Liputan6.com, Belitung - Pantiaw merupakan kuliner Bangka Belitung. Makanan ini dibuat dari tepung sagu dan tepung beras.
Secara tampilan, pantiaw memiliki warna putih dengan bentuk menyerupai mi. Beberapa orang menyebut pantiaw mirip dengan kwetiau karena teksturnya yang kenyal.
Pantiaw biasanya disajikan dengan siraman kuah ikan. Kuah tersebut memberikan rasa yang khas pada pantiaw yang umumnya tidak memiliki rasa yang kuat.
Baca Juga
Advertisement
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, pantiaw merupakan olahan makanan yang diadaptasi dan dipopulerkan oleh masyarakat China yang menetap di Bangka. Pantiaw menjadi wujud adanya akulturasi budaya di Bangka Belitung.
Kedatangan orang Tionghoa di Bangka terjadi sekitar awal abad ke-18 atau sekitar 1710 M. Hal itu terjadi ketika pertambangan resmi dibuka.
Mereka bertandang ke Bangka untuk menjadi kuli timah. Pada masa itu, ditemukan timah di Pulau Bangka yang berada di bawah Kesultanan Palembang.
Tionghoa Suku Kejia
Pada masa itu pula, tenaga kerja yang dianggap berpengalaman adalah orang Tionghoa Suku Kejia. Mereka memang terkenal memiliki keahlian di bidang pertambangan.
Tambang timah juga terdapat di daerah Kabupaten Bangka Barat, Kecamatan Jebus, Desa Sungaibuluh. Dahulu, tambang timah di Desa Sungaibuluh disebut dengan parit.
Pada 1945, salah satu warga yang memiliki parit adalah Abdul Hamid. Parit 6 milik Abdul Hamid mempekerjakan warga Tionghoa.
Tak heran jika di Desa Sungaibuluh juga terdapat pemukiman Tionghoa, yaitu Kampong Pecinan. Hingga kini, masih terdapat sisa-sisa pondasi rumah warga Tionghoa tersebut.
Umumnya, mereka tidak membawa istri, sehingga mereka pun menikahi penduduk sekitar. Hal ini pula yang menjadi penyebab semakin meluasnya masyarakat keturunan Tionghoa di Bangka Belitung.
Masyarakat Tionghoa di Bangka Belitung sebagian besar merupakan peranakan yang berbicara bahasa Hakka campur bahasa Melayu. Kata 'pantiaw' sendiri berasal dari bahasa Tionghoa yang ada di Bangka, yaitu 'pan' dan 'tiau'. Pan berarti setengah, sedangkan tiau artinya marah. Dengan demikian, pantiaw berarti setengah marah.
Pantiaw di daerah asalnya sebenarnya merupakan sajian yang berbahan dasar beras. Namun, karena pada masa itu beras memiliki nilai jual yang cukup tinggi, masyarakat pun menggantinya dengan ubi.
Hingga kini, pantiaw masih menjadi makanan khas warga Desa Sungaibuluh di Bangka Belitung. Makanan ini biasanya disantap sebagai menu sarapan maupun dihidangkan sebagai sajian di beberapa acara penting.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement