Liputan6.com, Jakarta - Kain ihram adalah sebutan untuk sehelai kain khusus yang digunakan oleh jemaah haji atau umrah saat melaksanakan ibadah di Mekah.
Kain ihram terdiri dari dua potong kain yang masing-masing berbentuk persegi panjang dan biasanya terbuat dari serat kapas ringan yang nyaman dipakai di iklim panas.
Hanya pria yang melakukan ibadah haji atau umrah yang mengenakan kain ihram sebagai pakaian ihram. Penggunaannya, salah satu potong kain ihram akan dililitkan di sekitar bagian tubuh bagian atas, sehingga menutupi bagian atas tubuh mulai dari pundak hingga di bawah perut. Potongan kain ikhram lainnya akan dikenakan di bagian bawah perut hingga ke kaki layaknya sarung.
Baca Juga
Advertisement
Pemakaian kain ihram memiliki makna simbolis yang melambangkan kesederhanaan, persaudaraan, dan kesetaraan di hadapan Allah. Saat mengenakan kain ihram, jemaah haji atau umrah diwajibkan untuk menjauhi perbuatan dosa dan melaksanakan ibadah dengan penuh kesungguhan.
Di masyarakat, banyak yang berpesan kepada keluarga, jika meninggal kelak ingin dikafani menggunakan kain ihram yang sebelumnya digunakan haji atau umrah. Konon mereka memiliki pendapat jika kain tersebut sudah sampai ke baitullah, harapannya dengan menggunakan kain kafan dari kain ihram segala dosanya akan terampuni, karena akain ini sebagai saksi sudah ke baitullah.
Pertanyaannya, bolehkah menggunakan kain ihram yang pernah digunakan beribadah haji atau umrah sebagai kain kafan saat meninggal?
Penjelasan tentang Kain Kafan
Sementara sebagai informasi, kain kafan adalah kain kafan adalah kain khusus yang digunakan untuk membungkus jenazah sesuai dengan tuntunan agama. Kain kafan biasanya terbuat dari kain putih sederhana tanpa hiasan. Kain kafan digunakan untuk menghormati dan memberikan kehormatan terakhir kepada jenazah sebelum dimakamkan.
Kain kafan biasanya terdiri dari beberapa lapisan kain yang dibungkuskan dengan cara tertentu sesuai dengan tuntunan syariat. Prosedur dan cara pembungkusan jenazah menggunakan kain kafan dapat bervariasi dalam berbagai tradisi dan budaya di berbagai negara.
Kain kafan adalah sehelai kain yang digunakan untuk membungkus jenazah sebelum dikuburkan. Kain ini memiliki makna simbolis dalam berbagai tradisi keagamaan dan budaya. Biasanya, kain kafan terbuat dari bahan yang ringan dan mudah terurai di tanah, seperti katun atau linen.
Proses pemakaian kain kafan bervariasi tergantung pada adat dan kepercayaan agama yang dianut. Dalam beberapa tradisi, jenazah akan dibersihkan terlebih dahulu dan kemudian diletakkan di atas kain kafan sebelum dibungkus dengan kain tersebut. Setelah itu, kain kafan akan diikat dengan tali atau simpul agar jenazah tetap tertutup.
Setelah jenazah dikafani, prosesi pemakaman dapat dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku dalam agama atau budaya tertentu. Ada yang menguburkan jenazah dengan langsung menggunakan kain kafan tersebut, sementara yang lain mungkin memasukkan jenazah ke dalam peti mati sebelum dikuburkan.
Advertisement
Larangan Menggunakan Kain Selain Warna Putih
Dimakruhkan mengafani mayit dengan menggunakan kain selain warna putih sebagaimana juga dimakruhkan menggunakan semacam gamis dan menutup kepalanya dengan semacam surban.
Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim dari Sayidatina Aisyah, beliau berkata:
كُفِّنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ، مِنْ كُرْسُفٍ، لَيْسَ فِيهَا قَمِيصٌ، وَلَا عِمَامَةٌ
Artinya: “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dikafani dengan menggunakan tiga kain putih sahuliyah dari Kursuf, tidak ada dalam tiga kain itu gamis dan surban.” Sahuliyah adalah kain putih yang bersih yang hanya dibuat dari bahan katun.
Juga sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi dari sahabat Ibnu Abas, bahwa Rasulullah bersabda:
البَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ البَيَاضَ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
Artinya: “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih, karena itu sebaik-baik pakaian kalian, dan kafani mayit kalian dengannya.”
Adapun bila yang meninggal orang perempuan maka disunahkan mengafaninya dengan menggunakan lima kain putih. Kelima kain itu berupa satu helai sarung yang menutupi bagian pusar hingga anggota paling bawah, khimar atau tudung yang menutupi bagian kepala, gamis yang menutupi bagian atas hingga di bawahnya sarung, dan lembar kain yang bisa membungkus seluruh jasad mayit.
Hal ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Abu Dawud dimana Rasul memerintahkan agar anak perempuannya, Umi Kulsum, dikafani secara demikian. Cara mengafani mayit sebagaimana di atas itu diperuntukkan bagi mayit yang tidak sedang berihram. Bila si mayit adalah orang yang sedang berihram maka bagian kepala wajib dibuka bila mayitnya laki-laki dan bagian wajah wajib dibuka bila perempuan.
Juga diwajibkan kain kafan yang digunakan adalah dari jenis kain yang ketika masih hidup diperbolehkan untuk menggunakannya. Karenanya jenazah laki-laki tidak diperbolehkan dikafani dengan menggunakan kain sutera sebab ketika masih hidup ia juga dilarang memakainya. Seyogyanya pula pada bagian-bagian yang berlubang dan pada anggota sujud diberi kapas yang diberi kapur barus dan diikatkan tali dari potongan kain yang nantinya akan dilepas di kuburan.
Boleh Gunakan Kain Ihram Sebagai Kafan
Sementara dari bincangsyariah.com disebutkan menjadikan kain ihram sebagai kafan, atau mengafani jenazah dengan kain ihram hukumnya boleh. Tidak ada larangan dalam Islam untuk menjadikan kain ihram sebagai kain kafan. Oleh karena itu, jika ada jenazah hendak dikafani dengan kain ihram, baik dia meninggal pada saat ihram atau dia meninggal ketika sedang di rumah, maka hukumnya boleh asalkan kain ihram tersebut cukup untuk dijadikan kain kafan atau ditambah kain lain jika tidak cukup.
Hal ini karena jenazah boleh dikafani dengan kain apa saja, termasuk kain ihram, asalkan menutupi seluruh tubuh jenazah. Semua pakaian atau kain yang boleh dipakai sehari-hari, termasuk kain ihram, maka boleh dijadikan kain kafan untuk mengafani jenazah. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu berikut;
قال أصحابنا رحمهم الله: ويجوز تكفين كل إنسان فيما يجوز له لبسه في الحياة
Ulama kami (ulama Syafiiyah-semoga Allah merahmati mereka) berkata; ‘Boleh membungkus setiap orang (jenazah) dengan pakaian yang boleh dipakai sewaktu masih hidup.
Bahkan jika seseorang meninggal pada saat ihram, maka dia dianjurkan untuk dikafani dengan kain ihram yang sedang dia gunakan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas, dia bercerita bahwa ketika sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ada orang yang jatuh dari kendaraannya dan patah tulang lehernya dan meninggal. Lalu Rasulullah Saw bersabda;
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ، وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مُلَبِّيًا
Mandikan dia dengan air dicampur daun bidara, kafani dia dengan dua lapis kain (yang dia kenakan untuk ihram), jangan diberi minyak wangi, dan jangan ditutup kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo
Advertisement