tahun 1911, sekelompok ilmuwan menemukan sebuah gletser yang berwarna merah darah di tengah-tengah lanskap es yang putih bersih.
Baca Juga
Advertisement
Pemandangan aneh dan tampak mengerikan itu ditemukan oleh ahli geologi Thomas Griffith Taylor. Ia menghubungkan asal usul air terjun darah dengan ganggang merah. Baru setengah abad kemudian warna merah tua diidentifikasi disebabkan oleh garam besi. Namun siapa sangka baru-baru ini ilmuwan mengungkap fakta lain air terjun darah berasal dari nanosfer.
Penelitian air terjun darah terbaru ini mengungkap asal usul air terjun darah secara teknis bukan berasal dari ganggang atau mineral. Diketahui nanosfer ukurannya 100 kali lebih kecil dari sel darah merah manusia.
“Segera setelah saya melihat gambar mikroskop, saya perhatikan bahwa ada nanosfer kecil ini dan kaya akan zat besi, dan mereka memiliki banyak elemen berbeda di dalamnya selain besi – silikon, kalsium, aluminium, natrium dan semuanya bervariasi, ”kata Ilmuwan penelitian Johns Hopkins, Ken Livi.
Berikut Liputan6.com merangkum fakta terbaru asal muasal Air Terjun darah di Antartika melansir dari Newatlas, Jumat (30/6/2023).
Mineral Berasal dari Kristal, Nanosfer Tidak Berbentuk Kristal
Para peneliti terkini air terjun darah mengungkap komposisi pembentuk air terjun berwarna mewah itu bukan berasal dari mineral. Mereka tidak menemukan kristal dalam air terjun darah di Antartika.
“Untuk menjadi mineral, atom harus disusun dalam struktur kristal yang sangat spesifik. Nanospheres ini tidak berbentuk kristal, jadi metode yang sebelumnya digunakan untuk memeriksa padatan tidak mendeteksinya.”
Beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan berhasil melacak air kembali ke sumbernya. Sebuah danau subglasial yang sangat asin di bawah tekanan tinggi, tanpa cahaya atau oksigen, dan ekosistem mikroba yang tetap terisolasi selama jutaan tahun. Butuh usaha khusus untuk mengirimkan peralatan demi mencapai lokasi tak terjamah itu.
“Pekerjaan kami telah mengungkapkan bahwa analisis yang dilakukan kendaraan penjelajah tidak lengkap dalam menentukan sifat sebenarnya dari bahan lingkungan di permukaan planet,” kata Livi.
Advertisement