Liputan6.com, Jakarta - Publik disajikan dengan kabar terkait kasus inses di Purwokerto dan Bukittinggi dalam sepekan belakangan. Menyaksikan kasus yang terbilang tidak biasa ini mungkin dapat membuat Anda merasa miris.
Ada pula sebagian yang ikut merasa emosi dan tak habis pikir setelah mengetahui berbagai fakta di baliknya. Maka, berkaitan dengan hal tersebut, kriminolog Haniva Hasna membagikan saran soal apa-apa saja yang bisa dilakukan dalam menyikapinya.
Advertisement
Menurut wanita yang akrab disapa Iva, hal utama yang bisa dilakukan adalah menunjukkan rasa empati terhadap korban inses. Hindari untuk memberikan penghakiman pada korban lantaran korban sesungguhnya berada pada kondisi rentan.
"Tunjukkan rasa empati, bukan menghakimi, bahwa korban adalah seorang anak yang posisinya sangat rentan dari orang dewasa yaitu orangtuanya sendiri," ujar Iva saat berbicang dengan Health Liputan6.com ditulis Jumat, (30/6/2023).
Pertimbangkan Kondisi Psikologis
Selain itu, Iva mengungkapkan bahwa penting untuk mempertimbangkan kondisi psikologis korban inses. Penting untuk tidak iseng bertanya soal hal-hal detail yang berisiko membuat korban kembali teringat pada kejadian.
"Pertimbangkan kondisi psikologisnya, tidak perlu iseng bertanya tanya lagi, kejadiannya seperti apa, dimana, bagaimana, sejak kapan," kata Iva.
"Karena itu akan membuat luka hatinya terkoyak kembali. Biarlah team dari kepolisian dan serta lembaga-lembaga yang ditunjuk yang memberikan informasi maupun penyembuhan," sambungnya.
Sejauh ini, kasus inses di Purwokerto sendiri masih dalam tahap penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Hal Lain yang Bisa Dilakukan untuk Korban Inses
Lebih lanjut Iva mengungkapkan bahwa hal lain yang bisa dilakukan untuk korban inses adalah bersikap netral. Serta, memberikan rasa aman pada korban.
"Bersikap netral dan tidak menghakimi. Berikan rasa aman dengan tidak mencibir, menggunjing, atau memandang dengan tatapan sinis. Justru, memberikan ruang untuk (korban) menenangkan diri," kata Iva.
Iva menambahkan, masyarakat pun bisa membantu dengan tidak menghindari atau menjauhi korban inses. Sebaliknya, penting untuk tetap memberikan dukungan (support).
"Tidak menghindar atau menjauh, tetapi justru memberi support dengan bersikap baik," ujar Iva.
Advertisement
Memahami Posisi Korban Inses yang Tak Mudah
Dalam kesempatan yang sama, Iva mengungkapkan bahwa ada dua gangguan yang berisiko terjadi pada korban inses. Dua gangguan tersebut meliputi gangguan fisik dan gangguan psikologis.
"Gangguan fisik yang dapat terjadi meliputi perdarahan dari vagina, nyeri pada vagina, infeksi pada alat kelamin, keputihan, infeksi penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan," ujar Iva.
Sedangkan, gangguan psikologis yang berisiko terjadi menurut Iva berupa gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi, insomnia, menarik diri dari lingkungan, hingga percobaan bunuh diri.
Dampak Lain yang Berisiko Terjadi pada Korban Inses
Iva menjelaskan bahwa dampak yang terjadi pada korban inses pun tidak berhenti pada munculnya gangguan fisik dan psikologis, melainkan juga korban bisa merasakan beberapa hal setelah kejadian berlangsung.
Iva mengungkapkan bahwa korban inses berisiko mengalami stigmatization (stigmatisasi). Alhasil, korban bisa mengalami beberapa hal mulai dari merasa bersalah hingga punya gambaran diri yang buruk.
"Korban kekerasan seksual bisa merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk," ujar Iva.
Perasaan-perasaan itu dapat terbentuk lantaran korban inses bisa merasa jikalau dirinya tidak punya daya. Sehingga korban bisa merasa tidak punya kekuatan untuk melakukan kontrol diri.
Advertisement